| 331 Views

Turunnya Angka Pernikahan Akibat Paham Liberal

Oleh : Fatiyah Danaa. H

Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Angka pernikahan di Indonesia sudah mulai tidak baik-baik saja. Laporan Statistik Indonesia, menyebut terdapat 1,58 juta pernikahan di dalam negeri pada 2023, turun 7,51% dibanding 2022 (year-on-year/yoy). Angka pernikahan ini juga menjadi rekor terendah selama satu dekade terakhir. Banyak yang menilai bahwa penurunan angka pernikahan ini belum sampai pada faktor penurunan populasi Indonesia, tetapi bukan juga perkara yang remeh dan harus diatasi penyebabnya segera. 
Penyebab utamanya adalah pergeserannya pemikiran Muslim di Indonesia. Kalangan muda saat ini sedang digempur oleh pemikiran dan budaya Barat yang merusak pola pikirnya dengan pola pikir yang liberal. Cara pandang terhadap kehidupan tidak lagi dengan kacamata agama, tapi dengan kacamata liberal sekuler yang menggemborkan free speech dan my body my choice. Kacamata liberal sekuler ini juga yang bertanggung jawab atas maraknya free sex, aborsi, KDRT, feminisme dan sampai pada posisi kalangan muda sekarang enggan atau menunda-nunda masuk ke tahap kehidupan yang mulia yaitu menikah.

Hal ini juga yang dipasarkan oleh banyak artis dan influencer yakni pola pikir dan budaya Barat yang sekarang menjadi tren di kalangan muda Indonesia, yaitu tren waithood dan childfree. Pernikahan tidak lagi menjadi sesuatu yang sakral. Hanya didasari atas suka sama suka tapi tidak ada ilmu agama yang membersamainya. Padahal pernikahan adalah sebuah ladang pahala terutama bagi kaum perempuan.

Maraknya opini di masyarakat bahwa pernikahan dianggap sebagai bentuk pengekangan bagi wanita. Inilah bentuk dari Muslim sekarang sudah jauh dari Islam. Telah terbentuk sebuah patriarchy bahwa kaum perempuan juga ingin menggapai apa yang kaum laki-laki bisa raih, seperti gaji, posisi, jabatan, sampai ingin mengdedikasikan hidupnya menjadi wanita karier. Padahal Allah telah menciptakan perempuan dan laki-laki dengan rolenya masing-masing, perempuan sebagai madrasatul ula dan laki-laki sebagai pemimpin. Ketika role ini tidak dijalankan, chaos akan bermunculan. Padahal pernikahan adalah sebuah ibadah yang paling panjang dan lama.

Terdapat riwayat yang mengatakan pernikahan adalah setengah dari agama telah sempurna. Karena dari pernikahan banyak ibadah yang bisa dilakukan asal dengan ikhlas dan niat karena Allah. Sejatinya semua aktivitas yang dilakukan dalam pernikahan adalah ibadah. Kemudian, tujuan pernikahan bukan hanya sekadar suka sama suka, tetapi ingin menggapai surga bersama-sama dan untuk memiliki keturunan. Kalau tidak ingin memiliki keturunan atau memilih untuk childfree, fungsi dari pernikahan itu sendiri sudah hilang. 

Pernikahan juga bertujuan untuk menjaga hak dan kewajiban suami dan istri. Seperti misal walaupun istri memiliki harta berlebih, suami tetap berkewajiban memberi nafkah. Laki-laki memang diciptakan Allah dengan job description yang berbeda dengan perempuan. Hakikatnya laki-laki adalah seorang leader yang akan memimpin rumah tangga. Jadi dengan hak yang terpenuhi adapun kewajiban yang harus terpenuhi. Suami wajib menjadi leader yang baik dalam rumah tangga dan istri wajib menaatinya. Inlah ketentuan Allah yang sudah banyak Muslim melupakan bahwa laki-laki dan perempuan di dunia ini memiliki role berbeda. 

Dengan isu feminisme dan emansipasi kian merasuki pola pikir Muslim bukan hanya di Indonesia tapi seluruh dunia, hal-hal dasar seperti pernikahan mulai bergeser. Sudah saatnya Muslim kembali lagi pada fitrahnya, bagaimana menjadi seorang perempuan dan laki-laki yang sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Sudah saatnya pernikahan kembali menjadi sebuah momen sakral dalam agama bukan sebuah tren yang bisa diabaikan semaunya. Sudah saatnya pola pikir liberal sekuler di setiap Muslim diganti dengan pola pikir Islam yang datangnya langsung dari Al-Khaliq. Ini semua bisa tercapai dengan sebuah kepemimpinan yang dapat menaungi seluruh Muslim, yaitu sebuah daulah Islamiyah, Khilafah.[]


Share this article via

52 Shares

0 Comment