| 445 Views
Rakyat Antre Miliki Rumah Layak, Tanggung Jawab Siapa?

Oleh : Raodah Fitriah, S.P
Menurut Hashim Djojohadikusumo, Ketua Satgas Perumahan, hampir 11 juta keluarga masih mengantre untuk mendapatkan rumah layak. Sementara itu, jumlah keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni adalah sebanyak 27 juta keluarga. Kondisi rumah yang tidak layak huni menurutnya rentan menimbulkan banyak penyakit, salah satunya stunting (Detikfinance.com, 04/12/2024).
Rumah adalah Kebutuhan Dasar Masyarakat
Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar setiap orang yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian. Selain itu, rumah juga menjadi tempat membina keluarga, tempat berlindung, berkumpul dan beraktivitas. Di tengah himpitan ekonomi, rakyat pun berjuang untuk mendapatkan rumah yang layak huni. Tidak hanya itu, ternyata saat ini masih banyak warga yang tinggal di kolong jembatan, di bantaran sungai, bahkan ada yang hidup di jalanan. Tak heran kondisi kesehatan masyarakat pun terus bermasalah, salah satunya karena dipengaruhi kondisi rumah mereka.
Dilansir dari Tempo.com, 01/12/2024, untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah akan membangun 3 juta rumah. Bukan hanya di pulau Jawa, namun juga di luar pulau Jawa, seperti Kota Bekala di Medan, Talang Keramat di Palembang, dan Bontoa di Makassar. Direktur Utama Perum Perumnas, Budi Saddewa Soediro, bersedia mendukung dan bertanggung jawab untuk realisasi program tersebut dengan memanfaatkan aset yang dimiliki pemerintah.
Dari pengurusan rumah saja kita dapat melihat bahwa pemerintah saat ini tidak mampu bergerak secara independen untuk membangun rumah yang layak untuk masyarakat. Akan tetapi masih bergantung BUMN, alias perusahaan milik negara, yang tentu tetap akan mempertimbangkan aspek profit. Akankah pemerintah mampu mewujudkan mimpi rakyat?
Terbelenggu Rantai Kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme, rakyat bertanggung jawab penuh dan mandiri untuk mendapatkan rumah. Kondisi rakyat yang tak berdaya menjadi bukti abainya peran negara dalam mengurusi urusan rakyatnya. Bahkan pada banyak kesempatan, negara menyerahkan penyediaan rumah kepada pihak swasta, yang hanya fokus mencari keuntungan saja.
Sejatinya sistem demokrasi kapitalisme hanya melahirkan pemimpin yang tidak benar-benar peduli pada kondisi rakyat. Jutaan rakyat terancam kesehatan dan nyawanya hanya karena tidak memiliki rumah yang layak. Terbukti sudah beberapa kali ganti pemimpin, akan tetapi tidak ada yang serius memperhatikan urusan rakyat. Pemimpin hanya fokus mengurusi pihak swasta, yang mana membiarkan mereka menjual rumah dengan harga yang mahal dan mendapatkan keuntungan yang berlimpah.
Islam Memenuhi Kebutuhan Rakyat
Dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah memiliki konsep dan pengaturan pengelolaan perumahan yang memudahkan rakyat untuk mengaksesnya, perumahan dengan kualitas terbaik dan harga yang murah.
Islam memandang bahwa pemimpin adalah raa'in (pengurus) yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat. Jika pun ada yang mengalami kesulitan ekonomi, negara akan memberikan bantuan secara cuma-cuma. Negara pun akan memastikan individu memiliki rumah yang layak, aman, memenuhi aspek kesehatan, harga terjangkau dan syar'i.
Negara tidak hanya berperan sebagai regulator seperti di sistem sekarang, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. " Imam atau khalifah adalah pengurus yang bertanggung jawab kuat atas urusan rakyat. (HR. Al-Bukhari). Pemimpin yang lahir dari rahim Islam memiliki kepribadian Islam, takwa dan peduli akan rakyat.
Dalam kitab Syakhsiyah Islamiyah juz 2 hal. 158, Syaikh Taqiyuddin an- Nabhani menyatakan, "adapun tanggung jawab penguasa terhadap rakyat adalah senantiasa memperhatikan rakyatnya, memberinya nasehat, memperingatkan agar tidak menyentuh sedikit pun harta kekayaan umum dan mewajibkan agar memerintah rakyat dengan Islam saja bukan yang lain".
Oleh karena itu, terkait pemenuhan kebutuhan papan masyarakat, negara tidak boleh menyerahkan pada pihak swasta. Adapun jika dibutuhkan modal atau subsidi untuk pembiayaan pembangunan, dapat diambil dari baitulmall (kas negara). Sumber-sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran sepenuhnya berdasarkan ketentuan syariat, bukan sesuai selera penguasa. Harta kepemilikan umum menjadi sumber pemasukan negara yang sepenuhnya untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Harta kepemilikan umum yang terdiri dari tambang, hutan, danau, laut, gunung yang merupakan bahan dasar untuk membangun rumah. Tugas negara adalah mengelola dan mendistribusikan kepada seluruh rakyat dengan harga yang murah dan berkualitas tinggi. Begitu pun dengan harga tanah yang diatur oleh syariat agar memudahkan rakyat untuk memilikinya. Jika ada rakyat yang tidak mampu memiliki rumah, negara yang akan menjaminnya melalui mekanisme _iqhta' ad daulah_ (pemberian lahan/faktor produksi milik negara secara gratis).
Wallahu a'lam.