| 143 Views

PPN Naik Lagi, Beban Rakyat Bertambah Berat

Oleh : Teh Iid

Akhirnya resmi diberikan kado pahit awal tahun baru 2025 bagi rakyat indonesia. Ya pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Perubahan ini sesuai dengan keputusan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebagaimana  dilansir dari tirto.id.

Berbagai alasan diungkapkan pemerintah untuk menaikkan PPN ini. Pertama, untuk meningkatkan pendapatan negara. Kedua, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Ketiga, untuk menyesuaikan kondisi dengan standar internasional.

Keputusan pemerintah ini mendapat penolakan dari berbagai kalangan masyarakat yang kondisi ekonominya sudah sulit. Ditengah harga-harga kebutuhan hidup yang semakin mahal, juga biaya pendidikan dan kesehatan yang tinggi,  sementara pendapatan tetap bahkan ada yang terkena pemutusan hubungan kerja. Akibatnya masyarakat akan memilih menahan untuk membeli sesuatu. Demonstrasi dilapanganpun bermunculan, mulai dari kalangan mahasiswa, buruh dan lainnya menuntut pembatalan kenaikan PPN ini.

Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara dalam sistem kapitalisme. Wajar jika terjadi kenaikan besaran pajak dan beragamnya jenis pungutan pajak. Ketika pajak menjadi sumber pendapatan negara, maka hakekatnya rakyat membiayai sendiri kebutuhannya. Artinya negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat. Negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator, melayani kepentingan para pemilik modal, sementara rakyat biasa terabaikan. Ironisnya rakyat menjadi sasaran berbagai pungutan negara yang bersifat ‘wajib’  sebagai konsekuensi posisinya sebagai warga negara. Sebagaimana pernyataan MenKeu Sri Mulyani yang mengatakan siapa yang tidak mau bayar pajak maka keluar dari Indonesia. Rakyat yang taat adalah rakyat yg bayar pajak.

Pungutan pajak pasti membebani kehidupan masyarakat, karena pungutan itu tidak memandang kondisi rakyat. Rakyat yang sudah sulit hidupnya, semakin sulit terbebani oleh penambahan pajak ini. Mirisnya banyak kebijakan pemerintah tentang pajak yang justru memberikan keringanan pada para pengusaha, dengan alasan untuk meningkatkan investasi pengusaha bermodal besar. Asumsinya investasi akan membuka lapangan kerja dan bermanfaat untuk rakyat. Padahal faktanya tidak seperti itu.

Islam memandang pajak bukan sebagai satu-satunya sumber pendapatan negara. Dan itu pun bersyarat, hanya dalam kondisi tertentu, dan pada kalangan masyarakat tertentu saja.

Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak dan beragam. Mulai dari Fa'i, ghanimah, khoroj, pengelolaan harta milik umum, zakat dan lainnya yang mampu menopang pendapatan negara untuk biaya pengelolaan negara dan kebutuhan rakyatnya. Dengan pengaturan sistem politik dan ekonomi islam, khilafah (pemimpin kaum muslimin) akan mampu menjamin kesehateraan rakyat individu per individu.
Islam juga menetapkan penguasa sebagai pelayan masyarakat. Bertanggung jawab penuh dalam  memenuhi setiap kebutuhan pokok rakyatnya. Kewajiban penguasalah  mengelola harta milik umum untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas umum dan layanan  yang akan memudahkan hidup masyarakatnya.

Negara dalam islam bukan pemalak, yang selalu memungut harta dari rakyatnya. Tapi memberikan jaminan rakyatnya untuk  hidup dalam kesejahteraan.

Wallahu 'alam bis showab


Share this article via

56 Shares

0 Comment