| 260 Views
Pinjol Kian Marak, Buah Sistem Yang Rusak

Oleh : Ummu Raffi
Ibu Rumah Tangga
Pinjol lagi-lagi naik daun. Fenomena pinjaman online tersebut seperti tak berkesudahan diperbincangkan. Apalagi menjelang dan selama bulan Ramadhan. Fenomena pinjol sebagai solusi tambal sulam, nampaknya semakin diminati masyarakat.
Seperti yang dilansir (Tirto,5/3/2024). Disebutkan bahwa OJK (Otoritas Jasa Keuangan), memprediksi pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjol (pinjaman online) akan meningkat pada saat memasuki bulan Ramadhan hingga jelang Idul Fitri tahun 2024. Maraknya pinjaman melalui pinjol, disebabkan adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakat yang meningkat saat bulan Ramadhan.
Pinjol adalah layanan jasa pinjaman uang, yang transaksinya dilakukan secara online. Berbentuk aplikasi, prosedurnya pun cukup dengan mengisi data diri pada aplikasi tersebut. Pelanggan bisa langsung menggunakan jasa pinjaman sesuai kebutuhannya. Akan tetapi, di setiap pembayarannya terdapat bunga. Transaksi yang terdapat bunga merupakan aktivitas ribawi, jelas diharamkan dalam Islam.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang selalu dinanti kedatangannya oleh seluruh kaum muslim. Bulan yang menjadi momentum untuk bermuhasabah memohon ampunan Allah Swt. Justru sebaliknya yang terjadi saat ini, banyak masyarakat menormalisasi pelanggaran syara yakni bermuamalah ribawi. Lalu mengapa jasa pinjol kian marak diminati masyarakat?
Ada beberapa alasan yakni, selain untuk mendapatkan uang dalam memenuhi kebutuhan ditambah prosesnya pun mudah dan cepat. Budaya konsumtif yang tengah melanda masyarakat saat ini, sehingga tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Alhasil pinjol menjadi salah satu jalan pintas. Kemudian kurangnya pemahaman syariat tentang muamalah ribawi. Sehingga tak jarang masyarakat yang terlilit utang hingga depresi, bahkan nyaris bunuh diri.
Dalam sistem sekuler kapitalisme, penormalisasian pinjol merupakan hal lumrah. Sistem yang jauh dari tuntunan syariat. Materi dan kesenangan merupakan standar kebahagiaan, menjadikan masyarakat saat ini berlomba mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempedulikan halal haram dari muamalah tersebut.
Tidak adanya kontrol baik individu, masyarakat bahkan negara secara komprehensif, membuat masyarakat banyak yang tergelincir ke dalam aktivitas haram. Inilah buah dari sistem yang rusak. Negara hadir hanya sebagai regulator segelintir orang, untuk memuluskan dan melegalisasi bisnis ribawi pinjol.
Sangat berbeda penanganan ekonomi dalam sistem Islam. Islam merupakan solusi paripurna seluruh problematika kehidupan, termasuk muamalah pinjol di dalamnya. Dalam Islam, peran negara sangatlah penting untuk mengurusi seluruh rakyatnya.
Islam, menjadikan sosok pemimpin memiliki paradigma dalam mengatur ekonomi sesuai dengan hukum syara. Hal ini sebagai wujud ketakwaan kepada Sang Pencipta, sebab kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, negara memiliki beberapa peran sentral untuk menjamin umat agar terhindar dari segala bentuk kemaksiatan yang menjerumuskan diantaranya: pertama, negara berupaya memenuhi kebutuhan setiap individu para kepala keluarga sebagai pencari nafkah, akan dipermudah dan difasilitasi untuk bekerja, baik akses modal tanpa riba, pelatihan, hingga penyediaan lapangan kerja seluas-luasnya. Sebab dalam Islam, kepemilikan rakyat hanya boleh dikelola negara.
Kedua, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan vital seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis bagi setiap individu, masyarakat. Sehingga harta yang dimiliki hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan serta kebutuhan sekunder dan tersiernya.
Ketiga, bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan keuangan seperti untuk tradisi mudik, akan difasilitasi dengan transportasi publik terintegrasi antara satu moda dengan lainnya. Sehingga mempermudah untuk silahturahmi, tanpa harus membeli kendaraan baru jelang lebaran. Sedangkan untuk kebutuhan modal usaha UMKM, negara akan memberikan pinjaman tanpa riba melalui baitul mal, sebab dalam Islam aktivitas ribawi apapun bentuknya mutlak diharamkan.
Allah Swt berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: "Orang-orang yang memakan harta riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
Dengan demikian, Islam mampu memberikan solusi pasti atasi berbagai praktik riba. Didasari keimanan dan ketakwaan terhadap Allah Swt, masyarakat pun merasakan ketenangan dalam beribadah dan bermuamalah. Sehingga kesejahteraan serta keberkahan akan didapati dalam semua lini kehidupan.
Wallahu'alam bissawab.