| 144 Views
Judol Makin Miris, Hingga Menyasar ke Aparat Negara, Adakah Solusi ?

Oleh : Ni'matul Khusna
Aktivis Dakwah
Penggeledahan sebuah ruko di Bekasi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya (1-11-2024) membuahkan hasil yang mengejutkan. Bagaimana tidak, ternyata ditemukan adanya oknum dari Staf Kemkomdigi yang menjadikan ruko tersebut sebagai lokasi operasi yang melindungi sejumlah situs judol.
Dari penuturan tersangka, hanya 4.000 situs yang diblokir dari 5.000 laman judol yang terdata. Kemudian 1.000 situs yang tidak diblokir dimintai sejumlah uang sebesar Rp 8,5 juta per situsnya. Dari kasus tersebut telah ditetapkan 11 tersangka, ada yang dari staf ahli Kemkomdigi dan masyarakat.
Kini kasus judol makin meluas, dari kalangan laki-laki maupun perempuan, muda sampai tua, rakyat biasa hingga pejabat. Ini menunjukkan bahwa betapa seriusnya perkara judol. Era digital yang menjanjikan kemudahan teknologi dan informasi ternyata malah banyak disalahgunakan.
Indonesia yang merupakan salah satu negeri muslim terbesar di dunia kini menjadi “surga” bagi judol. Terungkapnya berbagai kasus judol menunjukkan betapa rusaknya sistem sekular yang diterapkan saat ini. Hingga berdampak pada rusaknya para generasi dan masyarakat.
Sekularisme melahirkan sistem kapitalis yang terbukti meniscayakan hidup rusak dan merusak. Banyaknya masyarakat yang terjebak judol, tidak lepas dari sistem tersebut.
Tak heran, jika pemberantasan judol di sistem kapitalis saat ini hanya mimpi belaka. Para pejabat yang seharusnya menjadi pihak terdepan dalam menanggulangi penyalahgunaan teknologi seperti judol, kini malah menjadi terdepan dalam menggunakan teknologi digital untuk kemaksiatan. Kecintaan mereka terhadap harta membuat mereka menghalalkan segala cara. Selama dikendalikan oleh kapitalisme, teknologi beralih fungsi menjadi alat penghancur pihak lain, di antaranya melalui konten-konten yang meracuni pemikiran masyarakat, termasuk di dalamnya judol.
Judi menimbulkan permusuhan, bahkan juga menimbulkan tindak kriminal, seperti pembunuhan. Pelaku judi selalu berharap kemenangan. Mereka enggan untuk berhenti selama memiliki uang atau barang untuk dipertaruhkan. Pada saat kehabisan uang atau barangpun, mereka masih akan berusaha, bahkan ada yang sampai mengambil barang milik orang lain dengan jalan yang tidak halal. Akibatnya hilanglah rasa solidaritas sesama teman karena dendam dan culas untuk saling mengalahkan dalam judi. Selain itu, judi juga memiliki dampak sosial dan ekonomi, seperti merusak ketahanan keluarga dengan memicu perceraian akibat kecanduan judol.
Lantas apakah ada solusi untuk permasalahan judol ini ?
Syariat Islam adalah solusi untuk memutus rantai judol. Karena Islam memiliki aturan tegas mengenai judol beserta cara menanggulanginya tanpa khawatir muncul orang-orang baru yang terlibat dalam kemaksiatan tersebut. Islam dengan tegas menyatakan bahwa judi adalah transaksi yang haram. Begitu juga dengan harta hasil judi adalah harta yang haram untuk dimiliki.
Di dalam Al-Qur'an Surah Al-Maidah [5]: 90—91 Allah Ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)"
Di dalam ayat tersebut, Allah Ta'ala memosisikan judi sebagai perbuatan setan, sedangkan setan hanya akan melakukan kejahatan dan keburukan. Islam juga memerintahkan kaum mukmin untuk menjauhi perbuatan judi, bahkan menjadikan tindakan menjauhinya sebagai keberuntungan.
Paradigma mengenai standar kebahagiaan layak diganti dengan keterikatan terhadap syariat Islam. Untuk itu, hendaklah prioritas amal perbuatannya juga menurut ketentuan hukum syarak. Allah Ta'ala berfirman:
“Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (QS Al-Maidah [5]: 47).
Selain itu, dibarengi dengan peran kontrol masyarakat dengan beramal ma'ruf nahi munkar. Tingkat kritis dan kepekaan umat adalah sebuah kemuliaan, karena tidak mendiamkan kemaksiatan sebagaimana setan bisu. Abu Ali ad-Daqqaq an-Naisaburi asy-Syafi’i berkata,
“Barang siapa yang berdiam diri dari (menyampaikan) kebenaran maka dia adalah ‘syaithan akhras’ (setan bisu berjenis manusia)” (Syarah Sahih Muslim).
Judol bisa diberantas secara tuntas hanya dengan menerapkan aturan Islam kafah. Dan itu dibutuhkan peran negara yang bertugas sebagai pelaksana syariat Islam atau hukum Allah. Khilafah adalah negara yang berdasarkan akidah Islam yang jelas akan menerapkan hukum islam di dalam negeri. Dalam permasalahan judol ini, Khilafah menerapkan aturan tegas dengan memanfaatkan teknologi berbasis akidah Islam. Tanpa basis akidah Islam, teknologi bisa menghancurkan. Sebaliknya, umat Islam tanpa teknologi juga akan terbelakang.
Selain itu, Khilafah juga berperan dalam mengedukasi masyarakat melalui berbagai jenjang sistem pendidikan. Ini dalam rangka menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam, paham syariat, serta senantiasa sibuk dengan ketaatan sehingga tidak terlintas dalam benak dan pemikirannya untuk mencari kebahagiaan melalui keharaman dan kemaksiatan.
Khilafah memberikan kesempatan bagi rakyat untuk bertransaksi ekonomi secara halal, baik offline maupun online. Oleh karena itu, Khilafah akan mengatur penggunaan teknologi digital agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas keharaman, termasuk ketika digunakan untuk bertansaksi ekonomi.
Serta untuk penjagaan, juga diberlakukan sistem sanksi yang bersifat zawajir atau pencegahan dan jawabir atau penebus dosa. Misalnya sanksi tindak pidana perjudian dalam Islam adalah takzir, yaitu hukuman atas tindak pidana yang sanksinya sepenuhnya ditentukan berdasarkan ijtihad khalifah.
Dengan seperangkat aturan di dalam Islam yang diterapkan adalah suatu keniscayaan masyarakat hidup dengan aman, tenteram dan sejahtera.
Wallahu A'lam bish-shawab