| 6 Views

Refleksi Muharam : Kobarkan Spirit Kebangkitan, Wujudkan Pembebasan Palestina

Oleh : Arni Suwarni
Aktivis Dakwah

Memasuki bulan Muharam, kita diajak merenungkan hijrah Rasulullah sebagai simbol perubahan dan kebangkitan. Inilah momentum bagi umat Islam untuk kembali menyatukan barisan, mengobarkan semangat persatuan, dan memperkuat tekad dalam membebaskan Palestina dari penjajahan. Refleksi Muharam bukan hanya mengenang sejarah, tetapi juga menghidupkan spirit kebangkitan demi terwujudnya kejayaan Islam dan keadilan bagi saudara-saudara kita di tanah suci Palestina.

Satu Muharam kerap dikaitkan dengan semangat kebangkitan Islam. Namun kenyataannya, dari tahun ke tahun umat masih terjebak dalam keterpurukan. Memasuki 1447 H, berbagai masalah besar seperti krisis politik, ekonomi, sosial, hukum, dan keamanan masih membelit umat Islam.

Dalam percaturan politik global, umat Islam tertinggal jauh. Alih-alih dimanfaatkan, potensi besar mereka justru mendatangkan petaka. Negeri-negeri mereka terpecah, sumber daya alam dijarah, dan para pemimpin lebih memilih tunduk pada penjajah demi mempertahankan kekuasaan.

Kondisi di Gaza menunjukkan lemahnya umat Islam di dunia. Meski berjumlah 2,04 miliar di lebih dari 50 negara, mereka tak sanggup menghentikan kekejaman 10,10 juta Zionis Yahudi yang membantai Muslim Gaza yang tak bersalah.

Selama hampir dua tahun muslim Gaza menghadapi genosida, Kementerian Kesehatan Palestina mencatat, dari Oktober 2023 hingga Juni 2025, sudah sekitar 56.647 orang tewas dan 134.105 terluka. Sementara itu, warga yang masih hidup terpaksa bertahan dalam kondisi memprihatinkan, terancam kelaparan dan serangan senjata Zionis yang terus berlangsung. (AntaraNews 1/7/2025)

Lebih menyedihkan lagi, tragedi ini terjadi di depan mata umat Islam sedunia, namun para penguasanya hanya sibuk mengumbar kata-kata. Bukannya segera mengirim pasukan untuk menyelamatkan Gaza, mereka justru memilih menutup mata demi kepentingan politik dan menjaga relasi Internasional. Beberapa negara Arab bahkan bertindak keras. Mesir dan Yordania misalnya, menutup perbatasan dengan pasukan mereka, demi melayani kepentingan penjajah. Sementara penguasa lain, termasuk yang menjaga Haramain, bersikap seolah tak peduli. Mereka lebih takut kehilangan dukungan Zionis dan AS ketimbang menjaga keselamatan umat Islam.

Tak heran, jika dunia geram dan menyalurkan pesan kemanusiaan lewat berbagai cara, mulai dari boikot hingga pengiriman bantuan. Aksi besar mendukung Palestina pun digelar di banyak tempat, termasuk aksi fenomenal Global March to Gaza. Sayangnya, suara dukungan kini nyaris tak terdengar. Semangat kemanusiaan saja tak mampu membawa perubahan nyata. Apalagi, konflik proksi Iran melawan Zionis-AS justru mengalihkan fokus umat pada euforia semu seolah Palestina akan segera bebas dan kejayaan Islam akan bangkit. Tetapi  benarkah itu?

Genosida di Gaza seharusnya menjadi pelajaran bahwa solusinya bukan terletak pada lembaga Internasional, negara adidaya, atau para penguasa Muslim yang lemah, apalagi pemimpin Arab yang sudah terkena penyakit wahn.

Sesungguhnya, kunci penyelesaian masalah Palestina dan krisis umat Islam ada pada diri mereka sendiri yaitu dengan tegaknya kepemimpinan politik Islam global, Khilafah yang berlandaskan ideologi Islam. Inilah visi perjuangan yang seharusnya dipegang umat Islam saat ini, yang hanya bisa lahir dari kesadaran bahwa Islam adalah solusi menyeluruh bagi kehidupan, bukan sekadar agama ritual dan moral. Rasulullah ﷺ mewariskan Islam sebagai ideologi dengan visi global, yang membuat umat Islam pernah menjadi umat terbaik dan memimpin peradaban gemilang dalam waktu yang lama.

Momentum hijrah Rasul dan para sahabat menjadi bukti nyata. Nabi mendirikan negara superpower yang disegani lawan dan kawan, hingga mengubah peta politik dunia. Secara bertahap, kekuatan Romawi Timur (Nasrani) dan Persia (Majusi) tergeser oleh kekhalifahan Islam sebagai adidaya baru. Di masa itu, umat Islam menikmati kehidupan yang mulia, dengan kesejahteraan dan keberkahan luar biasa. Semua urusan, termasuk politik luar negeri yang berfokus pada penyebaran risalah sebagai rahmat bagi semesta, diatur Khilafah sesuai syariat Islam. Khilafah berhasil menjadikan umat Islam sebagai kekuatan yang khas, mandiri, dan berdaulat, bahkan bertahan sebagai negara utama selama berabad-abad. Selama itu, Khilafah menjadi sumber cahaya bagi Eropa dan dunia yang masih terbelakang. Tak heran, jika para pemimpin kafir menyimpan dendam, lalu merancang berbagai siasat untuk menyingkirkan Khilafah dari peta politik dunia, termasuk menyebarkan paham nasionalisme yang memecah umat menjadi negara-negara kecil.

Sejak Khilafah runtuh pada 1924 karena konspirasi Barat dan antek-antek muslimnya, umat Islam hidup di bawah sistem sekular kapitalis yang hanya menimbulkan penderitaan hingga kini. Umat tak boleh terus diam, harus ada kesadaran akan pentingnya perubahan mendasar. Perubahan ini tak cukup dilakukan secara parsial atau individu, melainkan harus menyasar akar masalah secara global dengan meninggalkan sistem sekular kapitalis-liberal yang menyingkirkan peran Islam. Sistem buatan manusia ini terbukti melahirkan aturan yang bertentangan dengan fitrah, menjauhkan umat dari kemuliaan, dan membuka jalan bagi penjajahan. Karenanya, momentum Hijrah seharusnya menjadi kesempatan bagi kaum muslim untuk kembali menemukan jati diri sebagai umat terbaik. Seperti hijrah Rasulullah ﷺ yang menjadi titik awal perubahan dari masyarakat jahiliah menuju peradaban Islam yang agung dan gemilang.

Peristiwa Hijrah berhasil mempersatukan umat dalam satu akidah dan kepemimpinan, serta menandai lahirnya sistem politik yang mampu menggerakkan kekuatan umat, mengurus kepentingan mereka dengan syariat, melindungi dari kezaliman, dan menjaga kehormatan mereka di hadapan bangsa lain. Sistem ini pula yang menyebarkan keindahan Islam dan menebarkan kebaikan ke seluruh dunia termasuk Nusantara, sehingga Islam benar-benar menjadi rahmat bagi semua saat ditegakkan.

Sayangnya, semangat hijrah yang seharusnya hidup di bulan Muharam kini hampir hilang, meski peringatannya rutin diadakan. Peristiwa Hijrah hanya dianggap sejarah masa lalu, bukan sebagai inspirasi kebangkitan umat, dan maknanya direduksi menjadi sekadar perubahan individu, bukan perubahan kolektif.
Karena itu, kita memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan makna hijrah dan Muharam yang sebenarnya bagi umat Islam. Hijrah bukan hanya soal perubahan individu, melainkan momentum untuk kebangkitan sejati dengan memperjuangkan tegaknya syariat Allah dalam satu kepemimpinan, yaitu Khilafah Islam di atas Manhaj Kenabian.

Khilafah pada masa kini adalah janji Allah yang harus diperjuangkan. Kewajibannya tak bisa diabaikan, baik secara dalil maupun melihat kondisi umat. Khilafah menjadi harapan untuk meraih kemuliaan dan pembebasan, termasuk membebaskan Gaza dari penjajahan lewat komando jihad fi sabilillah.

Khilafah hanya bisa terwujud lewat dakwah yang menumbuhkan kesadaran politik ideologis, bukan lewat perebutan kekuasaan atau kekerasan. Dakwah ini harus merevitalisasi akidah umat agar menjadi pendorong untuk menerapkan Islam secara total dalam naungan Khilafah. Inilah metode dakwah yang dicontohkan Rasulullah ﷺ. Tugas kita adalah memahami sejarah dan syariat, lalu mengamalkannya dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan keteguhan.

Sebagaimana Allah berfirman dalam QS Yusuf ayat 108 yang artinya, 

"Katakanlah (Muhammad), 'Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.'." 

Wallahu a'lam bish shawab


Share this article via

6 Shares

0 Comment