| 123 Views

Saat Guru Tak Lagi Menjadi Teladan

Oleh : Ummu Adi
Pemerhati Sosial

Pahlawan tanda jasa adalah gelar  mulia yang diberikan kepada seorang pendidik  yang sangat berjasa dan berdedikasi dalam mendidik  dan membina anak muridnya agar menjadi menjadi generasi-generasi unggul yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan kelak.

Akan tetapi terkuaknya kasus kekerasan dan pencabulan beberapa waktu lalu yang pelakunya disinyalir adalah oknum seorang guru  telah  mencoreng dunia  pendidikan di negeri ini. Hal yang menambah sedih bahwa ini terjadi di banyak wilayah di negeri ini, tak terkecuali  di Balikpapan, provinsi Kalimantan Timur.

Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, mengungkapkan tentang  sidang perkara pencabulan yang dilakukan oleh HRS (36 th), oknum guru Sekolah Dasar terhadap beberapa anak didiknya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara ini Septiawan SH menyatakan, HRS dituduh melakukan pencabulan terhadap empat murid perempuan, ketika menjadi guru pengganti di suatu SD Negeri yang berlokasi di Kecamatan Balikpapan Utara.  (procal.co, 21/11/2024)

Secara khusus Indonesia memiliki undang-undang tersendiri mengenai perlindungan terhadap anak, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak ini diatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak dipidana penjara maksimal 15 tahun.

Adanya undang-undang tersebut ternyata tetap tidak bisa menekan angka kekerasan seksual terhadap anak-anak.  Perilaku tindak kekerasan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur ini sudah sangat memprihatinkan. Angkanya tiap tahun meningkat. Hukum yang ada nyatanya tidak memberikan efek jera bagi pelaku.


Lembaga pendidikan  adalah  wadah untuk mencetak generasi penerus bangsa, akan tetapi justru menjadi tempat yang menakutkan, karena adanya oknum guru yang tidak bertanggung jawab.

Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan memberikan contoh), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah membangun motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan semangat).

Semboyan yang  dibuat Ki Hajar Dewantara untuk menggambarkan figur seorang guru, agar senantiasa menjadi teladan bagi murid-muridnya  ini seakan sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang ini, dengan keberadaan oknum guru yang melakukan tindakan asusila dan kekerasan fisik.

*Mengapa hal ini bisa terjadi?*

Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya perbuatan tidak terpuji tersebut.

Pertama: Lemahnya Iman. Paham sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) yang dianut oleh hampir seluruh lembaga pendidikan di dunia khususnya Indonesia berimbas pada  minimnya pendidikan agama di sekolah. Inilah yang menjadi salah satu sebab terjadinya tindakan asusila, baik yang dilakukan oleh oknum guru maupun pelajar.

Kecerdasan hanya diukur sebatas nilai diatas kertas. Prestasi hanya diutamakan dalam bidang akademis. Kurikulum di buat dengan tujuan untuk mempersiapkan anak mampu bersaing di dunia kerja. Sehingga wajar lahir pribadi-pribadi yang kering dari nilai-nilai Islam.

Kedua: Pengaruh budaya asing. Derasnya budaya asing yang masuk, melalui media digital, industri musik, film, bahkan di dunia pendidikan, turut memperkeruh kondisi masyarakat di Indonesia.

Hal ini dikarenakan kemudahan yang didapat negara-negara Barat untuk mentransfer budaya mereka. Film yang mempertontonkan adegan seronok, dan gaya hidup bebas yang lolos tayang, sehingga mudah diakses oleh masyarakat dari semua kalangan, mulai anak-anak hingga orang dewasa.

Ketiga: Gaya hidup. Banyaknya produk dari luar yang membanjiri Indonesia, melalui Food, Fun, and Fashion, menjadi tren di kalangan muda dan tua.
Ini bisa dilihat dari gaya berpakaian, bersikap dan bertingkah laku. Tidak ada lagi batasan antara guru dan murid. Hilangnya sikap hormat murid kepada guru, sikap dan ucapan yang tidak  terjaga, sehingga menimbulkan interaksi yang tidak wajar antara murid dan guru yang akhirnya timbul rangsangan secara seksual.

Ketiga faktor diatas tidak akan terselesaikan, apabila sistem pendidikan di negeri-negeri ini masih bertumpu pada sistem kapitalis-sekuler. Sistem yang menitik beratkan pada nilai-nilai materi dan ketika negara berlepas tangan dalam menciptakan pendidikan yang akan menghasilkan generasi cemerlang.

Hal ini dikarenakan system pendidikan saat ini masih  berbasis pada sistem kapitalis-sekuler yang digawangi oleh para pemodal besar, menjadikan sekolah sebagai pabrik-pabrik penghasil tenaga yang siap bersaing di dunia kerja. Apalagi dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 280 juta, pastilah ini menjadi ladang bisnis yang menggiurkan.

Dapat dipahami disini, mengapa sebagian besar lembaga pendidikan di negeri ini menjadikan pelajaran agama hanya sebagai pelengkap.
Sehingga melahirkan SDM yang  jauh dari nilai-nilai Islam. Akibatnya, banyak hal buruk yang menimpa generasi, seperti kekerasan seksual maupun pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru terhadap muridnya.

Semakin diperparah ketika aturan yang ada sangat tidak seimbang dengan akibat yang akan dihadapi anak-anak korban kekerasan. Hukuman 15 tahun tentunya sangat tidak adil. Tetapi inilah hukum yang dibuat dalam sistem sekulerisme.

*Pendidikan Dalam Islam*

Allah SWT  berfirman:

يايها الذين امنواادخلوافى السلم كافة,ولا يتبعوا خطو ت الشيطان. انه لكم عدومبين

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kedalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah [2]: 208)

Islam adalah agama sempurna yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw, yang diperuntukkan bagi seluruh manusia. Kesempurnaannya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan peribadatan dan pengaturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Termasuk diantaranya adalah pendidikan.

Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan dasar dalam kehidupan, sehingga keberadaannya di desain untuk membentuk SDM berkualitas yang berkepribadian Islam, yakni mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, mamun juga beriman dan  berakhlak mulia.
Generasi inilah nantinya yang akan mewujudkan peradaban Islam.

Untuk sampai pada tujuan ini, maka negara harus hadir, tidak hanya memberikan dukungan, namun juga menyediakan guru-guru yang juga berkualitas, dan menyediakan sarana dan prasarana.
Negara juga harus menjamin mutu pendidikan dengan metode ajar yang berbasis aqidah.

Hal inilah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, pada awal diutusnya beliau Saw sebagai rasul. Beliau Saw mengumpulkan orang-orang terdekatnya untuk diajak dan mengajarkan Islam di rumah Arqam bin Arqam, sehingga lahirlah bibit unggul yang siap merubah masyarakat jahiliah menjadi umat mulia.

Wallahu a'lam bishshawab


Share this article via

69 Shares

0 Comment