| 178 Views

Marak Badai PHK Massal, Bukti Kapitalisme Gagal

Oleh : Ummu Raffi 
Ibu Rumah Tangga 

Lagi-lagi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi. Setelah sekian banyak perusahaan di berbagai daerah dihantam gulung tikar setiap tahunnya. Kabar terbaru, PHK massal melanda PT Sritex, sekaligus cambuk bagi industri tekstil Indonesia. Perusahaan yang selama ini dikenal sebagai raksasa industri tekstil di Asia Tenggara, kini harus merelakan 10.000 karyawannya kehilangan pekerjaan. 

Faktanya, ini bukan sekadar persoalan manajemen internal, melainkan dampak dari kebijakan ekonomi yang ugal-ugalan dan lebih menguntungkan kepentingan swasta serta oligarki dibanding rakyatnya sendiri.

Kebijakan pemerintah dalam membuka kran impor tekstil dari China melalui ASEAN, China Free Trade Agreement (ACFTA) serta penerapan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi pukulan telak bagi industri tekstil dalam negeri. Dengan harga yang lebih murah dan produksi massal, barang-barang impor sangat mudah membanjiri pasar Indonesia, sehingga menekan daya saing industri lokal.

Seharusnya, pemerintah melindungi industri strategis, seperti tekstil dengan kebijakan yang berpihak pada pengusaha dan pekerja lokal. Namun, dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang tunduk pada kepentingan oligarki daripada berpihak kepada rakyatnya. Alih-alih menciptakan kebijakan protektif, pemerintah justru membiarkan pasar dalam negeri dikuasai oleh produk asing.

Kondisi ini semakin diperparah dengan politik transaksional yang kerap terjadi. Bahkan, tersiar kabar bahwa PT Sritex sempat dijanjikan akan selamat, jika memilih kandidat tertentu dalam pemilu. Ini menunjukkan, betapa ekonomi dalam sistem kapitalisme sarat dengan kepentingan politik pragmatis, bukan untuk mensejahterakan rakyat.(cnbcindonesia.com, 02/03/2025)

Korban PHK ribuan pekerja PT Sritex, tentu bukan sekadar angka di atas kertas. Hal ini, menyangkut nasib buruh yang kini kehilangan mata pencaharian. Mereka harus berjuang sendiri mencari pekerjaan, di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit. Bahkan, banyak dari mereka menjadi tulang punggung keluarga, yang kini dihantui ketidakpastian ekonomi.

Selain itu, tutupnya PT Sritex juga berpotensi menular ke sektor lain. Jika pemerintah terus membiarkan liberalisasi tanpa perlindungan bagi industri lokal. Badai PHK massal pun akan terus terjadi menimpa perusahaan lain, sehingga dapat memperparah angka pengangguran dan beban sosial yang tinggi.

Sistem ekonomi Islam menawarkan solusi fundamental yang sangat berbeda dengan kapitalisme. Dalam Islam, negara bukan hanya sekadar regulator, melainkan pengelola ekonomi yang bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat. Adapun mekanisme sistem Islam dalam mencegah kestabilan ekonomi, antara lain:

Dalam sistem ekonomi Islam, negara wajib melindungi industri yang menjadi kebutuhan utama rakyat. Impor barang hanya diperbolehkan, jika tidak ada industri dalam negeri yang mampu memproduksinya. Hal ini, untuk menjaga keseimbangan pasar dalam memastikan industri lokal tetap berkembang.

Negara sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Negara, tidak akan menyerahkan nasib tenaga kerja kepada mekanisme pasar bebas yang dikendalikan oleh oligarki. Dalam kitab Nidzom Iqtishodi karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, disebutkan bahwa negara harus menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas dengan berbagai mekanisme, seperti penyediaan modal usaha (iqtha’), pengelolaan sumber daya alam oleh negara, dan kebijakan fiskal yang adil.

Sistem keuangan tanpa riba. Salah satu faktor penyebab krisis di sektor industri, yakni utang ribawi yang membebani perusahaan. Islam melarang praktek riba, namun lebih mendorong kepada sistem keuangan berbasis investasi syariah, di mana keuntungan dan risiko diberikan secara adil. Sehingga, perusahaan tidak akan terjerat utang berbunga tinggi yang dapat memicu kebangkrutan.

Pemimpin dalam Islam wajib mensejahterakan rakyat, bukan sekadar sebagai alat politik yang melayani kepentingan segelintir orang. Dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, pemimpin dalam Islam akan menjalankan tugasnya sesuai hukum syara. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: "Imam adalah raa'in (pengurus), kelak akan dimintai pertanggungjawaban  atas kepemimpinannya." (HR Muslim dan Ahmad)

Sehingga, tidak akan didapati masyarakat terlunta-lunta akibat PHK massal. Sebab, seluruh kebutuhannya terpenuhi negara. Kemaslahatan pun akan dirasakan semua elemen masyarakat. 
Kisah pilu PT Sritex, merupakan realita kegagalan kapitalisme dalam menciptakan stabilitas ekonomi yang berkeadilan. Oleh karena itu, Kebijakan liberalisasi yang tidak terkendali hanya akan membawa kehancuran bagi industri lokal serta menambah penderitaan rakyat.

Dengan demikian, Hanya sistem Islam yang mampu mengatasi kestabilan ekonomi, lebih adil dan berpihak kepada umat. Saatnya kita sebagai umat Islam, kembali kepada aturan yang sesuai syariat terbukti mampu mensejahterakan bagi seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elite.

Wallahua’lam bissawab.


Share this article via

30 Shares

0 Comment