| 76 Views
Wakil Rakyat Ramai Gadaikan SK: Bukti Bobroknya Sistem Demokrasi

Oleh: Widya Rahayu
Lingkar Studi Muslimah Bali
Fenomena wakil rakyat yang menggadaikan Surat Keputusan (SK) setelah dilantik menjadi sorotan publik, dan bukan tanpa alasan. Berbagai laporan, seperti yang diungkap dalam berita rejabar.republika.co.id menunjukkan bagaimana sejumlah anggota DPRD di berbagai daerah, termasuk Subang, langsung menggadaikan SK mereka ke bank untuk meminjam uang hingga miliaran rupiah.
Tradisi ini bukan hanya mencerminkan mahalnya biaya politik di Indonesia, tetapi juga menjadi bukti nyata betapa rusaknya sistem demokrasi sekuler yang saat ini berlaku. Alih-alih menjalankan amanah untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, mereka justru terjebak dalam lingkaran hedonisme dan kepentingan pribadi, yang pada akhirnya memperparah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan pejabat publik.
Mahal dan Hedonis: Realitas Buruk Demokrasi
Tidak dapat dipungkiri, biaya politik di Indonesia sangat mahal. Untuk bisa meraih kursi kekuasaan di DPRD atau bahkan di tingkat nasional, calon anggota legislatif harus merogoh kocek dalam-dalam, bukan hanya untuk kampanye, tetapi juga untuk membangun citra dan membeli dukungan. Situasi ini memaksa banyak calon untuk mencari dana tambahan melalui utang, yang kemudian dibayar ketika mereka sudah menduduki kursi jabatan. Di sinilah SK yang mereka miliki menjadi jaminan bagi bank, mengingat besarnya gaji dan tunjangan yang akan mereka terima selama masa jabatan.
Namun, masalahnya tidak hanya berhenti pada mahalnya biaya politik. Gaya hidup hedonis yang berkembang di kalangan pejabat publik juga turut memperburuk keadaan. Jabatan publik dalam sistem demokrasi sekuler lebih sering dipandang sebagai alat untuk memperkaya diri dan meningkatkan status sosial, bukan sebagai amanah untuk melayani rakyat. Sebagai contoh, beberapa anggota DPRD Subang dilaporkan langsung meminjam hingga Rp 1 miliar hanya beberapa hari setelah dilantik. Hal ini jelas menunjukkan bahwa tujuan mereka bukan untuk bekerja demi kepentingan rakyat, melainkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi yang kerap kali dilandasi oleh gaya hidup mewah.
Demokrasi Sekuler dan Korupsi
Fenomena penggadaian SK ini hanyalah puncak gunung es dari berbagai permasalahan yang ada dalam sistem demokrasi sekuler. Demokrasi, yang secara teoritis diklaim sebagai sistem terbaik untuk mewakili kehendak rakyat, dalam praktiknya justru sering disalahgunakan oleh elite politik untuk memperkaya diri sendiri. Proses politik yang mahal membuat wakil rakyat lebih cenderung berfokus pada bagaimana mereka bisa kembali menutupi biaya kampanye yang telah dikeluarkan, daripada memperjuangkan aspirasi rakyat yang mereka wakili. Ini membuka jalan bagi korupsi dan penyalahgunaan jabatan yang semakin merajalela.
Di sisi lain, sistem demokrasi juga memungkinkan politik transaksional yang memperdagangkan kekuasaan dengan uang. Akibatnya, kepentingan rakyat seringkali dikesampingkan. Alih-alih memikirkan kesejahteraan umum, banyak wakil rakyat lebih sibuk memperkaya diri, memperkuat jaringan kekuasaan, dan menjaga citra politik mereka untuk pemilihan selanjutnya. Siklus ini terus berulang dan menghasilkan pemimpin yang hanya fokus pada kepentingan jangka pendek, sementara masalah-masalah mendasar seperti kemiskinan, ketimpangan, dan korupsi tidak pernah benar-benar terselesaikan.
Islam Menetapkan Jabatan Sebagai Amanah
Berbeda dengan demokrasi sekuler, Islam menetapkan bahwa jabatan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Landasan utama dari kepemimpinan dalam Islam adalah akidah yang kuat, dengan standar hukum syara' sebagai pedoman dalam setiap pengambilan keputusan. Seorang pemimpin dalam Islam, baik di tingkat lokal maupun nasional, tidak diperbolehkan memperdagangkan jabatannya atau memanfaatkan kekuasaan untuk keuntungan pribadi.
Konsep amanah dalam Islam sangatlah jelas. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kamu pimpin." (HR. Bukhari). Ini berarti bahwa seorang pemimpin dalam Islam bukan hanya bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya, tetapi yang lebih penting, ia bertanggung jawab kepada Allah SWT. Jabatan bukanlah alat untuk memperkaya diri, melainkan sarana untuk menjalankan hukum Allah di bumi dan memastikan keadilan serta kesejahteraan bagi seluruh umat.
Majelis Umat: Solusi dalam Sistem Islam
Dalam sistem Islam, aspirasi umat tidak diwakili oleh anggota parlemen yang terjebak dalam politik transaksional. Islam mengenal institusi yang disebut Majelis Umat (MU), yang memiliki peran berbeda dengan wakil rakyat dalam demokrasi. Majelis Umat adalah forum yang dipilih oleh umat berdasarkan kepercayaan, bukan berdasarkan kampanye politik yang mahal dan penuh dengan pencitraan. Anggota Majelis Umat tidak dibebani dengan biaya politik yang besar, karena mereka dipilih berdasarkan ketakwaan, integritas, dan kemampuan mereka untuk memperjuangkan aspirasi umat.
Fungsi utama dari Majelis Umat adalah menjadi perpanjangan aspirasi rakyat. Mereka bertugas untuk menyampaikan kebutuhan dan keluhan umat kepada penguasa, serta memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan syariat Islam dan kepentingan umum. Dalam sistem ini, tidak ada ruang bagi politik uang, pencitraan, atau gaya hidup mewah. Para anggota Majelis Umat bekerja atas dasar amanah, bukan karena dorongan material atau kepentingan pribadi.
Fenomena wakil rakyat yang menggadaikan SK pasca dilantik menjadi potret buruk politik demokrasi di Indonesia. Tingginya biaya politik, ditambah dengan gaya hidup hedonis para pejabat publik, menciptakan lingkungan yang subur bagi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Sistem demokrasi sekuler, yang kerap dipuji sebagai sistem terbaik, pada kenyataannya telah menghasilkan wakil rakyat yang lebih mementingkan diri sendiri daripada memperjuangkan kepentingan rakyat.
Sebaliknya, Islam menawarkan solusi yang jauh lebih adil dan transparan. Jabatan dalam Islam adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, dengan landasan akidah yang kuat dan pedoman hukum syara'. Majelis Umat dalam sistem Islam memberikan wadah yang lebih efektif untuk menyuarakan aspirasi rakyat tanpa harus terjebak dalam politik uang dan pencitraan yang berbiaya mahal. Sudah saatnya umat Islam kembali menengok kepada sistem Islam sebagai solusi atas berbagai masalah kepemimpinan dan politik yang dihadapi saat ini.