| 252 Views
THR tak Adil Akibat Sistem Sekuler

Oleh : Ummu Silvi
Hari raya tinggal menunggu jari. Para pegawai pemerintahan pun telah siap bersuka cita menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Namun sayang, pegawai honorer tahun ini tak mendapatkan THR. Hal ini langsung disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Abdullah Azwar Anas (CNNIndonesia.com, 31/3/2023). Dia pun mengungkapkan bahwa pihaknya hanya mengatur THR yang diberikan untuk ASN yang gajinya diambil dari APBN dan APBD.
Meskipun demikian, Azwar menyampaikan bahwa ada perbedaan THR tahun ini bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) guru. Para pekerja yang sebelumnya tidak mendapatkan tunjangan kinerja, tahun ini akan mendapatkan THR berupa tunjangan profesi sebesar 50%. Menteri Keuangan Sri Mulyani, menetapkan pencairan THR ASN akan dilakukan bertahap mulai 4 April 2023. Besarannya sama seperti tahun lalu, yaitu gaji pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan kinerja 50%.
Fakta ini tentu sangat mengecewakan bagi para pegawai honorer, terutama tenaga pengajar. Dengan jam kerja dan loyalitas yang sama, mereka tak mendapatkan perlakuan yang adil dari negara. Di bulan-bulan biasa saja, secara umum gaji honorer dapat dikatakan jauh dari kategori layak bagi seorang pengajar. Sekarang menjelang hari raya, perlakuan tak adil masih juga dirasakan para pegawai honorer.
Ketetapan tersebut mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Ketua DPR RI, AA La Nyalla Mahmud Mattaliti. Menurutnya, pemerintah selayaknya dapat memperhatikan rasa keadilan pada semua pegawai, tak perlu memandang statusnya sebagai pegawai tetap atau pegawai honorer. Karena jam kerja dan resiko kerjanya sama, tentu penghargaan yang diberikan pun semestinya adil.
Tak adil! Tunjangan Hari Raya (THR) yang seharusnya bisa dinikmati oleh semua pegawai, tetapi nyatanya tidak diberikan secara merata oleh negara. Bahkan, pemberian THR sering kali menjadi isu yang menimbulkan kejadian tak menyenangkan di masyarakat. Hal ini dapat dianggap sebagai potret lemahnya jaminan negara atas kesejahteraan pegawai, terutama dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme.
Ketidakadilan di sistem kapitalisme bukan lagi menjadi rahasia bahkan memang tabiatnya. Sistem ekonomi kapitalisme selalu didasarkan pada prinsip kepemilikan privat terhadap aset dan sumber daya produksi. Mengingat sistem ekonomi kapitalisme memiliki keterbatasan sumber pemasukan. Oleh karena itu dana yang ada tidak mencukupi untuk semua pegawai, sehingga dipilihlah para pejabat dan ASN (Aparatur Sipil Negara). Lantas, mengapa sistem kapitalisme masih dipertahankan?
Terbukti, aturan undang-undang yang dibuat menetapkan bahwa THR hanya diberikan untuk mereka yang telah menjadi ASN, selain itu maka tidak diberikan. Padahal, mereka memiliki kapasitas kerja yang sama, dan mengabdi juga pada negara, tetapi gegara status ASN dan yang bukan, menjadikan alasan ketidakadilan pemerintah dipertontonkan. Tampak sekali kebijakan yang dibuat berat sebelah.
Ketidakadilan pun semakin jelas, saat pemerintah menetapkan kebijakan pemberian THR tetap diberikan kepada para pejabat negara, mulai dari menteri, presiden, hingga para anggota DPR. Segala kebijakan yang ditetapkan, tentu saja melukai masyarakat. Di tengah kondisi ekonomi yang kian sulit, gaji bulanan para honorer pun sangat tak manusiawi. Sementara di sisi lain, lapangan pekerjaan sangat sulit didapat, rakyat pun semakin terhimpit keadaan.
Sistem kapitalisme sekuleristik semakin menampakkan watak aslinya. Segala kebijakan yang ditetapkan hanya bertumpu pada kepentingan golongan tertentu yang memiliki kekuasaan, tak peduli segala akibat yang ditimbulkan, tak peduli saat rakyatnya kesusahan. Memprihatinkan!
Selayaknya, setiap pegawai mendapatkan perlakuan dan penghargaan yang sama dari negara. Posisinya adalah sebagai pegawai dengan jam kerja dan resiko yang sama. Yang membedakan hanya bidang keahlian masing-masing, bukan posisi sebagai tenaga tetap atau tenaga kontrak. Ini pun seharusnya mendapatkan perhatian serius dari negara. Namun, hal tersebut mustahil diterapkan dalam sistem kapitalisme. Sistem ini memang rusak dan melahirkan ketidakadilan dalam pelayanan kebutuhan masyarakat. Semua kebijakan ditetapkan sesuai pesanan penguasa yang memiliki wewenang.
Setiap pelanggaran yang dilakukan penguasa, pasti mendapatkan sanksi tegas dari negara. Tak hanya itu, pagar iman dan takwa pun menjadi perisai tangguh, untuk menjaga watak pemimpin, agar senantiasa menjaga kepemimpinannya. Kepemimpinan mereka senantiasa berorientasi pada kesejahteraan dan keamanan seluruh umat, bukan sekadar asas manfaat.
Sungguh, tugas seorang pemimpin tidaklah ringan. Segala pertanggungjawabannya akan diperhitungkan di hari hisab kelak. Watak pemimpin yang terlahir dalam sistem Islam adalah pemimpin yang penuh iman takwa, dengan akhlakul karimah dan amanah dalam memenuhi seluruh kebutuhan umat.
Berbeda dengan sistem Islam yang menyejahterakan seluruh rakyat, karena merupakan kewajiban negara untuk menjaminnya. Semua ketentuan itu hanya dapat direalisasikan oleh institusi Khilafah Islam yang sumber hukumnya Al-Qur'an dan Hadis. Khilafah Islam memiliki berbagai sumber pemasukan negara seperti Sumber Daya Alam (SDA), lembaga mal dan banyak lagi sehingga mampu menjamin kesejahteraan seluruh pegawai.
Solusi Islam terhadap masalah THR (Tunjangan Hari Raya) Tidak Merata dan potret lemahnya jaminan negara atas kesejahteraan pegawai dapat dilihat dari beberapa aspek yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok dan kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diambil berdasarkan pemahaman Islam:
Pertama, Pemenuhan Kebutuhan Pokok Masyarakat. Islam menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, termasuk kebutuhan pangan, sandang, dan papan, serta kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara memiliki tanggung jawab untuk menetapkan strategi politik yang memungkinkan menyediakan kebutuhan pokok ini.
Kedua, Politik Ekonomi Islam. Islam mengharuskan negara untuk menyelenggarakan Politik Ekonomi Islam, yang mencakup kebijakan untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan manusia dalam bidang ekonomi. Tujuannya adalah untuk memastikan terpenuhinya semua kebutuhan pokok dan kebutuhan pelengkap secara keseluruhan.
Ketiga, Penyelesaian Persengketaan. Islam menganjurkan pembentukan wadah penyelesaian persengketaan perburuhan, baik berbentuk perorangan maupun lembaga, untuk menyelesaikan perkawinan antara pengusaha dan pekerja. Wadah ini bersifat mengikat dan final, dengan tenaga ahli yang adil dan ahli dalam masalah perburuhan.
Dengan solusi-solusi ini, Islam menawarkan pendekatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah THR Tidak Merata dan potret lemahnya jaminan negara atas kesejahteraan pegawai. Solusi ini menekankan pada memenuhi kebutuhan pokok dan kesejahteraan masyarakat, serta pengaturan yang adil dan rinci dalam transaksi kerja dan penyelesaian persengketaan. Bahkan dalam sejarah, Islam telah membuktikannya.