| 136 Views
PPDB Menjadi SPMB: Langkah Maju atau Masalah Lama Berulang?

Oleh : Wahyuni M
Aliansi Penulis Rindu Islam
Perubahan sistem penerimaan siswa baru oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dari PPDB menjadi Sistem Penerimaan Murid Barusan (SPMB) akan dimulai pada tahun ajaran 2025/2026. Perubahan ini mencakup penggantian sistem zonasi dengan sistem domisili serta penyesuaian kuota penerimaan siswa. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada sistem sebelumnya.
Ada beberapa perbedaan utama antara PPDB dan SPMB. Pertama, Perubahan Nama dan Istilah. PPDB menggunakan istilah "zonasi" untuk mengatur penerimaan siswa berdasarkan wilayah tempat tinggal. SPMB mengganti istilah "zonasi" menjadi "domisili" untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat. Jalur domisili ini didasarkan pada jarak antara tempat tinggal siswa dan sekolah.
Kedua, jalur penerimaan. SPMB memiliki beberapa jalur penerimaan seperti domisili, afirmasi, prestasi, dan mutasi. Ketiga, kuota penerimaan. SPMB menyesuaikan kuota. Jalur domisili untuk SMP kuota dikurangi dari 50% menjadi 40% dan untuk SMA dari 50% menjadi 30%. Jalur afirmasi untuk SMP kuota ditingkatkan dari 15% menjadi 20% dan untuk SMA dari 15% menjadi 30%. SPMB menetapkan bahwa seluruh sekolah negeri hanya akan melakukan satu gelombang penerimaan untuk memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua calon siswa. Perubahan dari PPDB ke SPMB ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi, keadilan, dan kualitas dalam proses penerimaan siswa baru di Indonesia.
Di sisi lain para pengamat pendidikan menilai bahwa perubahan ini hanya sebatas pergantian istilah tanpa menyelesaikan masalah mendasar, seperti ketidakadilan akses pendidikan dan praktik kecurangan dalam penerimaan siswa. Mereka menekankan pentingnya perbaikan sistem secara menyeluruh untuk memastikan penerimaan siswa yang lebih adil dan transparan.
Sekadar perubahan nama tidak ada artinya jika tanpa upaya nyata mewujudkan pemerataan sarana pendidikan. Apalagi dalam sistem kapitalisme hari ini, kecurangan dan akal-akalan serta kerja sama dalam keburukan mudah dilakukan.
Pergantian istilah dan teknis pendaftaran peserta didik baru belum menyelesaikan ketimpangan dalam akses pendidikan. Meski SPMB 2025 dirancang untuk memperbaiki kekurangan PPDB berbasis zonasi, beberapa persoalan utama tetap berisiko terjadi, misalnya kecurangan administrasi. Jika dalam sistem zonasi banyak ditemukan manipulasi alamat untuk masuk ke sekolah favorit, maka sistem domisili juga dapat membuka celah baru. Masalah seperti jual beli kursi, siswa titipan, serta penerimaan yang tidak transparan masih mungkin terjadi. Ombudsman RI mencatat berbagai bentuk mal administrasi, mulai dari penyimpangan prosedur hingga penyalahgunaan wewenang.
Stigma sekolah favorit dan non-favorit juga masih melekat. Perbedaan fasilitas dan kualitas tenaga pendidik menyebabkan masyarakat tetap mencari sekolah yang dianggap terbaik. Selama pemerataan sarana dan prasarana belum tercapai, perbedaan ini akan terus memicu berbagai bentuk kecurangan dalam penerimaan peserta didik baru.
Negara seharusnya fokus pada hal strategis akar masalah, yaitu buruknya layanan pendidikan di negeri ini dalam semua aspeknya termasuk pemerataan pendidikan. Ketimpangan dalam layanan pendidikan akan terus terjadi jika negara belum menjalankan perannya sebagai penyelenggara utama pendidikan. Selain itu negara perlu memastikan jaminan dan pelayanan yang memadai agar setiap anak dapat memperoleh hak pendidikan yang layak.
Kesenjangan layanan pendidikan dalam sistem kapitalisme terlihat dari beberapa aspek, seperti kurikulum sekuler yang gagal membentuk individu bertakwa, akses pendidikan yang tidak merata, keterbatasan infrastruktur serta minimnya anggaran.
- Sebagai solusi, sistem Khilafah menawarkan mekanisme untuk setiap permasalahan.
Kurikulum berbasis akidah Islam.
Kurikulum ini menetapkan arah pendidikan agar peserta didik memiliki kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam dan ilmu terapan, serta memiliki keterampilan yang bermanfaat. - Akses pendidikan gratis dan mudah.
Negara bertanggung jawab memenuhi hak pendidikan seluruh warga dengan menyediakan fasilitas yang memungkinkan lahirnya ilmuwan, pemikir, dan cendekiawan muslim. - Pemerataan infrastruktur pendidikan.
Negara memastikan pembangunan sarana pendidikan di seluruh wilayah agar guru bersedia ditempatkan di mana saja, dengan dukungan fasilitas yang menunjang proses belajar mengajar. - Pendanaan pendidikan oleh negara.
Sumber pembiayaan berasal dari baitulmal, termasuk pendapatan fai dan kharaj, serta kepemilikan umum seperti tambang dan hutan. Jika dana tidak mencukupi, negara dapat meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.
Islam memandang pendidikan adalah hak setiap warga negara baik kaya maupun miskin, pintar atau tidak. Pendidikan termasuk layanan publik menjadi tanggung jawab negara. Layanan pendidikan juga harus gratis dan berkualitas terbaik. Dari sisi kurikulum tentu harus berasas akidah Islam, yang bertujuan membentuk kepribadian Islam. Negara Islam memiliki sumber dana yang besar dan beragam, sehingga mampu mewujudkan layanan terbaik, gratis dan dapat diakses setiap individu rakyat.