| 261 Views

Remaja Bunuh Diri, Salah Siapa ?

Oleh: Annisa Rofiqo, S.Pd 

Belum lama ini, warga Cikarang digegerkan dengan aksi bunuh diri seorang siswi SMP yang melompat ke rel kereta api yang tengah berjalan di Stasiun Lemah Abang, Cikarang Utara Kabupaten Bekasi pada Selasa, 27 Agustus 2024 pukul 16.00 WIB lalu. Diduga aksi bunuh diri ini dilakukan karena ananda P tidak ingin menjadi beban lagi untuk ibunya sebagaimana yang tertulis di surat wasiat yang ditemukan di dekat jasadnya. Kejadian ini menambah daftar kelam kondisi mental remaja Indonesia yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

 
Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Organisasi Riset Kesehatan—BRIN, Yuriza Fauzai Wardhani, dari 2.112 kasus bunuh diri di Indonesia yang terlaporkan sejak 2012 hingga 2023, ada 985 kasus yang terjadi pada remaja atau sekitar 46,63% dari keseluruhan jumlah. Angka bunuh diri remaja ini hampir menjadi mayoritas kasus bunuh diri di Indonesia. Bahkan lebih mencengangkannya lagi Asosiasi Pencegahan Bunuh diri Indonesia mendata percobaan bunuh diri di Indonesia pada 2018 tercatat 6000 kasus, juga terdapat sejumlah kasus bunuh diri yang tidak terlaporkan dengan rasio 4 – 12:1. Dilansir dari bbcnews.com yang juga menyampaikan sebuah studi yang dilakukan pada 2022 menemukan bahwa angka bunuh diri di Indonesia empat kali lebih besar dari data resmi.

 
Angka fantastis yang sungguh mencengangkan, dan jika hal ini dibiarkan saja maka isu bunuh diri akan menjadi hal yang biasa di tengah masyarakat bahkan mirisnya bisa menjadi sebuah “lifestyle” bahwa “shortcut” penyelesaian masalah adalah bunuh diri. Atas bahaya ini, sudah sejauh mana upaya pemerintah untuk mengurangi angka kasus bunuh diri negeri kita?

Faktor Penyebab Bunuh Diri
Maraknya kasus bunuh diri menunjukkan sakitnya mental masyarakat. Dan ternyata kasus ini merata terjadi hampir di seluruh dunia. Sebagaimana data dari WHO pada 29 Agustus mencatat, “Lebih dari 720.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya dan bunuh diri merupakan penyebab kematian ketiga terbesar pada kelompok usia 15-29 tahun”(who.int). Ironinya, ditengah kemajuan dunia baik secara materi maupun non materi, justru sumber daya manusia mengalami penurunan. Masalah terjadi di berbagai lini kehidupan, termasuk masalah kesehatan mental.

Banyak yang mengatakan bahwa generasi saat ini memiliki mental yang rapuh, mudah merasa stress dan depresi. Isu tentang kesehatan mental menjadi hal yang “urgent” dibahas. Namun jika kita telusuri, sebetulnya mental generasi ini “dibentuk” oleh sistem yang ada. Sejatinya setiap manusia yang hidup pasti memiliki masalah dan tugasnya memang untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah tersebut. Filosofi hidup atau keyakinan yang harus dimiliki untuk menjalani kehidupan adalah keyakinan terhadap agama, terhadap Allah. Sedangkan dalam sistem sekuler saat ini, hal itu dijauhkan. Kehidupan dunia harus dipisahkan dengan agama, sehingga lahirlah individu yang materialis dan liberalis. Inilah salah satu dampak dari penerapan sistem ini. Pada akhirnya individu ini hanya akan melihat secara kasat mata permasalahan di hadapannya yang berat dan tidak memiliki support dan penyemangat untuk melewatinya, lantas ia lebih memilih bunuh diri sebagai solusi dari permasalahan yang ia hadapi. Menurut mereka  dengan melakukan bunuh diri, masalahnya akan selesai.

Selain dari itu, penyebaran informasi yang massif saat ini juga memiliki dampak negatif yang juga dapat memicu bertambahnya angka bunuh diri terutama di kalangan remaja. Pasalnya, remaja yang dikenal memiliki emosional yang labil, lalu dihadapkan dengan suatu masalah, lantas ia menjadi stress. Informasi yang disampaikan di televisi atau media sosial terkait kasus bunuh diri bisa menjadi inspirasi bagi para remaja yang stress ini untuk melakukan hal yang sama. 

Solusi dalam Islam
Islam adalah agama yang sempurna, pedoman hidup seluruh manusia tanpa mengenal perbedaan usia, tempat dan waktu. Maka sudah sepatutnya kita sebagai muslim, jika menghadapi suatu masalah, kembali kepada solusi islam. Karena yang menciptakan manusia adalah Allah, yang paling mengetahui tentang manusia dan segala permasahannya adalah Allah. Al-Qur’an dan Sunnah sudah Allah turunkan untuk jadi pedoman bagi manusia agar selamat dunia dan akhirat.
Setiap masalah pasti ada solusinya, setiap masalah Allah berikan sesuai dengan kemampuan hamba-Nya.

"Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya.” (QS. Al- Baqarah [2]: 286)

Keyakinan ini yang harus senantiasa dipupuk dalam benak-benak setiap muslim. Sehingga dalam dirinya tidak terpikirkan untuk menyelesaikan masalah dengan bunuh diri. Begitupun menyadari bahwa bunuh diri bukanlah solusi melainkan dosa besar dan hal yang Allah benci.
Sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS.An-Nisa [4]:29).
“Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hal inilah yang perlu kita sadari dan renungkan bahwa kehidupan dunia dengan segala kemajuannya jika tidak dipandu oleh agama akan menjadi sia-sia. Pentingnya menjadikan syariat islam sebagai pedoman hidup di berbagai lini kehidupan, baik individu, masyarakat hingga negara. Sehingga ketika aturan islam ini diterapkan, masyarakat diatur dan diurusi dengan aturan ini, maka insyaAllah kehidupan akan berangsur membaik.

Wallaahu a’lam bish-showab


Share this article via

104 Shares

0 Comment