| 12 Views
Nasionalisme dan Negara Bangsa: Penghalang Nyata dalam Pembebasan Palestina

Oleh : Ririn Wahyu yuliani
Munculnya gerakan Global March to Gaza (GMtG) bukan hanya ekspresi solidaritas kemanusiaan global terhadap penderitaan rakyat Palestina, tetapi juga sebuah cermin dari kegagalan lembaga internasional dan para pemimpin dunia, khususnya dari negeri-negeri kaum muslimin. Aksi yang dilakukan oleh puluhan aktivis ini, meski penuh semangat dan pengorbanan, justru menunjukkan bahwa kekuatan moral tanpa dukungan politik yang tegas dan terpadu akan selalu dihadang oleh tembok kekuasaan yang dibangun atas dasar kepentingan nasionalistik.
Fakta bahwa para aktivis ditahan dan diusir di gerbang Rafah oleh otoritas Mesir, negeri yang mayoritas penduduknya muslim, menyingkap tabir bahwa nasionalisme dan konsep negara bangsa telah menjelma menjadi alat penjajahan baru. Pintu Rafah, yang seharusnya menjadi jalan masuk bantuan dan dukungan ke Gaza, malah berubah menjadi simbol nyata pengkhianatan terhadap ukhuwah Islamiyah karena tunduk pada kepentingan geopolitik dan tekanan dari kekuatan adidaya seperti Amerika Serikat.
Paham nasionalisme yang ditanamkan pasca keruntuhan Khilafah Utsmaniyah telah memecah belah dunia Islam menjadi negara-negara kecil yang masing-masing sibuk menjaga batas wilayah dan kekuasaan sendiri. Ikatan kebangsaan lebih dikedepankan daripada ikatan aqidah, sehingga penderitaan umat di satu bagian dunia Islam tidak lagi dirasakan sebagai bagian dari penderitaan sendiri. Inilah warisan kolonial yang berhasil menghancurkan satu-satunya kepemimpinan politik Islam yang dahulu mampu menjadi perisai bagi kaum muslimin.
Konflik Palestina bukan sekadar konflik kemanusiaan, melainkan konflik politik global yang menuntut solusi politik pula. Maka, segala upaya penyelesaian yang terbatas pada aspek diplomasi atau bantuan kemanusiaan akan selalu terbentur oleh tembok legalitas negara bangsa yang telah dikuasai oleh sistem kapitalisme global. Umat Islam harus sadar bahwa hanya dengan menghapus batas-batas negara buatan ini dan menyatukan kembali kaum muslimin di bawah satu kepemimpinan politik Islam—Khilafah—maka perjuangan membebaskan Palestina akan menemukan arah dan kekuatan sejatinya.
Sudah saatnya umat Islam mendukung dan bergabung dengan gerakan politik ideologis yang tidak mengenal batas negara, tidak tunduk pada kepentingan kapitalis global, dan konsisten memperjuangkan tegaknya kepemimpinan Islam. Sebab hanya dengan persatuan politik Islam dan kekuatan negara adidaya baru berlandaskan syariat, Palestina dapat benar-benar dibebaskan, dan kehormatan umat Islam di seluruh dunia dapat ditegakkan kembali.
Wallahu a'lam bissawab