| 166 Views
Toleransi Kebablasan, Waspada Menjelang Nataru

Oleh : Khantynetta
Pemkot Surabaya memastikan kesiapan menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, dengan fokus utama pada pengamanan tempat ibadah dan menjaga kerukunan umat beragama. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan pentingnya kerja sama semua pihak untuk memastikan keamanan dan kenyamanan warga, terutama umat Kristiani yang merayakan Natal.
Pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang mengajak seluruh masyarakat untuk terus menjaga keharmonisan antar umat beragama menjelang Nataru 2024/2025, Ia juga menekankan pentingnya saling mendukung dan menghormati dalam merayakan hari besar keagamaan masing-masing, dengan menjaga toleransi sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia dan mengajak masyarakat untuk memanfaatkan momen Nataru sebagai waktu untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan.
Toleransi yang diopinikan justru tanpa sadar mengarah dan mengikuti ritual ibadah seperti mengucapkan natal, hadir dalam perayaan, memakai baju natal dan mengikuti berbagai rangkaian acara dan ibadahnya. Ini jelas bertentangan dengan akidah umat Islam, sebab mengikuti ritual ibadah umat lain telah melanggar syari’at Islam.
Toleransi kebablasan muncul dari sebuah paham yang menjadikan semua agama itu benar dalam konsep pluralisme. Paham ini lahir dari sekulerisme dengan ideologi kapitalisme yang telah banyak memunculkan paham-paham bertentangan dengan akidah Islam.
Sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan yang diadopsi negeri muslim justru menimbulkan banyak permasalahan. Akidah umat Islam semakin jauh dari pemahaman umat Islam, padahal jelas yang harus dipahami umat Islam bahwa agama Islam satu-satunya agama yang benar.
Di sinilah diperlukan kecerdasan umat Islam menyikapi toleransi ini agar tidak terjebak dengan alasan yang semakin menjauhkan umat dari pemahaman Islam.
“Tidak ada paksaan untuk masuk kepada agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Oleh karena itu, siapa saja yang ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus…”(TQS Al-Baqarah : 256)
Ayat-ayat di atas adalah batasan syar’i dalam memaknai toleransi. Yaitu toleransi yang bukan kolaborasi antar akidah. bukan pula dalam penggabungan pemahaman non-Islam, dengan Islam. Bahkan bukan pula, paksaan mengikuti kegiatan ritual mereka, dengan dalih saling menghormati dan bertoleransi antar sesama.
Allah juga telah mengingatkan dalam firman-Nya, bahwa haram mencampurkan antara kebenaran dengan kesalahan.
“Dan janganlah campur adukkan yang haq (benar) dengan yang batil (salah) dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui.” (TQS Al-Baqarah : 42)
Karenanya, toleransi secara syar’i dimaknai dengan saling menghargai tanpa adanya kolaborasi antar aqidah Islam dengan selain Islam. Ini diwujudkan dengan tidak saling mengganggu peribadatan masing-masing, membiarkan setiap non-muslim merayakan perayaan mereka masing-masing.
Sungguh betapa indahnya, jika setiap muslim mampu memahami makna toleransi yang syar’i. Ia tidak akan mengotori akidahnya dengan toleransi yang kebablasan. Ia juga akan bijak dalam melihat segala situasi. Karena ia akan melihat sesuai dengan sudut pandang Islam.
Seorang muslim yang taat pada syariat-Nya, tentu akan menghadirkan rasa menghargai antar sesama. Bertetangga dengan baik diantara muslim dan non-muslim. Dan tidak saling menyakiti diantara mereka.
Wallahu’alam bi shawwab.