| 26 Views
Ajang Fantasi Sedarah, Bukti Kerapuhan Keluarga

Oleh: Yetti Trisnowati
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) segera mengusut tuntas viralnya grup fantasi sedarah yang keberadaannya sangat meresahkan masyarakat serta berpotensi merusak masa depan generasi muda, terutama perempuan dan anak.
Kemen PPPA mengecam keberadaan grup Facebook yang menormalisasi tindakan inses—hubungan sedarah—karena membahayakan perempuan dan anak. Kemen PPPA menegaskan bahwa proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat dari dampak konten menyimpang.
Para pelaku dapat dijerat dengan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga mendesak pihak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus grup fantasi sedarah ini secara tuntas. Meski grup telah dibubarkan, identitas admin dan pengelola dapat ditelusuri, dan proses hukum tetap harus ditegakkan agar komunitas serupa tidak muncul kembali di dunia digital. Komnas Perempuan juga mengajak seluruh masyarakat meningkatkan kesadaran dalam melindungi perempuan dan anak di lingkungan keluarga agar mereka tidak menjadi korban kekerasan seksual.
Direktur Siber Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Roberto Pasaribu, menjelaskan bahwa grup Facebook bernama “fantasi sedarah” telah dihapus oleh pihak Meta karena melanggar ketentuan platform. Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mengambil langkah tegas terhadap sejumlah grup yang menyebarkan konten pornografi bertema inses yang telah menimbulkan kemarahan publik. Meta telah menghapus enam grup terkait dan mendorong operator media sosial lainnya untuk menindak grup serupa.
Kemenkominfo akan memperkuat pemantauan media sosial dan bekerja sama lintas sektor demi menciptakan ruang digital yang aman dan sehat. Masyarakat juga diimbau untuk turut serta memantau dan melaporkan aktivitas digital negatif melalui platform aduan konten.id.
Fenomena inses ini menjadi sangat mengerikan ketika terjadi berulang di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Gambaran ini menunjukkan betapa jauhnya penerapan aturan agama dalam kehidupan. Masyarakat hidup bebas, tanpa pegangan norma atau hukum syariat, dan lebih mengedepankan nafsu serta kepuasan pribadi—layaknya binatang yang tak memiliki akal. Akibatnya, tatanan keluarga rusak, dan sistem keluarga muslim yang diidamkan runtuh menjadi puing-puing yang sulit dibangun kembali.
Inilah buah dari sistem sekuler kapitalisme yang mengabaikan agama. Ketika kehidupan tak berpedoman pada aturan Ilahi, maka hawa nafsu dan akal manusia yang terbatas menjadi penguasa. Sistem ini merusak martabat manusia dan menghancurkan institusi keluarga. Bahkan, negara abai menjaga sendi-sendi kehidupan yang menjadi pondasi masyarakat.
Islam hadir sebagai cahaya dan petunjuk untuk mengatur kehidupan manusia, termasuk dalam menjaga keutuhan dan kemuliaan keluarga. Islam mewajibkan negara untuk mengurus rakyat dengan aturan syariat, menciptakan sistem sosial yang menjaga norma dan kehormatan keluarga.
Islam mengharamkan hubungan sedarah secara tegas dan jelas. Negara Islam harus mengambil langkah preventif dengan membangun kekuatan iman dan takwa, serta menutup segala celah yang membuka peluang kerusakan. Amar makruf nahi mungkar menjadi lapisan pelindung kedua untuk menjaga martabat manusia.
Di samping itu, penerapan sanksi yang tegas terhadap pelaku pelanggaran hukum syariat akan menimbulkan efek jera dan menjaga masyarakat dari perilaku menyimpang. Dengan sistem media yang disaring dan dikontrol oleh hukum syariat, maka segala potensi penyebaran ide-ide menyimpang dapat dicegah sejak dini.
Kesucian keluarga dan kehormatan masyarakat akan terjaga bila Islam diterapkan secara menyeluruh dalam sistem kehidupan.
Wallahu a’lam bisshawab.