| 7 Views

Nasionalisme Menjadi Penghalang Dalam Membebaskan Palestina

Oleh : Dewi yuliani

Palestina kian bergejolak. Zionis Yahudi makin beringas melakukan genosida. Mereka menggunakan kelaparan sebagai senjata. Zionis Yahudi melakukan blokade total dan melarang bantuan pangan masuk ke Gaza serta membiarkan penduduknya, termasuk anak-anak, mati pelan-pelan karena kelaparan. Menteri Keuangan entitas Zionis Yahudi Bezalel Smotrich menyatakan bahwa membiarkan warga Gaza mati kelaparan adalah tindakan yang adil dan bermoral. Sedangkan Menteri Keamanan Nasional entitas Zionis Itamar Ben-Gvir mengatakan, Selama para sandera belum dibebaskan, musuh tidak boleh menerima makanan, listrik, atau bantuan apa pun.

Bahkan terdapat berita dari KAIRO, KOMPAS.TV Pemerintah Mesir dilaporkan mendeportasi puluhan aktivis yang berencana mengikuti konvoi kemanusiaan dengan tujuan melawan blokade Israel di Jalur Gaza. Aksi Global March to Gaza yang sedianya dimulai pada Minggu (15/6/2025) besok bertujuan untuk menekan pihak-pihak terkait agar membuka blokade Gaza yang digempur Israel sejak Oktober 2023.

Seorang pejabat Mesir menyatakan, pemerintah setempat telah mendeportasi lebih dari 30 aktivis di hotel dan Bandara Internasional Kairo. Pejabat itu menyebut para aktivis dideportasi karena "tidak mengantongi izin yang diperlukan. Pemerintah Mesir secara terbuka menentang blokade Israel di Gaza dan mendesak gencatan senjata segera. Namun, Kairo juga getol membungkam pembangkang dan aktivis yang mengkritik hubungan ekonomi dan politik Mesir-Israel. Hubungan tersebut merupakan isu sensitif di Mesir karena pemerintah tetap menjaga hubungan dengan Israel kendati publik secara luas bersimpati dengan masyarakat Palestina.
  
Munculnya gerakan  Global March To Gaza (GMTA) menujukkan kemarahan umat yang sangat besar.  Hal itu mennadakan bahwa tidak bisa berharapan kepada lembaga-lembaga internasional dan para penguasa hari ini. Tertahannya mereka di pintu Raffah justru makin menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan apapun tidak akan pernah bisa menyolusi masalah Gaza karena ada pintu penghalang terbesar yang berhasil dibangun penjajah di negeri-negeri kaum muslimin, yakni nasionalisme dan konsep negara bangsa.

Perlu kita ketahui bersama bahwasannya. Nasionalisme telah mematikan nurani kemanusiaan para penguasa muslim sehingga mereka mati rasa melihat muslim Palestina bersimbah darah dan meregang nyawa. Tidak ada rasa kasihan dan empati sebagai sesama muslim, padahal rasa kemanusiaan itu merupakan fitrah (sifat dasar) yang Allah Taala berikan pada tiap manusia sebagai manifestasi garizah nau, yaitu naluri berkasih sayang. Orang-orang kafir saja memiliki rasa kasihan pada penderitaan muslim Gaza dan menyerukan pembebasan Palestina. Namun, para penguasa muslim itu telah kehilangan rasa kasihan pada diri mereka. Sehingga rela membiarkan saudaranya dibantai di hadapan mata bahkan ikut menjaga kepentingan pembantai hanya demi meraih keridaan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka yakni Amerika.

Umat Islam harus paham betapa bahayanya paham nasionalisme dan konsep negara bangsa, dilihat dr sisi pemikiran maupun sejarahnya. Keduanya justru digunakan musuh-musuh Islam untuk meruntuhkan khilafah dan melanggengkan penjajahan di negeri-negeri islam.

Bahkan sangat sedikit negara muslim yang melakukan serangan militer ke Israel. Sayang, serangan itu tidak dimaksudkan untuk membebaskan Palestina dan menghapus Zionis Yahudi di muka bumi, tetapi karena dorongan nasionalisme. Ini seperti yang dilakukan Iran. Israel telah menyerang fasilitas nuklir, pabrik rudal balistik, dan para komandan militer Iran pada pertengahan Mei lalu. Iran membalas Zionis Yahudi pada Jumat malam (13-6-2025). Iran menghujani Tel Aviv dengan ratusan rudal balistik.

Namun sangat disayang, Iran baru menyerang Zionis Yahudi ketika Teheran diserang. Pada serangannya pun Iran tidak mengerahkan segenap kekuatan militernya dan tidak menyasar target strategis Zionis Yahudi. Sampai-sampai ada yang menyebut serangan Iran sebagai upaya menyelamatkan muka semata. Umat Islam juga harus paham bahwa arah pergerakan mereka untuk menyolusi konflik Palestina harus bersifat politik, yakni fokus membongkar sekat negara bangsa dan mewujudkan satu kepemimpinan politik Islam di dunia.

Untuk itu urgen untuk mendukung dan bergabung dengan gerakan politik ideologis yang berjuang tanpa kenal sekat dan terbukti konsisten memperjuangkan tegaknya kepemimpinan politik Islam tersebut di berbagai tempat. Perlu kita pahami bahwasannya jemaah dakwah ini harus ada di tengah-tengah kaum muslim dan beraktivitas membangun kesadaran yang benar pada diri umat dan menunjukkan jalan kemuliaan bagi umat, yaitu penerapan syariat Islam kafah dalam institusi Khilafah Islamiah. Umat Islam sudah seharusnya menjawab seruan jemaah dakwah Islam ideologis ini dan berjuang bersama menjemput pertolongan Allah Taala. Sesungguhnya pertolongan Allah Taala itu sangat dekat bagi orang-orang yang yakin dan beriman sebagaimana firman-Nya, Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.

QS Al-Baqarah [2]: 214)Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya "Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat."

Sejatinya, membebaskan Palestina bukan sekadar karena alasan kemanusiaan, tetapi karena dorongan akidah. Urusan Palestina adalah urusan umat Islam sedunia. Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS Al-Hujurat [49]: 10). Rasulullah saw. juga bersabda, “Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya (dizalimi).” (HR Muslim).

Wallahu'alam bishawab


Share this article via

0 Shares

0 Comment