| 277 Views
Persaingan Global, Industri dalam Negeri Keok

Oleh : Eni Rf
Bogor
Keadaan industri dalam negeri saat ini terutama tekstil, keramik dan yang lainnya mengalami sekarat dan banyak yang akhirnya gulung tikar tidak mampu bertahan tidak kuasa menghadapi persaingan akibat dari gempuran membanjirnya produk china yang menguasai pasar, mereka bisa menjualnya dengan harga yang sangat murah bahkan kadang diluar nalar dan sangat terjangkau oleh masyarakat.
Sudahlah kran import barang dari luar dibuka lebar-lebar tekanan lainnya juga dirasakan industri diantaranya, dari sisi biaya produksi, persoalan upah, kesulitan mendapatkan bahan baku, dan biaya energi yang makin mahal karena tidak ada subsidi listrik dari negara.
Mengapa Indonesia begitu mudahnya memberikan jalan bagi importir barang industri untuk leluasa masuk ke dalam negeri? tidak lain adalah perjanjian perdagangan luar negeri ACFTA ASEAN-China Free Trade Area, merupakan kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang, baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA, ditandatangani pada 12 November 2017 dan diimplementasikan sejak 1 Agustus 2019.
Keuntungan pihak China dengan adanya ACFTA adalah bisa menyalurkan produknya yang over kapasitas industri dalam negerinya ke negara lain termasuk ke Indonesia.
Kerugian bagi Indonesia adalah membawa dampak yang sangat luar biasa bagi perekonomian Indonesia, dengan serbuan barang China tersebut membuat masyarakat berbondong-bondong untuk menyerbunya ini mengakibatkan industri dalam negeri kalah bersaing dan akhirnya tumbang tidak mampu bertahan, ribuan tenaga kerja mengalami PHK, pengangguran ada dimana-mana, dampak sosial lainnya, yaitu tingginya kriminalitas dan retaknya bangunan keluarga.
Kemiskinan juga berdampak pada kesehatan, diantaranya adalah tidak kunjung selesainya problem stunting. Indonesia telah terjajah secara ekonomi oleh China. Setali tiga uang, masyarakat juga tidak akan peduli apakah produk tersebut datangnya dari mana yang penting bisa membelinya dengan harga yang sangat murah, mereka akan menyerbunya karena kebutuhan ataupun hanya sekedar rasa keinginan. Tidak salah Karena kondisi keuangan yang menuntut mereka untuk berlaku demikian.
Sayangnya melihat kondisi ini negara tidak mampu mengatasinya. Pemerintah berencana mengenakan bea masuk tambahan atas barang-barang impor, terlambat dan tidak efektif, gonta-ganti kebijakan menunjukkan pemerintah gagal melihat situasi dan salah langkah dalam menyelesaikan persoalan.
Seharusnya pemerintah Indonesia mampu melindungi industri dalam negeri. Dengan Kebijakan bea masuk barang dari luar, menyetop impor segera setelah mengetahui bahwa China akan membanjiri pasar global dengan produknya.
Miris, di tengah kondisi banjir produk ini, pemerintah justru mengeluarkan Permendag 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang salah satu isinya adalah relaksasi impor. Jadi di satu sisi pemerintah membuka lebar pintu impor, tetapi di sisi lain berencana menaikkan bea masuk impor. Ini sungguh paradoks.
Langkah lain adalah dengan menerjunkan militer di pelabuhan untuk memeriksa kontainer barang impor satu per satu untuk memastikan tidak ada barang yang akan merusak pasar dalam negeri. Tetapi cara yang demikian justru tidak ditempuh oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh melindungi industri dalam negeri. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha importir.
Dampak diterapkannya sekularisme kapitalisme, hanya mementingkan keuntungan, baik itu keuntungan pribadi penguasa, kelompoknya, bisnisnya, serta para kroninya.
Hal lain yang seharusnya pemerintah lakukan adalah tidak membebani industri dengan berbagai pungutan yang memberatkan. Justru memberi kemudahan-kemudahan seperti bantuan modal dan jaminan keamanan. Dengan demikian, industri bisa maju dan optimal. Negara menjamin iklim usaha yang kondusif dan aman untuk rakyat. Pemerintah juga harus bisa membuat kebijakan yang menjamin kesejahteraan rakyat sehingga memiliki daya beli tinggi dan edukasi sehingga rakyat bijak dalam konsumsi yang benar-benar dibutuhkan bukan hanya sekedar keinginan.
Allahu'alam bisshowab.