| 23 Views
Kasus Perundungan Anak Semakin Marak, Hanya Sistem Islam Yang Mampu Menyelesaikannya

Oleh : Kiki Puspita
Lagi-lagi kasus perundungan terjadi di negeri ini. Seorang anak berlumuran darah di kepalanya usai ditendang hingga terbentur batu, lalu diceburkan ke dalam sebuah sumur di Kampung Sandang Sukaasih, Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Kejadian ini pun viral di media sosial. (CNN Indonesia).
Kapolsek Priangan Kapolsek Ciparay, Iptu Ilmansyah mengungkap kejadian yang menimpa anak itu, terjadi pada Mei 2025. Kejadiannya bermula saat ia bersama dua orang temannya dan seorang pria dewasa lainnya, berkumpul di Kampung Sadangasih. Kemudian korban dipaksa oleh kedua temannya dan satu orang dewasa tersebut, untuk menenggak tuak.
''Korban menolak, namun kemudian dipaksa untuk meminumnya setengah gelas, kemudian korban dipaksa kembali untuk merokok. Korban pun terpaksa menghisap rokok tersebut. Korban pun kemudian berencana untuk pulang, namun salah seorang temannya, korban malah ditendang yang berakibat mengenai bata hingga kepala korban mengeluarkan darah dan setelah itu korban diceburkan ke dalam sumur dengan ke dalaman sumur itu kurang lebih tiga meter'' , kata Kapolsek saat di konfirmasi.
Maraknya kasus perundungan saat ini tidak lepas dari peran keluarga dan lingkungan masyarakat yang sangat berpengaruh besar bagi kasus perundungan yang dilakukan oleh anak. Peran orang tua yang harusnya menjalankan fungsinya dengan sempurna dalam mendidik anaknya namun dalam sistem kapitalisme saat ini orang tua malah sibuk bekerja. Bukan sengaja, tapi karena kebutuhan hidup yang mahal dan sulitnya mendapatkan penghasilan guna mencukupi kebutuhan hidup, menjadikan peran orang tua tidak berjalan dengan baik.
Dalam sistem kapitalisme saat ini nilai moral dan agama juga telah dicabut dari setiap individu masyarakatnya. Masyarakat hidup dengan berasaskan liberalisme yang menyebabkan aturan agama tidak diterapkan, masyarakat pun hidup bebas.
Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme, juga tak mampu mencetak peserta didik yang berkualitas. Kurikulum yang berdasarkan sistem sekuler kapitalisme mala melahirkan banyak remaja yang bermasalah dan rusak. Nilai-nilai agama tidak diperhatikan kepada para peserta didik.
Belum lagi peran dari media masa yang banyak menunjukan aksi kekerasan, yang memberikan contoh buruk bagi anak-anak. Permainan game-game yang menggunakan aksi kekerasan dalam permainannya, banyak di permainkan oleh anak-anak sehingga aksi kekerasan bagi mereka adalah perilaku yang tidak salah dan menjadi hal yang biasa. Sudah seharusnya kita membuang sistem rusak ini, dan menggantinya dengan sistem kehidupan yang benar, yaitu sistem Islam, sistem yang datang dari Allah SWT.
Dalam sistem Islam akidah Islam akan dijadikan asas dalam mengatur manusia, dengan aturan yang terperinci dan sempurna. Dalam Islam segala bentuk kezaliman ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan bukan hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakatnya. Negara dalam sistem Islam juga memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam mewujudkan anak yang berkepribadian Islam. Menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, kezaliman dan lain sebagainya.
Ketakwaan individu dalam sistem Islam akan mendorong untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Kontrol masyarakat juga akan diterapkan dalam sistem Islam, sehingga dapat mencegah maraknya tindakan perudungan dan kejahatan yang dilakukan dalam masyarakat.
Dalam sistem Islam negara akan mewujudkan jaminan kehidupan yang bersih dari berbagai tindakan dosa dan maksiat. Negara akan menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam, sehingga terhindar dari berbagai perilaku kasar, zalim, dan maksiat.
Negara dalam sistem Islam juga akan menjamin pendidikan yang memadai bagi rakyatnya secara berkualitas dan gratis. Negara dalam sistem Islam juga akan menjaga moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim, seperti peredaran minuman keras, narkoba, dan berbagai tayangan yang merusak di televisi atau di media sosial.
Negara dalam sistem Islam adalah sebagai pelaksana utama dalam penerapan syariat Islam, negara dalam sistem Islam berwenang untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku tindak kejahatan. Lalu, bagaimana sanksi dari negara Islam kepada pelaku perundungan?
Anak di bawah umur yang melakukan perbuatan kriminal (jarimah), misalnya mencuri, melakukan pengeroyokan (tawuran), perundungan secara fisik, dan sebagainya, tidak dapat dijatuhi sanksi pidana Islam (‘uqubat syar’iyyah), baik hudud, jinayah, mukhalafat, maupun takzir. Ini karena anak di bawah umur belum tergolong mukalaf, sedangkan syarat mukalaf adalah akil (berakal), balig (dewasa), dan mukhtar (melakukan perbuatan atas dasar pilihan sadar, bukan karena dipaksa atau berbuat di luar kuasanya).
Dalil bahwa anak di bawah umur dan orang gila tidak dapat dihukum adalah berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Telah diangkat pena dari tiga golongan, yaitu orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia balig, dan orang gila hingga ia berakal (waras).” (HR Abu Dawud). Yang dimaksud “diangkat pena” (rufi’a al-qalamu) dalam hadis ini adalah diangkat taklif (beban hukum), yakni tiga golongan itu bukan mukalaf. (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, 3/36).
Perlu diketahui, dalam pandangan syariat, anak di bawah umur adalah anak yang belum balig (dewasa). Adapun jika pada seseorang sudah terdapat satu atau lebih di antara tanda-tanda balig (‘alamat al-bulugh) sebagaimana ditetapkan syariat, berarti ia sudah dianggap mukalaf dan dapat dijatuhi sanksi jika melakukan perbuatan kriminal. Sanksi yang dijatuhkan bagi orang yang menyakiti organ tubuh atau tulang manusia adalah diat.
Rasulullah saw. bersabda, “Pada dua biji mata, dikenakan diat. Pada satu biji mata, diat nya 50 ekor unta. Pada dua daun telinga dikenakan diat penuh.” (Abdurrahman al-Maliki, Nizhamul ‘Uqubat).
Oleh karenanya, jika pelaku kriminal adalah orang gila atau anak di bawah umur (belum balig), ia tidak dapat dihukum. Jika perbuatan kriminal yang dilakukan anak di bawah umur itu terjadi karena kelalaian walinya, misalnya wali mengetahui dan melakukan pembiaran, wali itulah yang dijatuhi sanksi. Namun, jika bukan karena kelalaian wali, wali tidak dapat dihukum. Namun, negara akan melakukan edukasi terhadap wali dan anak yang melakukan pelanggaran tersebut. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hlm. 108).
Ada sebuah peristiwa pada masa Rasulullah saw. terkait masalah perundungan yang selayaknya kita jadikan pelajaran. Suatu hari, Abu Dzar al-Ghifari dan Bilal bin Rabah berselisih paham. Saat sedang bertengkar, Abu Dzar keceplosan mengucapkan, “Dasar, kulit hitam!”
Bilal sangat tersinggung mendengar ucapan itu. Ia kemudian datang kepada Rasulullah saw. dan mengadukan kegalauannya. Mendengar hal itu, rona wajah Rasulullah saw. berubah dan bergegas menghampiri Abu Dzar, lalu berkata kepadanya, “Sungguh, dalam dirimu masih terdapat (sifat) jahiliah!”
Mendengar peringatan Rasulullah saw. tersebut , Abu Dzar menangis dan memohon ampun kepada Allah Taala. Ia menyesal dan berjanji di hadapan Rasulullah saw. untuk tidak mengulanginya dan segera memohon maaf kepada Bilal.
Abu Dzar pun mendatangi Bilal lalu tersungkur bersujud dan memohon Bilal untuk menginjak wajahnya. Ia menempelkan pipinya di atas tanah. Berulang kali Abu Dzar memohon agar Bilal menginjak wajahnya. “Injak lah wajahku, wahai Bilal! Injak wajahku! Injak wajahku, Bilal! Demi Allah, injak lah wajahku, wahai Bilal! Aku berharap dengannya Allah akan mengampuniku dan mengampuni sifat jahiliah dari jiwaku!”
Namun, Bilal tetap berdiri kukuh pada tempatnya, bahkan Bilal menangis mendapati Abu Dzar sedemikian terpukulnya. Bilal pun berkata, “Semoga Allah mengampuni mu, Abu Dzar. Aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku di muka yang penuh cahaya sujud pada Allah.” Keduanya lalu menangis dan akhirnya berpelukan.
Dari cerita ini kita bisa mengambil pelajaran, bahwa perundungan di dalam syariat Islam sangatlah dilarang. Jangankan perundungan menyakiti fisik, menghina saja pun dilarang dalam Islam dan itu adalah suatu perbuatan yang tercela.
Hingga kini, kasus perundungan terus terjadi, bahkan pelakunya adalah anak-anak dan tindakannya pun makin brutal. Sudah seyogianya negara ini dan masyarakat untuk belajar, berulangnya kasus serupa membuktikan bahwa sistem yang saat ini diterapkan (kapitalisme sekularisme) telah gagal membentuk generasi berkepribadian mulia. Sudah saatnya untuk mencampakkannya dan menggantinya dengan sistem yang telah terbukti menghasilkan generasi berkualitas, yaitu sistem Islam.
Satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah perundungan ini adalah dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Khilafah akan mengharuskan semua pihak yang bertanggung jawab terhadap anak, keluarga, masyarakat, dan negara.
Semua harus dilakukan dengan perubahan secara mendasar pada aspek-aspek yang menjadi pemicunya. Jika tidak, boleh jadi akan muncul terus kasus-kasus serupa dengan motif yang berbeda-beda.
Wallahu'alam bissawab.