| 307 Views

UKT Naik : Cerminan Komersialisasi Pendidikan Negeri Ini

Oleh : Tresna Mustikasari, S.Si
Pemerhati Umat

Polemik mengenai kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) seperti Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Riau (Unri), dan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan kian memanas. Mahasiswa mengajukan protes dan mengeluh tentang mahalnya biaya pendidikan saat ini.

Di sisi lain, Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyatakan bahwa tidak ada kenaikan UKT, melainkan penambahan kelompok UKT. Pemerintah telah memberikan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), namun bantuan tersebut belum mencukupi seluruh kebutuhan operasional yang setara dengan biaya kuliah tunggal (BKT).

UKT ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). Biaya yang ditanggung mahasiswa mencakup BKT, UKT, dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Kemendikbud Ristek menyatakan bahwa biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar kualitas pendidikan tetap terjaga. Namun, betulkah biaya kuliah yang tinggi saat ini menjamin tingginya kualitas pendidikan? Apakah betul negara tidak mampu dibebani lebih untuk menjamin ‘pendidikan tersier’ rakyat ini?

Logis memang, semakin bagus kualitas pendidikan sebuah negara, semakin mahal biaya operasional yang dikeluarkannya. Misalnya saja untuk membeli kebutuhan fasilitas terbaik untuk penelitian, sarana dan prasarana pembelajaran, gaji pendidik yang layak, dan lain sebagainya, tentu tidak membutuhkan dana yang sedikit. Tapi oleh siapa beban pendidikan ini harus dipikul? Meskipun negara saat ini hanya mewajibkan pendidikan rakyat selama 12 tahun saja, tentu negara tidak boleh berlepas tangan dari urusan pendidikan tinggi rakyatnya.

Ternyata lepasnya campur tangan pemerintah dalam urusan pendidikan tinggi saat ini bermula dari adanya perubahan status PT menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Perubahan tersebut memiliki dampak signifikan dalam penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Transformasi ini sering kali menyebabkan kenaikan biaya pendidikan karena PTN BH memiliki otonomi lebih dalam pengelolaan keuangannya, termasuk dalam menetapkan biaya kuliah.

Salah satu faktor yang mempengaruhi status perguruan tinggi dari PT menjadi PTNBH adalah adanya program World Class University (WCU). Program ini menetapkan berbagai persyaratan untuk mencapai status universitas kelas dunia, beberapa diantaranya adalah memiliki kebebasan dan atmosfer akademik yang kondusif, dikelola secara mandiri (Self Governance), memiliki fasilitas dan pendanaan yang memadai, serta memiliki jaringan kerjasama internal dan eksternal yang kuat.

Hal tersebut diimplementasi dengan konsep Triple Helix, yaitu kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan perguruan tinggi, sehingga tentu akan menambah beban finansial. Orientasi pendidikan tinggi pun bergeser dari tujuan akademis murni ke arah pemenuhan tuntutan dunia industri, mengurangi fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan murni.

Begitulah realitas pendidikan dalam sistem kapitalis. Negara bertindak hanya sebagai penyedia jasa pendidikan dan bahkan menjadikan pendidikan sebagai bisnis yang menggiurkan.

Berbeda dengan negara yang menerapkan Islam sebagai asas dalam bernegara. Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang menjadi tanggung jawab negara. Negara Islam wajib menyediakan pendidikan dengan biaya yang ditanggung oleh negara, sehingga masyarakat dapat mengakses pendidikan tanpa beban finansial yang berat. Sistem ini memastikan bahwa pendidikan berkualitas dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi.

Tujuan utama pendidikan tinggi dalam Islam adalah untuk membangun kapasitas keilmuan dan moral individu, bukan semata-mata untuk memenuhi tuntutan industri. Pendidikan diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia secara menyeluruh, termasuk pengetahuan, keterampilan, dan akhlak, sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan negara. Kewajiban menuntut ilmu dalam kaca mata Islam adalah sepanjang hidup, tidak dibatasi hanya 12 tahun saja. Hal ini tentu menjadikan negara akan semaksimal mungkin memberikan akses pendidikan terbaik bagi seluruh warganya di berbagai kalangan usia dan status ekonomi.

Negara Islam pun memiliki berbagai sumber pemasukan, seperti zakat, jizyah, kharaj, dan pendapatan dari pengelolaan sumber daya alam. Sumber pemasukan yang beragam ini memungkinkan negara untuk menyediakan pendidikan berkualitas dengan biaya yang sangat terjangkau, bahkan gratis. Dengan demikian, pendidikan dapat difokuskan pada pembangunan kapasitas keilmuan dan moral tanpa tekanan komersialisasi. Tanpa harus bergantung pada kolaborasi Industri yang cenderung mengedepankan keuntungan.

Jika pun hasil penelitian dari pendidikan tinggi akan diindustrikan, maka yang lebih berhak adalah negara, buakan swasta. Karena dengan begitu pengabdian kampus untuk pengembangan serta memajukan rakyat dapat dengan mudah didapatkan dan dirasakan rakyat jika dikelola langsung oleh negara, bukan swasta.

Begitulah, pendekatan pendidikan tinggi yang berorientasi pada biaya dan tuntutan industri dapat menggeser fokus dari pengembangan ilmu pengetahuan yang sejati. Islammenawarkan perspektif alternatif di mana pendidikan dilihat sebagai kebutuhan dasar yang harus disediakan oleh negara, memastikan akses yang merata dan kualitas yang tinggi tanpa beban finansial yang berat. Dengan demikian, pendidikan dapat kembali pada esensinya, yaitu pembangunan kapasitas keilmuan dan moral.

Hal tersebut pernah terwujud, bagaimana islam menjadikan pendidikan menjadi bagian dasar kebutuhan rakyat dan mendapat perhatian yang banyak dari pemerintahan islam. Misalnya saja menyediakan lemari-lemari buku atau perpustakaan umum, seperti perpustakaan Darul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid di Baghdad, serta perpustakaan Al-Aziz Al-Fathimiy di Kairo yang konon menghimpun 1.600.000 jilid buku. Bahkan dalam buku sejarah disebutkan, perpustakaan tersebut tidak hanya tersebar di kota-kota bahkan pojok-pojok masjid dan juga rumah sakit. Selain itu, penghargaan yang tinggi negara berikan kepada para penulis buku dengan memberikan emas seberat buku yang dia tulis. Itu semua menunjukkan betapa pentingnya posisi pendidikan di dunia islam.

Semoga masa kejayaan Islam di dunia pendidikan akan segera bangkit kembali. Tentu semua itu akan terwujud Ketika kita berusaha terus untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara sempurna dalam segala aspek kehidupan kita. Wallahu’alam bishowab.


Share this article via

50 Shares

0 Comment