| 231 Views

Tren kejutan Ultah berujung nyawa, kok bisa?

Oleh : Riska Azizah
Aktivis Dakwah

Perayaan ulang tahun saat ini kian di gandrungi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak, remaja hingga dewasa.

Perayaan ulang tahun pun biasanya di gelar dengan momen bahagia, canda dan tawa kini harus berakhir dengan sebuah tangis penyesalan. Peristiwa tragis tersebut di alami oleh Fajar Nugroho yakni ketua OSIS SMAN 1 Cawas, Klaten, Jawa tengah. Yang pada saat itu sedang mengadakan rapat bersama dengan teman-temanya di sekolah yang menyangkut pengembangan minat bakat yang akan di adakan pada 25 Juli 2024. Nasional. Tempo.co, (11 Juli 2024)

Perayaan ulang tahun sudah menjadi trend yang di normalisasi disemua kalangan terutama kalangan remaja seperti halnya lemparan telur, taburan tepung, prank hingga di ceburkan ke dalam kolam sudah menjadi hal yang di anggap lumrah untuk di lakukan.

Hal itu di lakukan hanya untuk menggapai kesenangan semata sehingga tidak pernah terbesit di dalam fikiran mereka tentang bahaya dan resiko yang akan di alaminya, seperti malangnya nasib ketua OSIS SMAN 1 Cawas. 

Meskipun dari pihak keluarga telah menganggap bahwa insiden pahit yang mereka alami adalah sebuah musibah yang tidak terduga, namun hal ini harus tetap di evaluasi. 

Perayaan ulang tahun kerap menjadi eksistensi diri bagi para remaja saat ini. Sehingga aktivitas yang di lakukan sering di anggap berlebihan yang dapat menjadikan korban merasa trauma, cedera serius atau bahkan mematikan. 

Hal ini menggambarkan kerendahan taraf berfikir bagi remaja saat ini yang seringkali berlaku spontan tanpa berfikir jauh mengenai dampak yang akan di alaminya. Sehingga seringkali perbuatan yang mereka lakukan hanya semata-mata untuk menggapai kesenangan belaka serta jauh dari kata produktif. 

Tingkah laku dan proses berfikir yang demikian di sebabkan oleh ketidak adanya pemahaman atas kaidah berfikir dan beramal, serta tidak adanya rasa tanggung jawab atas setiap perbuatan yang telah di lakukan nya. Hal demikian juga yang telah membentuk mereka menjadi diri yang abai terhadap tanggung jawab mengenai resiko yang telah di perbuat nya. 

Taraf berfikir remaja yang rendah juga telah menjauhkan diri mereka dari pemikiran mengenai hakikat seorang hamba, tujuan hidup dan juga dunia yang hanya bersifat sementara sehingga mereka merasa bahwa hidup di dunia ini hanya sekedar untuk bersenang-senang dan tidak ada tanggung jawab atas segala tingkah laku dan perbuatannya.

Taraf berfikir yang demikian di hasilkan dari pendidikan akidah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. 

Agama hanya di gunakan sebagai ibadah ritual belaka dan mereka hidup bebas tanpa adanya ikatan yang mengatur pola sikap dan tingkah laku mereka. Mata pelajaran agama kerap di jadikan sebagai pelajaran saja bukan sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah perbuatan.

Hal ini tentu berbeda dengan sistem pendidikan dalam Daulah Islam di bawah naungan khilafah. 

Negara tentu tahu betul bahwa remaja adalah aset bagi negara. Anak muda atau remaja juga adalah tombak peradaban yang akan menjadi penentu sebuah kemajuan.

Sehingga pendidikan dalam sistem Daulah Islam di sediakan oleh negara secara gratis dan setiap individu tidak perlu bersusah-susah untuk bekerja demi membayar sekolah. Mereka hanya berfokus pada cita-cita mereka bukan lagi mengejar eksistensi diri.

Kurikulum yang di sediakan juga akan berasaskan akidah Islam yang mampu menyadarkan setiap individu tentang hakikatnya sebagai seorang hamba yang harus patuh terhadap aturan syari’at Allah SWT Sehingga akan membawa kesadaran dalam diri setiap individu atas segala tingkah laku dan perbuatannya.

Kesadaran nya itulah yang akan menyadarkan dirinya sebelum bertindak dan mengambil keputusan, tidak gegabah dan selalu berfikir jauh mendalam mengenai resiko dan hukum-hukum dari perbuatan yang akan di ambil nya.

Membentuk rasa tanggung jawab dalam diri sehingga mereka tidak abai terhadap resiko yang di timbulkan jika terjadi dalam perbuatannya.

Negara juga akan mengedukasi setiap individu akan hal-hal yang bermanfaat sehingga menghasilkan perilaku-perilaku yang produktif bukan hanya sekedar eksistensi diri.

Oleh sebab itu, jika negara menginginkan generasi muda yang berkualitas serta memiliki karakter dan kepribadian yang kuat maka akidah Islam wajib menjadi fondasi dalam sistem pendidikan nya.

Wallahu alam bishawwab.


Share this article via

91 Shares

0 Comment