| 143 Views

Predator Anak Kian Marak, Di Mana Peran Negara

Oleh : Ina Ariani 
Aktivis Muslimah Pekanbaru

Miris hati merintih, baru-baru ini predator anak muncul kembali di beberapa daerah, membuat hati para orang tua merasa was-was dengan kejadian ini. Di Banyuwangi Jawa Timur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengecam dan mengutuk tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7). Dan dia memastikan Kementerian PPPA akan mengawal berjalannya proses hukum, serta akan mendampingi pihak keluarga dalam proses hukum kasus tersebut. Kompas.com, Minggu (17/11/2024).

Tidak hanya di Banyuwangi saja, kejadian serupa di daerah Aceh Utara, oleh tiga orang pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap anak usia 14 tahun. Di NTT seorang petani di duga melakukan pemerkosaan terhadap anak usia 16 tahun, mirisnya masih ada hubungan keluarga, dan masih banyak pelecehan-pelecehan seksual lainnya yang terjadi di belahan daerah negara Indonesia khususnya dunia. Bagi para pemegang kebijakan cukupkah hanya dengan mengecam dan mendampingi proses hukum saja, penomena predator anak terselesaikan dengan sempurna?

Tidak ada tempat aman untuk anak-anak, yang seharusnya para orang tua sebagai tempat berlindung, namun kini tak jarang pelakunya adalah para orang tua, bisa dari orang tua kandung/tiri, kerabat, tetangga dll. Kini rasa aman itu hilang tergerus oleh sistem. Keluarga, masyarakat dan negara tidak bisa diharapkan menjadi benteng perlindungan bagi anak. Ini adalah dampak penerapan sistem sekuler yang merusak naluri dan akal manusia. Negara juga tidak aware pada urusan moral, malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak merajalela.

Sistem sekuler menjadi akar masalah, menghilangkan fitrah manusia. Menjauhkan manusia dari iman dan Islam, akal sehat berganti dengan akal hewan, na'uzubillah. Kondisi ini juga terjadi karena lemahnya keimanan individu, juga buruknya standar interaksi yang terjalin di antara masyarakat.

Sementara peran negara sangat minim dalam melindungi anak dalam berbagai aspeknya, baik pendidikan berasas sekuler, maupun sistem sanksi yang tidak menjerakan. Sistem pendidikan yang ada di negeri ini hanya mencetak generasi-generasi rakus lemah iman. Di pikirannya hanya bagaimana menghasilkan materi tanpa melihat halal haram, semua di sikat tidak perduli walau harus melenyapkan nyawa, dll. Sanksi yang diterapkan tumpul keatas tajam kebawah. Hukum berlaku hanya bagi  segelintir orang.

Sangat berbeda jika Islam diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam. Islam menetapkan negara memiliki kewajiban menjaga generasi, baik dalam kualitas hidup maupun lingkungan yang baik dan juga keselamatan generasi dari berbagai bahaya, termasuk berbagai macam kekerasan dan ancaman keselamatan.

Islam memiliki 3 pilar perlindungan terhadap rakyat termasuk anak, mulai dari ketakwaan individu, peran keluarga, kontrol masyarakat hingga penegakan sistem sanksi oleh negara yang tegas, dan menjerakan.
Semua itu akan terwujud dengan penerapan semua sistem kehidupan berdasarkan sistem Islam secara kafah. Oleh sebab itu kita wajib memperjuangkan sistem Islam, dalam sebuah naungan daulah khilafah. Karena hanya penerapan sistem Islam sajalah para predator anak bisa di berantas. Kita tidak bisa berharap pada sistem sekuler, karena sistem ini tidak berasaskan pada Islam. Sistem kapitalis sekuler jelas memisahkan aturan agama dengan pemerintahan. Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam yang berasaskan pada akidah yang satu, yaitu berasal dari yang berhak membuat aturan itu hanya Allah SWT.,

Wallahu alam bishwab


Share this article via

68 Shares

0 Comment