| 55 Views

Tapera Menyengsarakan dan Beban Baru Rakyat

Oleh : Khantynetta

Di tengah himpitan ekonomi yang semakin mencekik rakyat, penguasa tak henti-hentinya mengambil pungutan dana dari rakyat.Setelah UKT berlalu terbitlah Tapera (tabungan perumahan rakyat), rakyat sudah banyak mengalami kesulitan namun ditambah lagi dengan program ini. Selain menanggung kehidupan yg berat, dengan biaya serba mahal seperti pendidikan, kesehatan, sembako, listrik dan lain sebagainya.

Polemik Tapera sebenarnya sudah bergulir sejak penerbitan PP (peraturan pemerintah)Tapera pada 2020. Tapera kembali ramai menjadi perbincangan setelah pemerintah mengubah PP No. 25/2020 menjadi PP No. 21/2024. Meski sebagian besar isinya tidak banyak berubah, tetap saja pemotongan 3% gaji pekerja untuk Tapera sangat membebani rakyat. Besarnya iuran Tapera 3% dengan rincian 0,5 % ditanggung pemberi kerja dan 2,5 ditanggung pekerja. Ini berarti, setiap  bulan gaji peserta akan dipotong 2,5 % untuk kebutuhan iuran Tapera.Kini ditambah lagi pungutan Tapera yang sifatnya wajib.Sudah ada sanksi yang disiapkan oleh pemerintah untuk pekerja  maupun pengusaha yang menolak program ini. Mulai dari sanksi administratif, denda hingga ancaman pencabutan izin usaha untuk para pengusaha.

Menurut Presiden Partai Buruh, Said Iqbal sekarang ini, upah buruh Indonesia rata-rata adalah RP 3,5 juta perbulan.Bila dipotong 3% perbulan, maka iurannya adalah sekitar RP 105.000 perbulan atau RP1.260.000 pertahun.Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampe 20 tahun kedepan, uang yang terkumpul adalah RP 12.600.000 hingga RP 25.200.000.Pertanyaannya untuk 10-20 tahun kedepan adalah harga rumah dengan nominal tersebut?(Sindonews.com.29/5/2024).

Tapera merupakan singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat. Program ini diluncurkan untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Pemerintah beralasan bahwa Tapera ini adalah menyediakan perumahan bagi masyarakat yang belum memiliki perumahan.Ada 9,9 juta orang Indonesia yang belum memiliki rumah. Ada 14 juta warga berpenghasilan rendah yang tinggal di rumah yang tidak layak huni. Ada 81 penduduk usia milenial (usia 24-40 tahun) kesulitan memiliki hunian.

Iuran Tapera hanya bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir. Namun, kebijakan ini ditentang banyak pihak, terutama pekerja dan asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), yang menolak kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ) yang menjadi iuran wajib baik bagi pekerja atau pun perusahaan. Apindo menegaskan Tapera hanya menambah beban iuran yang sebelumnya sudah diambil melalui jaminan sosial, kesehatan hingga pesangon sekira 18,24% sampai 19,74%.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani menjelaskan iuran wajib Tapera ini dinilai hanya menambah beban baik bagi pekerja maupun pengusaha. Pasalnya sejak sebelum Tapera, beban iuran yang dipotong dari gaji karyawan dan pendapatan perusahaan sudah terlampau besar.

"Saat ini beban-beban yang telah ditanggung perusahaan itu hampir 18,24% sampai 19,74%. Nah ini apa saja, ada Jamsostek, JHT (Jaminan Hari Tua), jaminan kematian, kecelakaan kerja, pensiun jaminan sosial kesehatan, ada cadangan pesangon dan ada macam-macam jadi jumlahnya besar," ujar Shinta. Sindo News, Jumat (31/5/2024).

Merujuk pada UUD 45, seharusnya menyediakan 
 rumah merupakan tanggung jawab pemerintah, bukan mengambil iuran dari rakyat lalu pemerintah hanya sebagai pengumpul.Jelas ini merupakan kebijakan zalim di luar nalar.Di tambah lagi dengan adanya sanksi bagi peserta yang tidak bayar iuran yang telah diatur dalam PP no 25 THN 2020.

Program Tapera telah membuka topeng, buruknya jaminan negara atas tanggung jawabnya dalam memberikan hunian kepada rakyatnya. Di sisi lain, Tepara sudah  jelas bentuk palakan yang semakin menyengsarakan rakyat, di tengah segala kebutuhan pendidikan yang tidak bisa dijangkau rakyat miskin, dan sekarang negara pun lepas tanggung jawab dalam memberikan kebutuhan dasar masyarakat. Tidak dapat dimungkiri, Tapera adalah imbas diterapkannya sistem kapitalis, yaitu negara menjadikan rakyat sebagai ladang pemasukan, dengan adanya sistem memberikan pelayanan kepada yang bermodal. 

Sangat ironis, dengan keadaan sumber daya alam bangsa Indonesia yang melimpah, yang kaya akan sumber bahan baku untuk membangun perumahan mulai dari tanah,  batu-batuan, hingga kayu. Seharusnya potensi tersebut negara mampu membangun kebutuhan sandang, pangan dan papan secara gratis. Namun, sebaliknya rakyat semakin miskin dengan berbagai kebijakan kapitalisnya.

 

Pandangan Islam

Dalam Islam, pemimpin hadir memberi layanan sebaik mungkin. Tugasnya adalah mengurus urusan rakyat, bukan mengeruk keuntungan dari rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).

Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar bagi rakyat. Sudah semestinya penyelenggara perumahan rakyat sepenuhnya menjadi tanggungan negara, tanpa kompensasi dan tanpa iuran wajib, semua ditanggung negara. Negara bukan pengumpul dana rakyat. Negara bertugas memenuhi kebutuhan rakyat.

 seorang pemimpin negara akan mengelola keuangan sesuai dengan pandangan syariat. Mereka tak akan bermain-main dengan riba, di saat Islam mengharamkannya. Tak akan memberikan hak pengelolaan sumber daya alam kepada pihak swasta, ketika Islam melarangnya. Sumber-sumber pendapatan negara dari yang telah ditentukan Allah, itulah yang digunakan untuk mengurusi kemaslahatan mereka. Semua itu ada dalam manajemen keuangan negara Khilafah, yaitu APBN yang berbasis baitul maal.

Sumber-sumber pemasukan telah dirancang Allah SWT sedemikian rupa sehingga cukup untuk pembiayaan kebutuhan pokok mereka, baik sandang maupun papan tempat tinggal. Juga untuk membiayai pelayanan kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Salah satu sumber itu berasal dari barang tambang seperti batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya, yang jumlahnya berlimpah. Pengelolaan sumber-sumber ini dilakukan sepenuhnya oleh negara, sehingga akan tercukupi dana untuk melayani kebutuhan pokok rakyat secara gratis. Sebuah desain yang meniscayakan negara khilafah memiliki ketahanan finansial yang yg memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya di setiap saat.

Wallahua’lamubishshowab.


Share this article via

72 Shares

0 Comment