| 142 Views
Bumi Pertiwi yang Terkuras dan Menangis

Oleh : Dian Ismi
Bumi pertiwi terus dieksploitasi tanpa henti. Alam yang dulu menjadi tempat bernaung kini seolah menangis, meluapkan amarahnya dalam bentuk bencana yang datang silih berganti. Dari badai, tanah longsor, hingga banjir bandang, semuanya menjadi peringatan keras bagi manusia.
Rabu pagi, 4 Desember 2025, Sukabumi menjadi saksi bisu dari tragedi ini. Ineu, warga Kampung Mariuk, RT 01 RW 01, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, mengabarkan banjir besar akibat meluapnya Sungai Cimandiri. Air setinggi lutut hingga dua meter menggenangi wilayah tersebut sejak pukul 06.00 pagi. Sayangnya, ini hanyalah sebagian kecil dari bencana yang melanda berbagai daerah lainnya.
Apa Penyebab Sungai Meluap?
Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti, menjelaskan bahwa banjir dan longsor terjadi akibat pendangkalan sungai yang semakin parah. Sebagai langkah tanggap, Kementerian PU mengerahkan 12 alat berat untuk pengerukan sungai di Sukabumi. Namun, ini hanyalah solusi jangka pendek. Penyebab mendasar dari bencana ini lebih dalam, yakni kerusakan lingkungan yang terus terjadi.
Diana juga mengungkap adanya hutan gundul di sekitar lokasi longsor di Jalan Pelabuhan Ratu. Kombinasi hutan yang gundul dan hujan dengan intensitas tinggi menjadi pemicu longsor yang mematikan. Kerusakan ini menjadi bukti nyata dari peringatan yang telah Allah sampaikan dalam Al-Qur'an, Surah Ar-Rum ayat 41:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Manusia dan Ambisi yang Merusak Alam
Kerusakan lingkungan bukan hanya karena faktor alam, tetapi juga akibat ulah manusia yang tamak. Eksploitasi sumber daya alam tanpa henti, atas nama pembangunan, telah mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan tanggung jawab terhadap bumi. Syariat Islam yang seharusnya menjadi panduan dalam pengelolaan sumber daya alam sering diabaikan. Sebaliknya, kapitalisme menjadi akar dari masalah ini.
Kekayaan alam negeri ini dikuasai oleh segelintir elit global yang hanya peduli pada keuntungan. Mereka mendapat restu dari penguasa yang seharusnya melindungi rakyat dan alam. Akibatnya, rakyat menderita, sementara lahan yang seharusnya menjadi kawasan penyerapan air diubah menjadi area eksklusif bagi kaum elit.
Solusi: Kembali pada Syariat Allah
Sudah saatnya para penguasa introspeksi, bertaubat, dan meninggalkan pemikiran sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Kerusakan lingkungan saat ini adalah akibat terabaikannya syariat Allah. Dalam Islam, pemimpin berperan sebagai pelindung (ra’in) dan pelindung rakyat (junnah). Syariat Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana, memastikan pembangunan dilakukan tanpa merusak lingkungan.
Seperti yang Allah janjikan dalam Surah Al-A’raf ayat 96:
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
Islam menawarkan solusi nyata untuk membangun kehidupan yang sejahtera, harmonis dengan alam, dan penuh berkah. Hanya dengan menegakkan syariat Allah, kita bisa menghentikan siklus kerusakan ini dan membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Wa Allahu a'lam bishawab.