| 36 Views
Polemik Ibadah Haji: Melayani atau Mengkapitalisasi?

Oleh: Rhizka Zulfia Umami
Indonesia adalah negara yang penduduknya mayoritas muslim. Sehingga ketika musim haji tiba, Indonesia memiliki jamaah terbanyak. Bahkan jika masyarakat ingin melakukan ibadah haji mereka harus rela menunggu sampai berpuluh-puluh tahun dan biaya yang mahal. Oleh sebab itu Pemerintah Indonesia memiliki wacana tentang penurunan Ongkos Naik Haji (ONH) sebagai bagian dari agenda reformasi penyelenggaraan ibadah haji.
Terbukti dalam pernyataan Prabowo Subianto bahwa keinginannya untuk menurunkan ONH melalui pendekatan terobosan. Salah satunya adalah membangun “Kampung Indonesia” di Arab Saudi—sebuah kompleks penginapan dan fasilitas logistik untuk jemaah haji asal Indonesia yang dikelola secara mandiri. Menurut Prabowo, hal ini dapat memangkas biaya penginapan dan konsumsi yang selama ini dibayar dalam valuta asing.
Kemudian Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tb. Ace Hasan Syadzily, menyambut baik gagasan ini. Ia mengatakan bahwa keberadaan infrastruktur milik Indonesia di Arab Saudi bisa memperkuat posisi tawar dalam negosiasi haji dan membantu efisiensi anggaran.
“Kami apresiasi langkah Pak Prabowo, karena bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menekan biaya haji,” ujarnya (beritanasional.com, 6 Mei 2025).
BPKH dan Skema Investasi Dana Haji
Akan tetapi, di balik kebijakan tersebut muncul pertanyaan "Apakah benar kebijakan ini bentuk pelayanan terhadap umat? Ataukah justru cerminan kapitalisasi ibadah oleh negara terhadap rakyatnya?" Sebab didalam kebijakan ini ada pengalihan pengelolaan dana haji ke Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Sehingga lembaga ini tidak hanya menerima setoran dari jemaah, tetapi juga mengelola dan mengembangkan dana tersebut melalui investasi pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), deposito, dan instrumen pasar modal syariah.
Sebab pemerintah menilai jika pengelolaan berbasis investasi maka dana haji akan tumbuh dan menopang subsidi ONH. Sedangkan menurut pengamat kebijakan haji bahwa secara logika jika investasi dipakai terus menerus, maka haji akan terjebak pada hitung-hitungan profit. Maka bisa jadi dana berkembang, tetapi orientasinya bukan pelayanan melainkan keuntungan (CNN Indonesia.com, 6 Mei 2025).
Masalah Struktural: Birokrasi Ribet dan Sistem Tidak Profesional
Selain faktor biaya ONH yang mahal, terdapat tata kelola haji yang dianggap tidak efisien. Seperti proses pendaftaran, penentuan kuota, penyediaan layanan, dan kerjasama dengan vendor di Arab Saudi kerap berlangsung lambat dan syarat kepentingan. Maka hal ini akan menambah beban biaya yang akhirnya ditanggung oleh jemaah. Serta bukti panjangnya rantai birokrasi dan kurangnya transparansi negara dalam pengadaan layanan dan penyelenggaraan haji sehingga nampak jauh dari profesionalisme. Kemudian negara menjadikan pelaksanaan ibadah haji menjadi ladang bisnis dan pendapatan negara. Maka munculah banyak kesenjangan yang merugikan masyarakat atau jamaah haji.
Ini dampak dari penerapan sistem Kapitalisme yang telah mengubah fungsi negara dari pelayan rakyat menjadi pengusaha yang menjadikan segala sesuatu sebagai objek transaksi. Dalam sistem ini, urusan ibadah sekalipun tidak lepas dari mekanisme pasar dan orientasi laba.
Solusi Islam: Khilafah Memudahkan, Bukan Membebani
Berbeda jika dibanding dengan sistem Islam. Didalam sistem ini penguasa wajib memudahkan urusan ibadah umat, termasuk haji. Negara bertanggung jawab penuh atas pelaksanaannya dengan prinsip pelayanan, bukan bisnis. Khilafah sebagai pemerintahan Islam yang memandang ibadah sebagai hak rakyat yang harus dipenuhi tanpa memberatkan.
Adapun karakteristik penyelenggaraan haji didalam Khilafah ialah :
1. Tanpa Kapitalisasi : Dana haji tidak dikembangkan dengan orientasi investasi. Negara membiayai logistik haji sebagai bagian dari pelayanan ibadah.
2. Tanpa Visa Haji : Dalam Khilafah, umat Islam berada dalam satu negara sehingga tidak perlu visa. Pengaturan jemaah berdasarkan wilayah.
3. ONH Berdasarkan Kebutuhan Nyata : Besaran biaya ditentukan berdasarkan jarak, akomodasi, dan kebutuhan riil, bukan dikomersialisasi.
4. Sistem Sederhana dan Profesional : Proses administrasi sederhana, cepat, dan dilaksanakan oleh ahlinya tanpa kepentingan politik atau ekonomi.
Jadi, didalam sistem Islam pengelolaan haji bukanlah orientasi bisnis melainkan pelayanan ibadah. Kemudian negara akan menjalankan fungsinya sebagai pelayan umat. Dengan demikian rakyat akan dengan mudah dan murah untuk melaksanakan ibadah haji.
Wallahu a'lam bissowab.