| 248 Views

Program Makan Bergizi Gratis, Siapa yang Diuntungkan?


Oleh : Sri Rahayu
Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi andalan Presiden Prabowo Gibran dari awal kampanye sampai hari ini masih menjadi perdebatan dan topik yang hangat diperbincangkan. Bagaimana tidak Program MBG ini digadang-gadang akan menjangkau 83 juta penerima dan menghabiskan anggaran Rp 71 triliun. Sebelumnya Prabowo sering mengungkapkan bahwa program ini akan melibatkan pengusaha lokal dan UMKM di seluruh pelosok Indonesia, namun tampaknya ini hanya janji manis belaka. Program ini pun baru bisa direalisasikan pada tahun 2025.

Dilansir cnbcindonesia.com pada senin 19 Agustus 2024 lalu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menuturkan bahwa pihak swasta boleh terlibat dalam MBG lewat program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporat social responsibility (CSR) yang mohon maklum karena MBG merupakan program besar yang perlu melibatkan banyak pihak.

Direktur center of economic low studies Bhima Yudistira mengatakan keterlibatan swasta melalui program CSR ini untuk membantu MBG cukup aneh, keberadaan swasta malah akan membuat kwalitas program MBG tidak merata.
Sementara itu wakil menteri pertanian Hudaryono mengungkapkan bahwa sudah ada 46 perusahaan dari dalam negeri dan luar negeri yang berkomitmen untuk mendatangkan 1,3 juta ekor sapi hidup untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging (Merdeka.com, 17/10/2024).

MBG seolah program yang mengedepankan kepentingan rakyat dengan adanya klaim perbaikan gizi anak sekolah dan pembentukan generasi yang sehat namun sejatinya yang mendapatkan keuntungan dari program ini adalah perusahaan besar sebagai pemasok bahan baku.

Upah tenaga kerja yang terserap perusahaan tentu saja mengikuti keumuman ketentuan upah dalam kapitalisme yang belum mampu menjamin kesejahteraan pekerja.

Selain itu proyek MBG berdana besar ini tentu berpotensi membuka celah korupsi oleh pejabat pelaksana, mindset kapitalisme sekuler yang dimiliki pejabat hari ini dengan sistem demokrasi yang menguras harta mereka hingga terpilih menjadi pejabat tentu menjadikan praktik korupsi tidak terhindarkan.

Program MBG ibarat tambal sulam sistem kapitalisme dalam menyelesaikan problem generasi khususnya masalah kesehatan/kecukupan gizi sebab akar persoalannya adalah tidak adanya mekanisme ekonomi yang mampu menyejahterakan masyarakat khususnya pencari nafkah.

Kebijakan UU cipta kerja misalnya malah menampakkan keberpihakan negara terhadap pihak swasta untuk meraih keuntungan sebesar besarnya, tak ayal program MBG ini disinyalir sebagai program yang hanya menguntungkan segelintir orang terutama para koorporat.

Tanda tandanya pun semakin tampak yakni semakin dibukanya pintu keterlibatan pihak swasta atas program ini.
Program apapun yang dibuat dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme hanya berujung pada kesengsaraan hidup rakyat dan kemakmuran para kapital.

Jika negeri ini ingin menyelamatkan generasi agar terpenuhinya kebutuhan pangan bergizi maka solusinya adalah menjamin kesejahteraan individu per individu dan ini tidak mungkin terwujud dalam sistem kapitalisme.

Jaminan kesejahteraan yang nyata hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam kaffah yakni khilafah.

Adanya jaminan dalam sistem ini disebabkan politik ekonomi Islam yang tujuannya adalah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat.
Pelaksanaan wajib di pundak negara, sebab negara dalam Islam bertindak sebagai ra'in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya.

Negara Islam tidak perlu program khusus untuk memenuhi makan bergizi bagi rakyatnya karena jaminan kesejahteraan ini tidak untuk anak sekolah saja.

Islam mewajibkan negara menjamin agar seluruh individu masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka yaitu pangan, sandang dan perumahan serta penyediaan layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Sungguh, hanya dengan sistem khilafah jaminan kesejahteraan bagi rakyat bukanlah janji manis dan ilusi belaka. Saatnya umat Islam beralih kepada sistem yang telah Allah ridhoi ini. Wallahu a'lam bi ashhowab


Share this article via

61 Shares

0 Comment