| 111 Views

Tiga Pilar Penting Untuk Mengatasi Prostitusi Remaja

Oleh : Risti Az-zahra

Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan pihaknya menemukan transaksi mencapai Rp127 miliar yang diduga terkait dengan prostitusi anak. "PPATK menemukan dugaan transaksi yang terkait dengan prostitusi anak. 

Itu ada 130 ribu transaksi, angkanya mencapai Rp127.371.000.000 sekian," kata Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat. Sementara diduga terdapat 24 ribu anak dengan usia 10-18 tahun yang terlibat dalam prostitusi anak tersebut.  Itulah fakta yang terjadi pada muda mudi hari ini.

Paham sekuler yang menyusupi benak sebagian kalangan remaja benar-benar mampu mempengaruhi kehidupan. Hal ini terbukti dari perilaku para remaja yang selalu berbuat tanpa memikirkan risiko yang akan ditimbulkan dan melakukan perbuatan yang menurut mereka mampu memberikan kebahagiaan dunia semata.

Untuk kesekian kalinya, tepatnya sudah 40 kali peringatan hari anak nasional (HAN) diselenggarakan setiap tahunnya. Dengan mengusung tema yang berbeda, harapannya kondisi anak Indonesia lebih baik lagi. "Anak Terlindungi, Indonesia Maju" masih menjadi tema peringatan HAN tahun ini.

Pada tahun lalu juga mengangkat tema yang sama, artinya kondisi anak tahun kemarin masih belum berubah. Bahkan bisa dikatakan makin memprihatinkan. Salah problemnya ialah banyak sekali anak-anak yang di bawah umur 18 thn terjerat dalam prostitusi. Hal ini bahkan sudah ada saat pandemi covid-19 melanda. 

Banyak sekali faktor penyebabnya antara lain, yakni untuk memenuhi kebutuhan pribadi (karena kesulitan ekonomi orang tua), kurangnya pengawasan dari orang tua dan faktor lingkungan yakni sering mengikuti ajakan teman agar mendapatkan penghasilan secara cepat dan enak serta kurangnya pendidikan keagamaan bagi anak. 

Walaupun seberapa hebat para orang tua menanamkan pendidikan agama kepada anaknya. Tetapi jika faktor lingkungan dan negaranya saja memisahkan agama dari kehidupan (sekuler). Sistem yang dianut masih kapitalisme demokrasi. Bagaimana hal ini dapat terselesaikan jika tidak ada peran negara dan dukungan dari sang pemerintah. Hanya tambal sulam dan tidak efek jera.
 
Berbeda halnya dengan pandangan sistem Islam yang sempurna. Sebagai mukjizat untuk makhluk hidup bukan hanya manusia tapi untuk seluruh alam. Sepanjang sejarah peradaban manusia, Islam telah menunjukkan bukti tak terbantahkan. Anak akan sejahtera dan terlindungi dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah. 

Dalam Islam, ada tiga pilar yang memiliki kewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak:

Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu harus bekerja sama dalam urusan mendidik dan mengasuh anak, mencukupi kebutuhan anak, dan menjaga anak dengan dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah Taala. 

Kedua, lingkungan. Dalam hal ini, masyarakat memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat berperan sebagai pengawas perilaku anak dari berbagai kejahatan dan kemaksiatan. Masyarakat senantiasa akan melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapapun sebagai bentuk penerapan sistem sosial di tengah masyarakat.

Ketiga, negara sebagai raa'in yakni pengurus urusan rakyat. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap anak. 

Dengan demikian, anak akan hidup dalam negara yang benar-benar mengayomi anak, karena anak bukan sekadar aset negara. Mereka adalah investasi masa depan, oleh karenanya negara harus memastikan kehidupan generasi bisa berjalan dengan pemenuhan dan jaminan segala kebutuhannya. 

Menyiapkan generasi untuk menjadi generasi pola pikir Islam, berkepribadian Islam dan berakhlak mulia. Sejatinya kita sedang menyiapkan masa depan cemerlang bagi penerus estafet peradaban Islam yang akan datang. Semoga terlahir dari anak-anak kita. Aamiin

Wallahu'alam bish-shawwab.


Share this article via

104 Shares

0 Comment