| 6 Views
Gaza Menderita, Dunia Bungkam Tanpa Daya

Oleh: Novitasari
Pegiat Literasi
Anggota Kongres Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Randy Fine, mengusulkan agar Gaza "dibombardir dengan bom nuklir" sebagai respon atas pembunuhan dua staf kedutaan Israel di Washington DC. Pernyataan tersebut disampaikan dalam wawancara di Fox News. Fine menyamakan situasi ini dengan pemboman atom Hiroshima dan Nagasaki selama Perang Dunia II. Menyatakan bahwa AS tidak bernegosiasi dengan Jepang atau Nazi, melainkan langsung melakukan pemboman untuk mendapatkan penyerahan diri tanpa syarat. Pernyataannya ini menuai kecaman luas karena menyerukan penggunaan senjata pemusnah massal terhadap penduduk sipil di Gaza.
Seperti telah diketahui sebelumnya, genosida Israel di Gaza dimulai dari 7 Oktober 2023. Menewaskan sedikitnya 53.822 warga Palestina dan melukai 122.382 lainnya. Hal itu menurut angka terbaru yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Gaza. (tempo, 24 Mei 2025)
Mirisnya, kecaman terhadap Gaza dan Palestina terus berdatangan dari berbagai pihak. Malah yang paling mengkhawatirkan adalah seruan ekstremis yang mengancam akan menjatuhkan bom nuklir ke Gaza. Ancaman mengerikan ini mengincar 2 juta warga sipil dan merupakan dorongan nyata untuk penggunaan senjata pemusnah massal. Insiden ini sekali lagi menguak wajah asli Israel dan para pendukungnya yang tak segan-segan menggunakan kekerasan ekstrem. (Antara, 24 Mei 2025)
Sudah sekian lama penderitaan rakyat Palestina dibiarkan berlangsung tanpa tindakan nyata. Ketidakaktifan para pemimpin umat Islam di berbagai belahan dunia menimbulkan pertanyaan mendalam tentang komitmen mereka terhadap kemanusiaan dan keadilan. Seakan-akan suara tangisan dan jeritan kesakitan dari warga Palestina tidak sampai ke telinga mereka. Kondisi ini menuntut respon dan tindakan yang lebih tegas dari para pemimpin dunia.
Sejarah mencatat betapa besarnya perhatian Nabi Muhammad SAW terhadap Baitul Maqdis. Ekspedisi militer seperti Mu' tah dan Tabuk, serta pengutusan Usamah sebelum wafatnya, menunjukkan komitmen beliau untuk membebaskan dan melindungi kota suci tersebut. Komitmen ini berlanjut hingga masa Khulafaur Rasyidin, yang puncaknya adalah pembebasan Al-Quds oleh Umar bin Khattab. Daulah Umayyah dan Abbasiyah pun turut menjaga dan membangun Baitul Maqdis. Namun, kecintaan dan perjuangan untuk mempertahankan Baitul Maqdis tak berhenti sampai di situ. Para pahlawan Islam seperti Imaduddin Zanki dan Nuruddin Mahmud Zanki berjuang keras melawan pasukan salib, hingga akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil membebaskannya kembali. Sayangnya, perjuangan panjang ini terhenti seiring runtuhnya Daulah Utsmaniyah dan berdirinya negara Israel pada tahun 1948 dengan bantuan negara-negara Barat. Sejarah ini menjadi pengingat penting betapa sakralnya Baitul Maqdis bagi umat Islam, dan betapa gigihnya perjuangan untuk mempertahankan dan membebaskannya selama berabad-abad.
Perjuangan ini seharusnya menjadi inspirasi bagi kita untuk tetap memperjuangkan hak dan keadilan bagi rakyat Palestina.
Pentingnya persatuan umat yang kokoh, berlandaskan pada akidah Islam yang murni, menjadi kunci dalam mengatasi berbagai persoalan umat. Persatuan ini harus mampu melampaui perbedaan suku, ras, dan latar belakang lainnya, karena kita semua adalah saudara seiman. Sistem pemerintahan Islam yang adil dan kaffah menjadi penguat persatuan ini, dengan aturan-aturan yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah.
Sistem ini akan mampu mengatur dan menyelesaikan persoalan-persoalan umat dengan cara yang benar, menegakkan keadilan, dan melindungi hak-hak setiap individu. Dengan demikian, persatuan yang dilandasi akidah dan dipayungi sistem pemerintahan Islam akan melahirkan kekuatan yang mampu menghadapi segala tantangan dan mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman, adil, dan makmur.
Wallahu'alam Bishowab.