| 68 Views
Tapera Menambah Beban Rakyat

Oleh : Ihsaniah Fauzi Mardhatillah
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Tapera, apa sih itu Tapera? Tabungan perumahan rakyat yang saat ini sedang banyak dibicarakan. Tabungan seharusnya tidak dipaksakan bukan? Tapi nyatanya, dengan adanya tapera ini akan semakin mempersulit keadaan rakyat dengan ekonomi lemah karena menambah beban bagi rakyat. Karena, pemotongan gaji yang diperoleh sudah menjadi otomatis dengan adanya program tapera ini.
Agenda yang tengah digaungkan pemerintah ini memantik kontroversi di masyarakat. Gelombang penolakan pun terus terjadi. Pasalnya, setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2024 perihal tapera resmi dirilis, sebelumnya hanya PNS yang diwajibkan menjadi peserta program ini. Kini, pekerja swasta dan mandiri ikut dilibatkan. Pemerintah akan mewajibkan perusahaan memotong gaji karyawannya sebesar 3% sebagai iuran tapera, dengan rincian beban tanggungan 0,5% oleh perusahaan pemberi kerja dan 2,5% bagi pekerja.
Padahal tidak semua orang ingin ikut dalam program tersebut karena penghasilan saat ini yang diterima rakyat sangat kecil apalagi jika UMR yang menjadi patokan. Untuk memenuhi kebutuhan pokok saja para ibu harus ikut terjun di dunia kerja. Itu saja masih banyak sekali yang belum terpenuhi. Angka 3% mungkin terlihat kecil. Tetapi bagi pekerja dengan gaji di bawah UMR, sebelum terkena potongan Tapera pun tidak mencukupi kebutuhannya. Karena, sebelum adanya tapera sejumlah iuran seperti jaminan sosial ketenagakerjaan, BPJS, pajak, jaminan hari tua, pensiun, kematian dan lainnya telah banyak memangkas pendapatan masyarakat. Tentu saja, setoran Tapera membuat ekonomi kian terimpit.
Kondisi ini merupakan buah dari penerapan ideologi kapitalisme, yakni ideologi yang melepaskan peran negara untuk mengurusi dan menjamin kemaslahatan seluruh rakyat. Negara juga tidak mempunyai kewajiban menjamin lapangan kerja, kesehatan, pendidikan, keamanan, listrik serta kebutuhan dasar rakyat yang lain. Tampak jelas dengan dicabutnya subsidi di semua sektor, yang terakhir dari sektor pendidikan dengan naiknya UKT yang berlaku tahun depan.
Jika kemarin harga beras melambung dirasakan ibu-ibu, heboh UKT yang membuat mahasiswa menjerit, kini giliran tapera mengguncang dunia pekerja. Esok bisa jadi lainnya lagi. Secara refleks menambah penderitaan rakyat. Bila ditambah dengan program yang dipaksa harus bayar, maka yang miskin semakin dibuat miskin, yang susah dibikin semakin susah. Seakan pemerintah tidak peduli dengan nasib rakyatnya.
Apakah rakyat harus mengikuti alur ini? Nasib rakyat kecil yang semakin hari makin susah tidak akan pernah merasakan kesejahteraan dan kedamaian. Tidak adanya sistem Islam yang dijalankan saat ini menjadi penyebabnya. Maka kebijakan apa pun dari penguasa akan tetap berjalan. Pemerintah tidak hadir sebagai pelayan rakyat, karena sistem yang dijalankan saat ini tegak di atas landasan yang rusak. Bahkan, menafikan halal dan haram serta menjunjung tinggi nilai-nilai materil dan manfaat.
Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam negara Islam, yakni Islam yang menjamin terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat yang hidup di bawah sistem ini. Dalam Islam, pemimpin diposisikan sebagai pengurus (raa’in) dan pelayan rakyatnya. Tugasnya mengurus seluruh urusan rakyat, bukan mengeruk keuntungan dari rakyat. Islam menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok setiap warga negara Islam secara menyeluruh, mulai dari sandang, pangan dan papan, dengan mekanisme yang telah ditetapkan syariat. Sebagai salah satu kebutuhan pokok rakyat, maka semestinya penyelenggara perumahan rakyat sepenuhnya menjadi tanggungan negara, tanpa kompensasi berupa iuran wajib untuk memampukan rakyat memiliki rumah.
Dalam sistem Islam seorang pemimpin harus memastikan terbukanya lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya. Hanya saja, tingkat pendapatan rakyat tentu berbeda-beda sesuai kapasitasnya. Karena itu, jika ada rakyat miskin yang sulit membeli rumah, maka Islam akan hadir sebagai penjamin pemenuhan pokok ini. Dalam menjalankan tanggung jawabnya ini, Khalifah tidak dibenarkan berperan sebagai regulator, apalagi hingga mengalihkan tanggung jawab ini kepada pihak swasta atau korporasi.
Untuk pembiayaan pembangunan perumahan rakyat miskin, diambil dari baitul maal yang bersifat mutlak. Sumber-sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran baitul maal sepenuhnya berdasarkan ketentuan syariat, artinya pemerintah tidak dibenarkan menggunakan konsep anggaran berbasis kinerja, apa pun alasannya, apalagi sampai mengomersialkan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok perumahan.
Bagi rakyat miskin yang memiliki rumah, namun tidak layak huni dan harus direnovasi, maka khilafah harus melakukan renovasi langsung dan segera agar hasilnya bisa langsung dirasakan oleh mereka. Khilafah tidak boleh menyerahkan dana pembangunan rumah rakyat miskin kepada operator properti, karena bisa leluasa mengomersilkan hunian yang dibangun dari dana tersebut untuk mencari keuntungan.
Khilafah juga bisa langsung membangunkan rumah untuk rakyat miskin di lahan-lahan milik negara. khilafah juga boleh memberikan tanah miliknya kepada rakyat miskin secara gratis untuk dibangun rumah selama bertujuan untuk kemaslahatan rakyatnya. Demikianlah jaminan terpenuhinya perumahan bagi rakyat hanya akan terwujud dalam pemerintahan Islam.[]