| 197 Views
Pinjol Menimbulkan Konflik, Islam Solusi Hakiki

Oleh : Novi Anggriani, S.Pd
Meningkatnya biaya hidup dan sulitnya mendapatkan pemasukan mengharuskan masyarakat memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari permasalahan itu, teknologi sangat berperan memunculkan berbagai ide untuk menciptakan solusi. Salah satunya adalah pinjol (pinjaman online), yaitu industri _fintech lending_ yang menyediakan dana pinjaman berbasis online yang telah dilegalkan oleh negara bahkan dianggap sebagai solusi dari permasalahan kemiskinan.
Pinjol, Bukti Negara Berlepas Tangan
Keberadaan pinjol sekilas terlihat sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Namun di balik itu justru banyak dampak yang merugikan.
Pertama kerugian bagi masyarakat, yaitu pembayar pinjaman jenis apapun syaratnya adalah harus bayar tepat waktu. Keterlambatan pembayaran akan dikenai denda yang berlangsung secara akumulatif. Beban pembayaran denda ditambah dengan bunga yang tinggi membuat utang semakin membengkak, sehingga sulit untuk melunasinya. Akhirnya masyarakat mengalami tekanan psikologis yang mengganggu kehidupan pribadi karena dikejar penagih.
Kedua, kerugian bagi perusahaan pinjol. OJK mencatat, dari 102 perusahaan pinjol 57 mengalami kerugian sebanyak 135,61 triliun rupiah pada Januari 2024. Padahal sebelumnya bisnis pinjol mencatat laba sebesar 4,43 triliun rupiah pada 2023 (katada.co.id, 1/4/2024). Kerugian itu terjadi baik dari segi operasional dan non operasional. Selain itu kemacetan dalam pembayaran juga menyebabkan perusahaan sulit membayar biaya finansial karena pengeluaran lebih banyak dari pemasukan. Ditambah lagi persaingan antara perusahaan pinjol legal dan ilegal menyebabkan perusahaan rela mengeluarkan banyak biaya pengiklanan untuk mendapatkan pelanggan (kontan.co.id, 1/3/2023).
Dari pemaparan di atas menunjukkan keberadaan pinjol bukanlah solusi dalam penyelesaian akar masalah kemiskinan. Kebalikannya, justru menimbulkan aksi teror, penipuan dan merusak jiwa masyarakat.
Keberadaan pinjol juga menghilangkan peran tolong menolong. Karena pada faktanya pihak perusahaan pinjol menetapkan bunga bagi peminjam sehingga keberadaan pinjol tidak bisa dikatakan solusi, melainkan terbentuknya usaha baru bagi perusahaan untuk meraih keuntungan di tengah kesulitan yang menjepit kehidupan masyarakat. Artinya pemerintah tidak bisa memberikan peran pentingnya dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi masyarakat. Justru malah cenderung abai dan berlepas tangan dalam hal ini karena membiarkan perusahaan yang menangani kesulitan masyarakat.
Padahal perusahaan hanya sebuah badan usaha yang memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Jadi tidak mungkin baginya melakukan transaksi dengan masyarakat tanpa meraih keuntungan di balik itu.
Pinjol, Buah Sistem Sekuler dalam Pengaturan Utang Piutang
Ketidakmampuan pinjol sebagai solusi dalam memperbaiki perekonomian masyarakat tidak terlepas pada buruknya pengaturan ekonomi dalam sistem sekuler kapitalisme. Pernyataan ini timbul dari fakta bahwa kapitalisme meniscayakan pengaturan hidup masyarakat berdasarkan untung rugi, bukan pengaturan berdasarkan syariat Islam yang memberikan mafhum mengenai pinjam meminjam dalam bentuk tolong menolong dengan penuh keikhlasan tanpa menyelipkan keuntungan berupa penambahan dalam pembayaran (riba).
Dari mafhum masyarakat yang sekuler, menjadikan ia mengabaikan peran halal dan haram dalam beramal. Pemisahan agama dari kehidupan juga menjangkiti negara dalam mengatur urusan masyarakatnya. Seperti penyediaan perusahaan pinjol sebagai solusi pembangunan ekonomi masyarakat. Negara telah gagal dalam membentuk kerjasama antara masyarakat dan perusahaan. Karena negara berperan sealakadarnya dalam menyelesaikan persoalan masyarakat. Sehingga pengaturan hajat hidup rakyat amburadul bahkan terabaikan akibat peran pemimpin yang tidak pada tempatnya.
Selain itu, keberadaan pinjol justru menimbulkan konflik bagi masyarakat dan perusahaan karena kemacetan pembayaran dan tekanan psikologis untuk pembayaran. Permasalahan ini muncul akibat perusaahan tidak membaca situasi jaminan masyarakat dan masyarakat juga tidak berpikir panjang saat melakukan pinjaman, mereka hanya fokus pada pemenuhan hidup. Artinya pengaturan hidup dalam sistem kapitalisme tidak membentuk masyarakat yang damai. Hal ini menunjukkan bahwa negara gagal dalam memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan rakyat, yakni ketersediaan lapangan pekerjaan sebagai ladang untung menjamin terpenuhinya biaya hidup mereka.
Konflik sosial antara pihak perusahaan dan masyarakat wajar saja terjadi, karena keduanya sama-sama membutuhkan keuntungan. Oleh karena itu, penagihan yang tidak wajar dari perusahaan adalah bentuk alami dari pihak yang ingin meraih keuntungan. Begitu pula masyarakat yang macet dalam pembayaran merupakan bentuk ketidakpahaman mengenai hukum utang piutang yang benar serta faktor pemasukan yang tidak cukup untuk membayar utang. Masalah seperti ini akan terus berlanjut selama Islam tidak berperan dalam mengatur kehidupan.
Syariat Islam, Solusi Penyelesaian Konflik Pinjol
Islam sebagai agama yang paripurna memiliki penyelesaian yang sempurna dalam mengurusi setiap permasalahan termasuk pinjol. Solusinya adalah peletakkan syariat Islam sebagai pengatur aspek kehidupan berupa pembangunan kesadaran setiap individu masyarakat dalam memahami hakekat hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dengan kesadaran yang demikian, umat akan tergerak dalam melakukan amalan sesuai syariat. Terwujudnya masyarakat yang seperti itu hanya ada di dalam daulah Khilafah yang secara langsung menerapkan syariat di dalamnya.
Sehingga ketika mengatur masalah utang piutang, Islam menegaskan bahwa bagi pihak pengutang dan pemberi utang memiliki syarat-syarat dalam aktivitasnya, yaitu adanya akad yang jelas, saksi 2 orang laki-laki atau seorang laki-laki dan 2 perempuan (lihat: Al-Baqarah ayat 282), pencatat jumlah yang dipinjam dan waktu pembayarannya. Karena utang piutang adalah aktivitas tolong menolong, maka riba tidak terlibat di dalamnya dan Islam jelas mengharamkan itu. Sehingga tidak ada istilah dilegalkannya pinjol dalam sistem Islam.
Terbentuknya masyarakat yang paham terhadap hukum utang piutang tidak terlepas pada peran negara dalam membina pemikiran individu masyarakatnya. Negara selaku penjaga harus berperan dalam membentuk mafhum itu dan selalu bergerak dalam memastikan kebutuhan rakyatnya, termasuk mencari akar permasalahan penyebab rakyatnya tidak mampu membayar utang. Dengan peran negara yang begitu teliti maka memudahkan baginya dalam mengetahui dan menyelesaikan setiap permasalahan individu rakyat.
Jadi, keberadaan negara di dalam Islam bukan hanya sebuah simbol keberadaannya di muka bumi, melainkan peran nyata sebagai pelindung individu manusia terjamin hajat hidupnya dan terlindungi psikologisnya dari kehancuran akibat jauhnya dari tujuan hidup yang sebenarnya. Begitulah peran khalifah dalam daulah Khilafah yakni sebagai raa’in bagi umat dan ladang rahmat bagi alam. Semua itu bisa terwujud kalau Islam ditegakkan di muka bumi Allah SWT.
Wallahualam.