| 344 Views
Ironi Banjir Produk Cina di tengah Tumbangnya Pabrik Tekstil Indonesia

Dibuat Oleh : Widya Rahayu
Lingkar Studi Muslimah Bali
Fenomena banjir produk Cina di Indonesia telah menjadi ironi yang menyesakkan bagi industri tekstil dalam negeri. Ketika kita berbicara tentang serbuan produk tekstil dari Cina, kita tidak hanya berbicara tentang produk dengan kualitas yang lebih rendah, tetapi juga tentang barang-barang yang diimpor secara ilegal. Hal ini memperparah situasi bagi para pelaku industri tekstil lokal yang sudah terhimpit oleh berbagai tantangan. Sementara pemerintah seolah tak berdaya, industri tekstil kita terus mengalami penurunan drastis, baik dari segi produksi maupun jumlah tenaga kerja yang terserap.
Salah satu penyebab utama dari situasi ini adalah kebijakan pemerintah yang kurang responsif dan cenderung tidak proaktif dalam melindungi industri tekstil nasional. Pasalnya, berkaca dari kebijakan pembentukan satgas sebelumnya, pembentukan satgas dinilai tidak memberikan efek signifikan. Penggerebekan gudang barang ilegal di samping mendapatkan apresiasi juga mendapatkan kritik netizen.
Dikutip www.cnnindonesia.com -- Seperti yang diungkapkan dalam laporan dari INDEF, pemerintah tampaknya enggan mengambil risiko untuk menyelamatkan industri tekstil. Hal ini terlihat dari kurangnya regulasi yang efektif dan tidak adanya langkah nyata untuk menghadang arus impor barang-barang tekstil dari Cina. Bahkan, menurut peneliti INDEF, Rusli Abdullah, “Salah satu indikatornya adalah defisit neraca perdagangan pada produk pakaian yang cukup besar karena produk impor yang terus meningkat” . Defisit ini menjadi sinyal bahwa Indonesia semakin tergantung pada produk tekstil impor, sementara produk lokal semakin tidak kompetitif di pasar sendiri.
Kondisi ini diperburuk oleh maraknya impor ilegal yang tidak memenuhi standar kualitas nasional. Di pasar-pasar seperti Tanah Abang, baju anak-anak dari Cina yang masuk tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan mudah ditemukan. Hal ini menciptakan persaingan tidak sehat yang merugikan produsen lokal yang harus memenuhi berbagai standar dan regulasi yang ada di Indonesia.
Dalam laporan CNBC Indonesia, seorang pedagang mengungkapkan bahwa "Banyak pakaian anak-anak dari China masuk tanpa SNI, ini jelas merugikan kami yang mematuhi aturan” . Pernyataan ini menegaskan bahwa persaingan yang dihadapi oleh pelaku industri tekstil dalam negeri bukan hanya datang dari harga yang lebih murah, tetapi juga dari pelanggaran aturan yang secara langsung merugikan mereka.
Di sisi lain, bisnis tekstil di Cina mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah mereka, baik melalui subsidi maupun perlindungan lainnya. Ini menjadikan produk tekstil Cina lebih kompetitif di pasar global, termasuk Indonesia. Subsidi dan dukungan dari pemerintah Cina ini menunjukkan bagaimana negara tersebut melindungi dan mendorong industri domestiknya untuk berkembang di pasar internasional. Sementara itu, di Indonesia, banyak pabrik tekstil tutup dan tenaga kerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal karena tidak mampu bersaing dengan produk-produk impor tersebut.
Dalam pandangan Islam, negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa persaingan bisnis terjadi dalam suasana yang sehat dan adil. Negara wajib menyiapkan sistem bisnis yang kuat dan sehat, yang memungkinkan kompetisi terjadi secara adil. Ini termasuk memberikan dukungan dalam berbagai bentuk, seperti kebijakan yang kondusif, bantuan modal, serta perlindungan terhadap industri dari gempuran produk impor yang merugikan. Dalam konteks ini, negara harus mampu menegakkan aturan yang melindungi produsen lokal dari persaingan tidak sehat yang disebabkan oleh produk impor ilegal atau produk yang masuk tanpa memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Selain itu, dalam Islam, regulasi bisnis harus bersumber dari aturan Allah dan RasulNya, yang menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat dalam ekonomi. Negara berperan aktif dalam menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif, di mana para pelaku usaha dapat bersaing dengan sehat dan produk dalam negeri mendapatkan perlindungan yang layak. Hal ini bukan hanya demi kelangsungan industri dalam negeri, tetapi juga untuk menjaga kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada industri tersebut.
Ketiadaan regulasi yang efektif dari pemerintah Indonesia dalam menghadapi banjir produk tekstil Cina menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap industri dalam negeri. Dalam jangka panjang, situasi ini tidak hanya akan merugikan industri tekstil lokal, tetapi juga mengancam kedaulatan ekonomi nasional. Sudah saatnya pemerintah mengambil tindakan tegas untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dengan menerapkan regulasi yang lebih ketat terhadap produk impor dan memberikan dukungan yang memadai kepada pelaku industri lokal. Hanya dengan langkah-langkah konkret seperti itu, kita dapat berharap bahwa industri tekstil Indonesia bisa bangkit kembali dan tidak tenggelam di bawah arus produk impor yang tak terbendung.