| 357 Views

Predator Anak Marak, Dimana Perlindungan Negara?

Oleh : Dewi Yuliani

Baru - baru ini begitu banyak kasus pelecehan seksual diusia dini baik dari kalangan anak - anak hingga remaja yang dimana mereka menjadi sasaran empuk para predator anak.

Dikutip dari JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur. Dia memastikan bahwa Kementerian PPPA akan mengawal proses hukum kasus tersebut, sekaligus memberikan pendampingan terhadap keluarga korban. “Kami mengutuk keras kekerasan yang diduga menimpa DCN. Dari awal kejadian, kami sudah ada pendampingan di sana, ada psikolog,” ujar Arifah kepada wartawan, Minggu (17/11/2024).

1 sepeda pink jadi saksi bisu kematian korban pembunuhan pemerkosaan dibanyuwangi Kondisi anak makin terancam.  Keluarga, masyarakat dan negara tidak bisa diharapkan menjadi benteng perlindungan bagi anak. Ini adalah dampak penerapan sistem sekuler yang merusak naluri dan akal manusia. Negara juga tidak aware pada urusan moral, malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak merajalela. 

Kondisi ini juga terjadi karena lemahnya keimanan individu,  juga buruknya standar interaksi yang terjalin di antara masyarakat. 
Sementara peran negara sangat minim dalam melindungi anak dalam berbagai aspeknya, baik pendidikan berasas sekuler,  maupun sistem sanksi yang tidak menjerakan
Islam menetapkan negara memiliki kewajiban menjaga generasi, baik dalam kualitas hidup maupun lingkungan yang baik dan juga keselamatan generasi dari berbagai bahaya, termasuk berbagai macam kekerasan dan ancaman keselamatan.

Islam memiliki 3 pilar perlindungan terhadap rakyat termasuk anak, mulai dari ketakwaan individu,  peran keluarga, kontrol masyarakat hingga penegakan sistem sanksi oleh negara yang tegas, dan menjerakan.
Semua itu akan terwujud dengan penerapan semua sistem kehidupan berdasarkan sistem Islam secara kafah

Pertama, kontrol diri yang lemah. Penerapan sistem kehidupan sekuler liberal memungkinkan keimanan seseorang gampang memudar. Ini karena agama (Islam) tidak menjadi pedoman kehidupan. Alhasil, para pelaku kejahatan tidak merasa takut dan terikat dengan beratnya hisab dan sanksi yang berat.

Kedua, Kehidupan serba bebas tiada batas menjadikan peran negara sebagai pengontrol dan penyaring informasi melemah dan tidak berdaya. Ditambah, derasnya produksi film beraroma liberal, seperti mengajarkan seks bebas serta menormalkan perilaku maksiat (pacaran, zina, dll.) yang kian menjamur, membuat negara seolah kalah dengan para pengusaha dan produsen film-film tersebut.

Ketiga, sistem sanksi yang tidak tegas. Indonesia sebenarnya sudah memiliki regulasi dan payung hukum dalam upaya melindungi anak dari kejahatan seksual. Di antaranya UU No. 35 Tahun 2014 perubahan dari UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam pasal 76E UU No. 35 Tahun 2014 disebutkan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau dibiarkan dilakukan perbuatan cabul atau pelecehan seksual.

Hanya saja, kehadiran UU ini tampak tidak bergigi menghadapi pelaku pedofilia atau predator anak. Hukuman yang diberikan belum memberikan efek jera bagi pelaku.

Sekalipun ada ancaman hukuman mati dan kebiri, hal itu belum cukup menyelesaikan kasus kejahatan seksual terhadap anak. Pelaksanaan hukuman mati masih terkendala oleh pandangan HAM yang menyebut menghukum mati seseorang adalah bentuk pelanggaran hak hidup. Bahkan, saat ini hukuman mati sedang mengarah untuk dihapuskan.

Adapun hukuman kebiri, hal itu juga tidak bisa memberi solusi jangka panjang selama tindakan pencegahan tidak dilakukan. Mestinya, hal pertama yang harus dilakukan ialah upaya preventif agar kasus pencabulan, pedofilia, prostitusi anak, dan sejenisnya dapat dicegah dengan berbagai pintu dan langkah pencegahan.

Harus kita sadari bersama, berbagai kejahatan yang menyasar anak-anak tidak terlepas dari kehidupan sekuler yang tersistematis. Sekularisme menjadikan pola dan gaya hidup masyarakat merasa bebas mengatur hidupnya sendiri. Yang terjadi, negara justru memberi pelonggaran dan permakluman terhadap perilaku maksiat dengan dalih kebebasan. Oleh karenanya, jangan heran apabila kejahatan seksual makin beranak pinak dengan berbagai motif dan cara.

Langkah Strategis dan Ideologis
Dalam Islam, tindakan pencegahan dilakukan melalui penerapan sistem Islam secara kafah. Adapun tindakan penanganan bagi pelaku kejahatan dilakukan melalui sistem sanksi Islam. Inilah langkah yang mestinya dilakukan dalam mengatasi masalah kejahatan seksual terhadap anak

Negara menerapkan sistem sosial dan pergaulan sesuai Islam. Di antara ketentuan Islam dalam menjaga pergaulan di lingkungan keluarga dan masyarakat, kewajiban menutup aurat dan berhijab syar’i; serta dilarangan berzina, berkhalwat (berduaan dengan non mahram), dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan);juga larangan eksploitasi perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikan saat bekerja;  larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa diserta mahram.

Tak cukup sampai disitu negara juga memfungsikan lembaga media dan informasi dengan menyaring konten dan tayangan yang tidak mendukung bagi perkembangan generasi, seperti konten porno, film beraroma sekuler liberal, media yang menyeru kemaksiatan, dan perbuatan apa saja yang mengarah pada pelanggaran terhadap syariat Islam.

Negara juga harus menegakkan sistem sanksi yang tegas dengan menghukum para pelaku berdasarkan kadar kejahatannya menurut pandangan syariat. Hukuman yang diberikan sesuai dengan ketentuan hukum Allah dan kebijakan negara selaku pemegang kewenangan melaksanakan hukum.

Negara juga menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan sistem ini, kurikulum, media belajar, dan proses pembelajaran akan mengacu pada Islam. Dengan begitu, anak-anak memiliki akidah yang kukuh, orang tua memiliki pemahaman agama yang baik, dan masyarakat terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar, saling menasihati dalam kebaikan, dan saling mengingatkan satu sama lain.

Penguasa harus melaksanakan sistem politik ekonomi Islam. Tidak jarang kita jumpai kejahatan terjadi karena keterpaksaan ekonomi. Oleh karenanya, negara Islam akan memberikan jaminan kebutuhan pokok masyarakat, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dengan baik. Jaminan yang dimaksud ialah kemudahan dalam mencari nafkah serta pelayanan publik yang berbiaya murah atau gratis, dan amanah.

Wallahu'alam bissawwab


Share this article via

81 Shares

0 Comment