| 150 Views

Rakyat Semakin Tercekik Akibat PPN Merangkak Naik

Oleh : Ummu Shaquilla Boyolali

Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal tahun depan menuai polemik di masyarakat. Terutama di kalangan penguasaha Solo. Sekretaris Asosiaso Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo Sri Saptono Basuki menilai, kebijakan tersebut akan berdampak negatif terhadap dunia usaha. Dan ini sangat berpengaruh terhadap dunia usaha terutama di tengah tantangan ekonomi global dan domestik yang sedang dihadapi saat ini. (Jawa Pos Radar Solo, senin, 18/11/2024).

Pemerintah bukan tidak tahu bahwa kenaikan tarif PPN akan memukul perekonomian masyarakat. Namun, kenaikan tarif tetap diberlakukan. Klaim penggunaan penerimaan PPN untuk pembiayaan pun tidak sesuai dengan realitas.

Sebelumnya, rencana kenaikan PPN 12 persen mengacu UUD no.7/2021 tentang peraturan perpajakan (HPP). Dalam pasal 7 ayat 1 dinyatakan tarif PPN 11 persen berlaku pada 1 April 2022, dan PPN 12 persen diberlakukan paling lambat 1 Januari 2025 . Dalam kondisi ekonomi yang berat, kebijakan menaikkan PPN menjadi beban bagi masyarakat. Pasalnya sejak covid 19 hingga saat ini. Lambatnya ekonomi global menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. 

Kebijakan tersebut dapat menggerus daya beli masyarakat, konsumsi mengalami penurunan, serta dunia bisnis terutama UMKM akan menghadapi kenaikan biaya produksi dan berisiko kehilangan pasar. Seperti yang dialami peternak asal Boyolali, Pramono (67) yang pasrah ketika mendapatkan tagihan pajak bernilai ratusan juta rupiah TK sanggup membayar ia berencana menutup tempat penampungan susu miliknya. Padahal, selama ini tempat itulah yang menjadi sandaran hidup bagi ribuan peternak, bukan jumlah yang sedikit, Pramono keberatan membayarnya. Terlebih dia merasa sudah menuntaskan masalah tagihan pajak. Pokoknya Pramono enggak mampu membayar pajak sebanyak itu. Lebih baik saya istirahat dan tutup saja penampungan susu ini kata Pramono pasrah saat ditemui dirumahnya, Dea Singosari, kecamatan Mojosongo, kabupaten Boyolali, Jawa tengah, Senin (4-11-2024).

Dalam sistem kapitalisme, pajak digunakan untuk menutupi defisit anggaran akibat sistem ekonomi berbasis utang.akibatnya rakyat terus dipalak berbagai pungutan pajak, PPN yang bersifat regresif yakni membebani semua kalangan, termasuk golongan berpenghasilan rendah dan dilakukan secara terus-menerus. Kebijakan pajak ini. Ditengah kesulitan rakyat, sangatlah dzalim. Kezaliman khususnya terkait harta. Apabila yang dilakukan oleh penguasa terhadap ratusan juta rakyatnya jelas haram.

Berbeda dengan negara yang menjadikan sistem ekonomi Islam sebagai ideologi, yang mewajibkan negara mengurus rakyat dengan penuh tanggung jawab. islam menetapkan sumber pemasukan negara pajak bukan sumber utama negara, bahkan menjadi alternatif terakhir ketika kas kosong.sementara ada kewajiban atas rakyat yang harus dilakukan.

Begitu sempurna aturan islam. Tidak pantas kita membencinya, justru kita harus memperjuangkan supaya bisa diterapkan secara kaffah dalam wadah daulah khilafah. Sehingga masalah teratasi, termasuk masalah pajak/PPN.


Share this article via

17 Shares

0 Comment