| 178 Views
Remisi Dalam Sistem Kapitalisme

Oleh : Sri Setyowati
Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam
Tepat pada Hari Ulang Tahun RI ke-79 Sabtu,17 Agustus 2024, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly mengumumkan sebanyak 176.984 narapidana dan Anak Binaan menerima Remisi Umum (RU) dan Pengurangan Masa Pidana Umum (PMPU) Tahun 2024. Penerima RU terdiri dari 172.678 narapidana yang mendapatkan RU I (pengurangan sebagian masa pidana) dan 3.050 narapidana yang mendapatkan RU II (langsung bebas). Sementara itu, 1.256 Anak Binaan diusulkan menerima PMPU, dengan rincian 1.215 anak mendapatkan PMPU I (pengurangan sebagian masa pidana) dan 41 anak menerima PMPU II (langsung bebas).
Pemberian RU dan PMPU telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Selanjutnya Yasona mengatakan bahwa remisi tersebut bukan hadiah melainkan sebagai bentuk apresiasi, negara memberikan remisi kepada narapidana yang menunjukkan prestasi, dedikasi, dan disiplin tinggi dalam mengikuti program pembinaan. Dengan pemberian remisi dan pengurangan masa pidana tersebut, pemerintah menghemat anggaran negara sebesar lebih kurang Rp 274, 36 miliar dalam pemberian makan kepada narapidana dan Anak Binaan.
Sementara itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Bangka Belitung, Kunrat mengatakan saat ini persoalan yang dihadapi pihaknya adalah terkait over kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan. Kondisi overload sekitar 60 persen sampai 70 persen. Tapi masih layak dihuni. Dan saat ini sedang dilakukan proses pembangunan lapas baru yang berada di Toboali Kabupaten Bangka Selatan. (tempo.co, 18/08/2024)
Ketika kapasitas penjara overload dan pembiayaan para napi selama dalam penjara dianggap beban bagi negara, maka remisi para napi menjadi solusi. Masa hukuman menjadi relatif pendek dan ringan. Kapasitas sel tahanan para napi yang overload sehingga harus dilakukan pembangunan lapas baru, ini juga menunjukkan bahwa kejahatan dari waktu ke waktu terus meningkat. Dan hal tersebut membuktikan bahwa sistem sanksi yang ada sekarang tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan. Hukuman tidak pula dapat menjamin hilangnya kejahatan di tengah masyarakat, bahkan semakin lama semakin beragam, sadis dan mengerikan. Rasa takut para pelaku kejahatan hilang sehingga mereka semakin berani melakukan kejahatan yang lebih besar lagi.
Dalam sistem kapitalisme, standar perbuatan hanyalah untuk memperoleh manfaat berupa materi sehingga segala cara ditempuh untuk mendapatkan materi meskipun dengan cara melakukan kejahatan yang sudah jelas haramnya. Keputusan hakim di pengadilan pun bisa dipotong berupa pemberian remisi oleh kepala lapas. Bahkan hukum pun bisa dibeli untuk memperingan masa tahanan.
Maraknya kejahatan juga menggambarkan lemahnya kepribadian individu. Dan ini tidak terlepas dari gagalnya sistem pendidikan kapitalis sekuler yang tidak mampu menjadikan pribadi yang bertaqwa.
Berbeda dengan sistem sanksi dalam Islam yang merujuk pada syariat Islam yang berasal dari Allah SWT yang pasti tegas dan bisa memberikan keadilan.
Allah SWT mengharuskan pelaku kejahatan dihukum sesuai dengan kejahatannya. Allah SWT berfirman, _“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi).”_ (QS Al-An’am: 160).
Islam memiliki sistem sanksi yang khas, tegas, dan menjerakan. Setiap kejahatan akan diberi sanksi yang tegas, baik berupa hudud, jinayah, takzir, maupun mukhalafat. Penjara tidak menjadi satu-satunya jenis hukuman. Kalaupun hukumannya penjara, tidak ada pengurangan hukuman atau remisi dari masa yang sudah diputuskan hakim.
Sanksi yang tegas tersebut berfungsi sebagai jawabir (menebus dosa di dunia sehingga tidak diazab di akhirat) dan zawajir (pencegahan agar tidak ada tindak kejahatan serupa).
Selain sanksi yang tegas dan menjerakan, sistem Islam juga menerapkan sistem pendidikan Islam yang mampu mencetak individu yang beriman dan bertakwa sehingga akan mencegah individu-individu untuk melakukan kejahatan. Selain itu negara menjamin kesejahteraan rakyat secara individu per individu, baik jaminan langsung maupun tidak langsung. Jaminan langsung berupa layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengaksesnya. Sedangkan jaminan tidak langsung berupa penyediaan lapangan kerja seluas-luasnya sehingga setiap lelaki dewasa bisa bekerja dan memperoleh penghasilan untuk menafkahi keluarganya. Sedangkan fakir miskin dan orang berkebutuhan khusus akan mendapatkan santunan untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papannya.
Dengan adanya sanksi yang tegas dan menjerakan, individu-individu yang beriman dan bertaqwa, serta jaminan negara secara ekonomi yang merata maka kejahatan dapat dikurangi dan diminimalisir karena rakyat sudah merasa tercukupi kebutuhan pokoknya. Dan hanya sistem Islam yang mampu mewujudkannya.
Wallahu a'lam bi ash-shawab