| 9 Views
Sungguh Malapetaka Besar "Indonesia Pasar Narkoba"

Oleh : Sumarni Ummu Suci
Badan Narkotika Nasional (BNN) memperkirakan potensi nilai transaksi belanja narkoba di Indonesia mencapai Rp 524 triliun / tahun (sumber : www.antaranews.com)
Sejauh ini BNN telah menjalankan kebijakan dan strategi dalam menangani masalah narkoba. Diantaranya Penguatan kolaborasi Penguatan intelejen Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).Penguatan wilayah pesisir dan perbatasan negara, penguatan kerja sama dengan negara perbatasan, tematik dan ikonik hingga penguatan sumber daya dan infrastruktur.(sumber : www.cnnindonesia.com).
Namun upaya tersebut nyatanya tidak memberi pengaruh.Beberapa waktu lalu Polda Metro Jaya masih menemukan kasus peredaran narkotika jenis sabu di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK)2 Jakarta Utara sebanyak 10 kg sabu di sita.(Sumber : www.detik. com)
Bahkan TNI angkatan laut melalui lanal Tanjung Balai Karimun berhasil menggagalkan upaya penyelundupan narkoba jenis sabu sebanyak 705 kg dan kokain sebesar 1,2 ton yang berusaha memasuki perairan Indonesia melalui selat Durian kepulauan Riau pada Selasa 13 Mei. (sumber : www.antaranews.com).
Besarnya nilai transaksi narkoba di berbagai wilayah negeri ini menjadi indikator nyata bahwa peredarannya kian marak dan mengakar dalam kehidupan masyarakat.
Permintaan yang tinggi menunjukkan bahwa konsumsi narkoba telah meluas. Tidak hanya dikalangan tertentu, tetapi juga merambah ke berbagai lapisan sosial.
Banyak pihak yang tergiur oleh keuntungan besar yang bisa di raup dari bisnis haram ini. Menjadikan ladang cuan yang menggiurkan meskipun resikonya tinggi.
Penomena ini tidak bisa di lepaskan dari pengaruh sekulerisme yang telah menjauhkan nilai - nilai agama dan kehidupan publik dan pribadi.
Sekulerisme mendorong gaya hidup hedonis dan bebas dimana ukuran benar dan salah ditentukan oleh keuntungan materi dari pada pertimbangan moral atau hukum agama.
Dalam pandangan ini segala sesuatu sah - sah saja selama mendatangkan keuntungan tanpa memperdulikan apakah itu halal atau haram.Akibatnya banyak individu dan kelompok yang rela menempu jalan haram termasuk memperdagangkan narkoba demi memperoleh kekayaan instan.
Tanpa adanya aspek ruhiyah bahwa kita adalah makhluk ciptaan Allah SWT dan hanya Allah yang layak mengatur kehidupan manusia. Masyarakat akan terus terjerumus dalam gaya hidup yang merusak.
Negara dengan sistem sekuler kapitasm cenderung melahirkan masyarakat yang materialistik dan liberal. Dimana pencapaian materi menjadi tujuan utama tanpa peduli nilai moral dan agama.
Dalam kerangka ini, bisnis narkoba dianggap sebagai peluang ekonomi yang menguntungkan.Sehingga meski secara hukum dilarang, prakteknya tetap marak.
Penegak hukum pun sering setengah hati. Gembong narkoba jarang tersentuh. Sementara pelaku kecil yang dijadikan kambing hitam.
Lemahnya komitmen pemberantasan ditambah kemungkinan keterlibatan oknum menjadikan predator narkoba sulit diberantas.
Dalam sistem yang mengutamakan kebebasan dan keuntungan, kejahatan seperti ini justru mendapat ruang untuk terus tumbuh dan merusak masyarakat.
Berbeda dengan negara yang menerapkan aturan Islam khilafah Islamiyyah. Dalam pandangan Islam narkoba merupakan barang haram, karena dampaknya yang merusak akal, fisik dan jiwa manusia.
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga akal sebagai salah satu maqashid Al - syariah ( tujuan utama syari'at) karena akal adalah sarana utama manusia dalam memahami kebenaran dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah.
Segala sesuatu yang membahayakan akal seperti narkoba dan adiktif lainnya jelas diharamkan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan". (QS.Al - Maidah : 90)
Meskipun ayat ini secara eksplisit (jelas) menyebutkan khamr (minuman keras) para ulama sepakat bahwa segala zat yang memabukkan atau melemahkan kesadaran termasuk narkoba masuk dalam kategori yang sama dan hukumnya haram.
Oleh karena itu negara yang menerapkan syari'at Islam wajib berperan aktif dalam mencegah dan memberantas peredaran narkoba. Tidak hanya demi menegakkan hukum Allah tetapi juga sebagai bentuk perlindungan terhadap rakyatnya.
Negara bertanggung jawab menjaga keselamatan jiwa dan akal warganya serta menciptakan lingkungan yang bersih dari kerusakan moral dan sosial akibat Penyalahgunaan narkoba
Islam tidak hanya mengharamkan narkoba tetapi juga menerapkan sanksi tegas bagi siapapun yang terlibat dalam penyalahgunaannya.
Bagi pengguna, Islam menetapkan hukuman ta'zir yakni sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh negara atau hakim syar'i sesuai tingkat pelanggaran. Sanksi ini memberikan efek jera dan menyelamatkan jiwa pelaku dari kehancuran lebih lanjut.
Adapun bagi pengedar dan produsen narkoba hukumannya bisa sangat berat bahkan hingga hukuman mati, karena tindakan mereka mengancam keselamatan masyarakat luas dan merusak generasi.
Dalam kerangka syari'at, negara bertanggung jawab penuh dalam melindungi rakyat dari bahaya narkoba. Tidak hanya melului sanksi hukum, tetapi juga dengan upaya preventif.
Salah satu langkah penting adalah menyediakan pendidikan Islam secara gratis dan merata kepada seluruh rakyat.
Pendidikan ini bukan sekedar transfer ilmu, melainkan pembentukan kepribadian Islam yang kuat yang menjadikan halal haram sebagai tolok ukur perbuatan.
Dengan aqidah yang kokoh dan pemahaman Islam yang benar, individu akan memiliki kesadaran untuk menjauhi narkoba dan segala bentuk maksiat lainnya. Bukan karena takut sanksi semata tetapi karena dorongan keimanan dan tanggung jawab sebagai hamba Allah.
Hanya sistem khilafah yang mampu menuntaskan persoalan narkoba secara menyeluruh dengan penerapan hukum Islam kaffah terhadap masyarakat.
Wallahua'lam bissawab.