| 18 Views

Scan Mata Dapat Uang? Hati-Hati, Bisa Bahaya!

Oleh : Ayu Lailiyah
Aktivis Dakwah

Di berbagai belahan dunia seperti Jerman, Afrika, dan Asia terdapat fenomena yang sedang menarik perhatian banyak orang. Fenomena tersebut adalah pendaftaran retina manusia ke dalam sistem digital, World Coin. Di depan alat bulat mengkilap bernama 'Orb' banyak orang mengantre. Mesin 'Orb' akan memindai retina mata secara rinci dan menyimpan pola unik pembuluh darah dan itu tidak mungkin bisa dipalsukan. Setelah retina mata dipindai, maka terbitlah sebuah identitas digital disebut World ID yang tidak bisa diduplikasi. Apakah ini sebuah inovasi atau justru eksploitasi?

Bahkan di Indonesia sendiri, aktivitas pemindaian retina oleh layanan World Coin dan World ID di iming-imingi imbalan uang tunai. Seperti   yang terjadi belum lama ini di Bekasi dan Depok, warga yang matanya dipindai menggunakan 'Orb' diberi imbalan senilai Rp300.000 - Rp800.000,-. Hal ini dikhawatirkan adanya eksploitasi data pribadi dengan imbalan yang tak sebanding. Maka pemerintah merespon laporan kekhawatiran masyarakat dengan dilakukannya pembekuan sementara. (Metrotvnews)

Banyak rakyat Indonesia yang bersedia mengikuti aktivitas tersebut tanpa memperhatikan atau mengecek dengan teliti apa tujuan dan maksud dari aktivitas tersebut. Mengapa demikian? Karena kondisi perekonomian di Indonesia yang sulit, yakni sulitnya mendapat pekerjaan, pengangguran di mana-mana, harga bahan pokok semakin tinggi, dan lain sebagainya. Alhasil, dengan iming-iming mendapatkan uang tunai hanya dengan pindai retina membuat masyarakat mudah diperdaya. Dan dilihat dari literasi warga Indonesia yang masih  sangat rendah, membuat masyarakat tidak paham konsekuensi dari aktivitas tersebut apabila terdapat scam atau semacamnya. Walaupun teknologi sudah bisa menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia, tetapi masyarakat hanya menggunakan teknologi tersebut sebagai media sosial dan alat berkomunikasi saja.

Kemudian dari segi keamanan yang diberikan oleh negara masih lemah dan belum bisa sepenuhnya menjaga data pribadi masyarakat dan mengatasi kejahatan siber. Sudah kesekian kali sistem keamanan negara diretas dan data pribadi masyarakatpun sempat bocor. Dan hingga saat ini, negara belum juga berhasil menangkap dan menghukum tegas para pelaku kejahatan siber.

Inilah sistem ekonomi kapitalisma yang membuat siapa pun dapat berbuat apa saja untuk mendapatkan keuntungan materi yang sebanyak-banyaknya. Salah satunya dengan mencuri data pribadi seseorang untuk kepentingan pribadi. Masyarakat pun tidak memiliki standarisasi perbuatan baik dan buruk sesuai syariat Islam karena tidak adanya penjagaan akidah baik dari individu maupun negara.

Langkah yang harus segera diambil yaitu pembekuan dan menyelidiki Aplikasi World ID sekaligus memberikan sanksi tegas jika memang terbukti melanggar. Kemudian edukasi masif tentang pentingnya menjaga data pribadi dan mengenali modus-modus kejahatan digital kepada masyarakat, termasuk risiko menyerahkan data biometrik kepada pihak asing. Namun, solusi jangka panjangnya adalah negara harus mengubah sistem pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika ekonomi rakyat kuat, maka rakyat tidak akan mudah tergoda iming-iming uang singkat. Negara harus hadir, bukan cuma saat krisis, tetapi juga dalam menjamin kesejahteraan dan keamanan digital warganya.

Melihat dari sini, maka dibutuhkan sistem yang menyeluruh. Sistem yang tidak hanya soal untung-rugi, tetapi juga tentang perlindungan dan tanggung jawab. Maka hal itu dapat terwujud dengan penerapan sistem Islam secara kafah.

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pemimpin wajib bertanggung jawab penuh terhadap keamanan rakyatnya, termasuk dalam hal perlindungan data pribadi. Semoga kita semua bisa lebih waspada, dan semoga negara semakin sigap melindungi rakyatnya, termasuk dari bahaya digital yang tidak terlihat tetapi nyata.

Wallahu a'lam bish shawab


Share this article via

18 Shares

0 Comment