| 98 Views
Kapitaisme Mematikan Naluri Ibu

Oleh : Sumarni S.Pd.I.
Pegiat Literasi
Kasih Ibu Sepanjang Masa, Kasih Anak Sepanjang Galah. Tampaknya peribahasa tersebut tidak lagi mencerminkan hangatnya cinta kasih sang pemilik surga. Betapa tidak, nasib pilu dialami seorang remaja perempuan di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia dicabuli kepala sekolahnya berinisial J (41) yang juga seorang PNS. Mirisnya, pencabulan ini disetujui dan diketahui ibu kandungnya yang juga seorang PNS berinisial E. Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, mengatakan kepala sekolah dan ibu korban telah diamankan polisi. Kasus ini pertama kali dilaporkan ke polisi pada 26 Agustus lalu (kumparan News,1/9/2024).
Widiarti menuturkan, kasus ini terungkap saat ayah korban mendapat informasi bahwa anaknya diantarkan ibunya ke rumah kepala sekolah. Di sana korban dicabuli kepala sekolah. Dia menambahkan, ibu korban menyetujui pencabulan itu dengan alasan untuk ritual penyucian diri. Tak dijelaskan ritual apa yang mereka jalani. "T disuruh melakukan hubungan badan dengan J oleh ibu kandungnya sendiri. Awalnya korban dijemput oleh ibu kandungnya inisial E, selanjutnya korban diantar ke rumah terlapor di Perum BSA Sumenep, dengan alasan akan melaksanakan ritual mensucikan.
Diketahui, pencabulan itu bukan hanya sekali. Ibunya kerap mengantarkan korban ke kepala sekolah. Bahkan, korban juga pernah diperkosa dan dicabuli di salah satu hotel. ”J mengaku sengaja melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap korban untuk memuaskan nafsu biologi. Berdasarkan hasil komunikasi dengan bapak kandung korban, korban mengalami trauma psikis. Atas perbuatannya, J dijerat Pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) UU RI No. 17 Tahun 2016 perubahan atas UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Motif kasus ini adalah motif ekonomi. Ibu tersebut rela membiarkan anaknya di perkosa karena diduga di iming -imingi uang dan sepeda motor oleh J. (Suara surabaya, 04/09/2024).
Sungguh miris. Seorang ibu tega melakukan perbuatan keji, bahkan mengorbankan anaknya pada tindakan amoral. Ibu yang seharusnya menjadi pelindung, pendidik utama dan pertama justru melakukan kekejian luar biasa. kejadian-kejadian serupa bukan lagi kasus di tengah masyarakat tapi sudah menjadi fenomena dengan jumlah yang cukup banyak. Ini menunjukkan adanya persoalan sistemis; Sistem yang diterapkan hari ini, terbukti gagal memanusiakan manusia Pasalnya, anak itu amanah yang seharusnya dididik, diasuh dan dibimbing untuk menjadi anak yang sholih dan sholihah. Namun justru diperlakukan dengan perlakuan yang sangat biadab, bahkan dapat dikatakan tidak berperikemanusiaan.
Kasus ini menunjukkan kepada kita bahwa matinya naluri keibuan nyata adanya. Peristiwa ini juga menambah panjang deretan potret buram rusaknya pribadi ibu dan masyarakat setelah sebelumnya terjadi peristiwa seorang ibu yang membuang anaknya, menyiksanya, mencabulinya bahkan membunuhnya. Jika di telisik, terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan matinya naluri ibu. Dimana seorang ibu harusnya melindungi anaknya tapi malah justru menyengsarakan anak sendiri.
Pertama, faktor internal yaitu pribadi dari ibu, yang jauh dari keimanan kepada Allah Swt, sehingga melakukan perbuatan yang biadab dan tidak berperikemanusiaan. Selain itu juga faktor keluarga, banyak didapati seorang ayah yang tidak menjalankan perannya sebagai pencari nafkah, sehingga ibu yang harusnya menjadi tulang rusuk malah menjadi tulang punggung keluarga.
Kedua, faktor eksternal, hilangnya fungsi negara dalam mengurusi seluruh urusan rakyat termasuk pemenuhan kebutuan rakyatnya. Sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dangan Islam. Hal itu lumrah terjadi jika kita hidup di sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan negara lepas tangan dari peran mengurusi warganya. Sebaliknya, para penguasa malah sibuk memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kroninya. Mereka juga begitu ambisius melakukan manuver politik demi syahwat kekuasaan. Akibatnya mereka abai terhadap kesejahteraan rakyat. Rakyat dalam hal ini sang ibu harus turut mengambil peran dalam keluarga agar dapur bisa terus ngepul.
Sistem Sekuler Akar Masalah Hilangnya Peran Ibu
Saat ini kita hidup di bawah naungan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal yang menjadikan negara lepas tangan dari peran mengurusi warganya. Sebaliknya, para penguasa malah sibuk memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kroninya. Mereka juga begitu ambisius melakukan manuver politik demi syahwat kekuasaan. Akibatnya mereka abai terhadap kesejahteraan rakyat.
Disadari atau tidak, sistem kapitalisme saat ini telah menjadikan para ibu berpikiran materialistis. Anak dianggap sebagai aset yang bisa dimanfaatkan demi meraih materi dan memuaskan nafsu dunia. Sekulerisme telah menjauhkan para ibu dari agama. Mereka tidak memahami bahwa anak adalah anugrah dan amanah dari Allah SWT untuk dijaga dan di didik dengan baik.Ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama dan pertama justru melakukan kekejian luar biasa. Ini menunjukkan matinya naluri keibuan nyata adanya, dan menambah panjang deretan potret buram rusaknya pribadi ibu dan rusaknya masyarakat. Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistemis dan bukti kegagalan sistem yang diterapkan, khususnya sistem pendidikan juga sistem sanksi.
Islam Menjaga Naluri Ibu Sesuai Dengan Fitrah Manusia
Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam, dimana sistem islam akan melahirkan ibu yang cerdas dan bertakwa. Ibu yang cerdas akan melahirkan para ulama dan intelektual yang akan berkontribusi besar untuk kemajuan umat sebagaimana yang pernah terwujud di masa kejayaan Islam. Para ibu telah melahirkan generasi emas yang mampu membangun peradaban Islam. Di sana, ada Imam Syafi’i yang merupakan salah satu dari empat imam mazhab. Imam Muslim dan Imam Bukhari yang merupakan ulama ahli hadis. Sementara di kalangan intelektual terdapat Al-Khwarizmi ahli matematika, Ibnu Baithar ahli farmasi, Abu Manshur al-Falaki ahli astronomi, serta masih banyak yang lainnya.
Islam menetapkan peran dan fungsi ibu, yaitu sebagai pendidik yang pertama dan utama. Islam mendorong seorang ayah agar bertanggung jawab untuk menafkahi dan memenuhi kewajiban keluarganya dengan memberikan lapangan kerja seluas -luasnya kepada setiap kepala keluarga. jika sang ayah tidak mampu bekerja maka kewajiban itu akan dialihkan kepada walinya, jika walinya juga tak mampu, maka pemerintahlah yang akan menanggung pemenuhan kebutuhan keluarga tersebut sampai sang ayah mampu kembali menjalankan kewajibannya. Negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan ibu sehingga ia akan fokus mendidik dan merawat anaknya.
Begitupun juga jika perempuan tersebut tidak memiliki suami, nafkahnya dipenuhi oleh walinya. Jika walinya dan kerabatnya tidak ada atau tidak mampu, kewajiban nafkah jatuh ke negara. Khilafah akan memberikan santunan bagi para janda dan duafa. Masyarakat juga akan memberikan bantuan kepada kalangan duafa karena sistem Islam mewujudkan masyarakat yang memiliki kepekaan sosial tinggi dan gemar tolong-menolong.
Hal ini karena Islam menetapkan peran negara sebagai ra’in, yaitu pengurus urusan rakyat dan bertanggung jawab atas urusan tersebut. Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).
Kesempurnaan sistem Islam juga tampak dari Sistem Pendidikan yang membentuk kepribadian islam, sistem sanksi dan juga sistem lain yang mampu menjaga setiap individu dalam kebaikan, ketaatan dan keberkahan Allah. Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan tersebut, yaitu membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dengan melakukan industrialisasi sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Negara juga memberikan bantuan modal dan keterampilan bagi rakyat yang ingin membuka usaha. Pada kondisi yang lain, negara akan memberikan tanah yang menganggur pada rakyat untuk dikelola sehingga produktif dan menjadi sumber mata pencarian.
Negara Islam memastikan tiap-tiap laki-laki dewasa yang sehat bekerja untuk menafkahi diri dan keluarganya. Dengan nafkah yang cukup dan jaminan negara, perempuan tidak wajib bekerja dan tidak dalam kondisi terpaksa bekerja. Perempuan bisa fokus menjadi istri dan ibu yang mengurusi anak-anaknya tanpa pusing memikirkan nafkah, biaya pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Dengan dukungan sistem yaitu suami, wali, kerabat, masyarakat, dan negara, para ibu akan berada dalam kondisi lingkungan yang kondusif untuk menjaga, mengurus, dan mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang. Selain itu, negara islam juga menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan menghasilkan output SDM berkepribadian Islam.
Demikianlah, penerapan Islam kafah oleh Khilafah akan membuat fungsi keluarga menjadi optimal. Ayah berperan menjadi pemimpin keluarga. Perempuan menjadi ibu dan pengatur rumah tangga. Keduanya mendidik anak-anak dengan baik berdasarkan syariat Islam. Dengan demikian, anak terjaga keamanannya, tidak akan ada kita dapati seorang ibu yang membiarkan anaknya di cabuli demi materi. Islam mengembalikan fitrah seorang ibu, anak-anak akan terlindungi akidah dan akhlaknya. Mereka akan menjadi generasi emas mengisi peradaban Islam.
Wallahu ’alam bisshowab.