| 7 Views

Penambang Nikel Di Raja Ampat Merusak Ekosistem SDA, Hanya Islam Sebagai Solusi Yang Tepat

Oleh : Sumarni Ummu Suci

Hilirisasi nikel di Raja Ampat patut mendapat atensi publik, pasalnya penambangan nikel di wilayah itu pasti menjadi ancaman keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekosistem setempat. 

Penambangan nikel ini juga mengancam kehidupan satwa khas Papua yang hidup di kawasan tersebut.

Apa lagi Greenpeace mencatat bahwa lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alam di Pulau Gag, Pulau Lawe dan Pulau Manuran telah di babat untuk aktivitas pertambangan. (Sumber :www.tempo.co).

Padahal berdasarkan UU nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, aktivitas pertambangan di pulau - pulau kecil tersebut dilarang.

Namun semua UU itu tidak berarti bagi para kapital dalam hal ini perusahaan tambang. Sebab UU tersebut dibuat oleh negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.

Ekonomi Kapitalisme menganut kebebasan kepemilikan, sehingga siapa pun yang memiliki modal bisa menguasai apa pun untuk mendapatkan keuntungan sekalipun itu harus mengorbankan alam. Karenanya pelestarian lingkungan hanya menjadi omong kosong jika sebuah negara masih menerapkan ekonomi kapitalisme.

Upaya pelestarian alam membutuhkan kepemimpinan yang berfungsi sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung).

Kepemimpinan yang seperti ini akan menjaga kelestarian alam seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam QS.Al - A'raf ayat 56.

Kepemimpinan raa'in dan junnah hanya akan terwujud didalam sistem Islam yakni khilafah.

Berbicara mengenai masalah yang terjadi di Raja Ampat, syari'at telah memberikan batasan yang jelas. Agar kekayaan alam beserta biodiversitas di daerah itu tetap terjaga kelestariannya.

Secara alamiah ekonomi hutan memiliki fungsi hidrologis produsen O² (oksigen), agregator tanah dan pencegah erosi.

Sementara ekosistem laut secara alamiah memiliki fungsi sebagai habitat bagi jutaan spesies laut, pengatur iklim global, sumber makanan bagi manusia dan berperan dalam siklus hidrologi.

Agar fungsi ekosistem tersebut tidak hilang, tentu harus ada mekanisme konservasi alam baik untuk ekosistem hutan atau laut

Konsep konservasi dalam Islam dikenal sebagai "hima". Praktek hima dilakukan pada harta milik umum yang diproteksi oleh negara.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari sha'bi bin Jutsama yang berkata " tidak ada Hima (proteksi) kecuali (hal itu) merupakan hak Allah dan Rasul-nya". (HR. Al - Bukhori).

Makna hadits tersebut adalah tidak ada hak penguasaan (Hima) kecuali negara khilafah. Allah dan Rasul-nya telah menghima tanah milik umum untuk keperluan jihad, orang - orang fakir, orang - orang miskin serta untuk kemaslahatan kaum muslim secara keseluruhan.

Jika ada khilafah maka khilafah akan menjaga kelestarian lingkungan di Raja Ampat, bahkan bisa jadi ditetapkan untuk dihima demi menjaga keseimbangan ekosistem di sana.

Khilafah tidak akan membiarkan para kapital mencaplok wilayah tersebut untuk dieksploitasi. Sebab Sumber Daya Alam adalah milik umat haram dikuasai oleh perusahaan swasta.

Rasulullah Saw bersabda :
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Menjaga kelestarian alam, mengatur wilayah untuk dihima, tidak memberi izin swasta mengelola tambang merupakan syari'at Islam yang hanya bisa dilakukan oleh negara.

Oleh karena itu sejatinya umat Islam membutuhkan institusi negara khilafah, agar semua syari'at bisa diterapkan secara kaffah.

Wallahua'lam bissawab.


Share this article via

1 Shares

0 Comment