| 7 Views
Negara Pengidap dan Pengusung Islamofobia Tidak Layak Untuk Dihormati

Oleh : Siti Rodiah
Baru-baru ini Presiden Prancis Emmanuel Macron berkunjung ke Indonesia. Tentu saja kunjungan bersejarah Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia memunculkan angin segar dalam kerja sama bilateral, khususnya pada sektor ketahanan pangan dan pertanian.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, pihaknya telah menandatangani declaration of intent (DOI) dengan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Kedaulatan Industri dan Digital Prancis, Eric Lombard, pada Jumat (30/5/2025). Amran juga menyebut Indonesia berminat untuk mengimpor sapi atau produk susu dari Prancis. Sebagai imbal balik, ia menekankan pentingnya Prancis membuka pintu untuk ekspor crude palm oil (CPO) dari Indonesia.
Kunjungan Macron ini dilakukan dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Prancis dan menjadi lawatan resmi pertamanya sejak Presiden Prabowo Subianto menjabat. Kerja sama yang disepakati tidak hanya sebatas impor-ekspor. Beberapa poin penting meliputi, pertukaran teknologi pertanian, peningkatan kapasitas SDM dan pelatihan petani, modernisasi alat dan infrastruktur pertanian, dan riset bersama untuk varietas tahan iklim ekstrem. (Beritasatu.com, 30/5/2025).
Kita bisa melihat bahwa kedatangan kepala negara Prancis tersebut disambut dengan hangat dan meriah oleh penguasa kita dan jajarannya. Padahal Prancis merupakan negara penganut islamofobia dan banyak membuat kebijakan islamofobia yang seharusnya menjadi perhatian kita sebagai umat muslim.
Kaum muslimin tidak boleh melupakan apa yang sudah dilakukan oleh negara-negara kafir penjajah. Mereka telah dengan sengaja dan terang-terangan membuat kebijakan-kebijakan yang memusuhi Islam dan umatnya. Prancis adalah salah satu contoh nyata sebagai negara yang sering membuat kebijakan yang menguatkan virus islamofobia ditengah-tengah masyarakatnya, seperti larangan wanita muslimah untuk mengenakan hijab dan niqab, kasus gambar kartun (karikatur) yang menghina nabi Muhammad Saw dan lain sebagainya.
Seharusnya pemimpin negeri-negeri muslim menunjukkan sikap tegas dan pembelaan atas kemuliaan agamanya. Contohnya Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah umat Islam terbesar di dunia tapi lemah dalam menghadapi negara kafir penjajah. Pemimpin kita begitu tunduk patuh kepada keinginan para penjajah. Inilah buah dari penerapan sistem sekuler kapitalisme, di mana hubungan negara dilihat berdasarkan asas manfaat, maka wajar setiap pemimpin negeri-negeri muslim bersikap abai terhadap apa yang dilakukan negara kafir penjajah terhadap Islam.
Islam telah memberikan tuntunan bagaimana bersikap terhadap orang yang memusuhi agama Allah. Apalagi jika banyak kebijakan yang menyengsarakan umat islam. Dalam Islam, negara-negara di dunia hanya dibagi dua, darul Islam dan darul kufur. Islam juga sudah menentukan tuntunan bersikap terhadap negara kafir sesuai posisi negara tersebut terhadap Daulah Islam.
Tuntunan Islam ini seharusnya menjadi pedoman setiap muslim, terlebih penguasa. Apalagi di tengah penjajahan Palestina yang mendapat dukungan dari penguasa Barat. Ada banyak contoh sikap tegas para khalifah atas negara penjajah dan kebijakannya yang menghina Islam.
Pada masa kekhilafahan Utsmaniyah yaitu dibawah kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II pernah terjadi sebuah penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad Saw. Penghinaan tersebut datang dari negara Prancis, lewat pertunjukan teater drama komedi dengan tema "Muhammad dan Kefanatikan". Tentu saja hal itu membuat Sultan Abdul Hamid II sangat marah. Beliau mengultimatum Prancis agar segera menghentikan pertunjukan teater tersebut, jika tidak Sultan akan mengirimkan tentaranya. Sontak ultimatum tersebut membuat Prancis menghentikan pertunjukan teater yang menghina Rasulullah Saw. Ini membuktikan betapa takutnya negara-negara kafir barat terhadap kekhilafahan Islam.
Sudah seharusnya umat Islam memiliki negara yang kuat dan berpengaruh dalam konstelasi hubungan negara-negara di dunia sebagaimana pernah diraih oleh Daulah islam dan akan segera diteruskan oleh kekhilafahan selanjutnya. Umat juga harus berjuang dengan keras untuk kembali mewujudkan khilafah yang menjadi negara adidaya dan disegani negara-negara kafir tersebut.
إِنَّمَا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَٰتَلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ وَظَٰهَرُوا۟ عَلَىٰٓ إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Mumtahanah : 9)
Wallahu a'lam bisshawab