| 21 Views

UKT Melambung, dimana Kontribusi Negara?

Oleh : Eny Rf Bogor

Adalah bukan sebuah solusi dalam menyelesaikan permasalahan tingginya biaya kuliah dengan cara pinjol atau pinjaman online tetapi akan mendatangkan berbagai permasalahan baru yang semakin runyam. 
Banyak mahasiswa dan orang tua yang akhirnya mengalami stress dan depresi akibat dikejar-kejar untuk melunasi tagihan hutang online yang melambung akibat bunga riba yang dibebankan terus membengkak, bahkan ditemui ada yang melakukan bunuh diri karena tidak kuat merasakan tekanan tersebut. 

Tapi sayangnya yang terhormat Menko PMK  Muhadjir Effendy menyatakan dukungannya tentang wacana pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa guna membayar uang kuliah tunggal (UKT). Saat ini, katanya, setidaknya sudah ada 83 perguruan tinggi yang menggunakan mekanisme pembayaran uang kuliah menggunakan pinjol melalui kerja sama resmi.
Ini menunjukkan tidak adanya empati pemerintah kepada  rakyatnya, teganya menyakiti hati rakyat ditengah kesulitan permasalahan ekonomi masih juga membebani dengan biaya kuliah yang tinggi.
Alih-alih menurunkan biaya kuliah atau bahkan menggratiskan biaya tersebut tapi malah menyarankan dengan membuka hutang secara online. Padahal fakta dilapangan menunjukkan berbagai kasus gagalnya mahasiswa di berbagai Perguruan Tinggi Negeri dalam membayar ukt. 

Menunjukkan negara berlepas tangan dari tanggungjawabnya untuk mencerdaskan rakyatnya. 
Kampus dikomersilkan karena rendahnya subsidi biaya pendidikan yang hanya 20℅ dari anggaran APBN. Maka tak heran kampus menaikkan UKT sehingga akan mendatangkan dana demi  terselenggaranya kegiatan pendidikan.

Dan juga sikap rakyat yang pragmatis jalan pintas dalam menyelesaikan permasalahan dengan pinjol adalah efek dari kemiskinan, setali tiga uang buah dari penerapan sekulerisme kapitalisme yang menjauhkan tata aturan ilahi dari kehidupan.

Padahal kontribusi negara sangat dibutuhkan dalam pemenuhan hak rakyat dalam mengenyam pendidikan dengan kata lain adalah kewajiban negaralah pendidikan bisa terselenggara maka tidak ada liberalisasi dalam bidang pendidikan sehingga nantinya akan mencetak barisan generasi terdidik, para calon pemimpin, dan SDM unggul pembangun peradaban.

Dan itu sangat memungkinkan karena negara memiliki kekayaan yang berlimpah dari sumber daya alamnya, tapi sayang kekayaan itu tidak bisa dinikmati rakyat. 

Wallahu'alam


Share this article via

48 Shares

0 Comment