| 298 Views

Peringatan Seremonial Hari Anak, Mampukah menghapus Problem Anak?

Oleh : Endang Seruni
Muslimah Peduli Generasi

Hari Anak Nasional yang diperingati  tanggal 23 Juli, tahun ini merupakan peringatan ke-40. Tema Peringatan Hari Anak Nasional 2024 adalah, “Anak terlindungi, Indonesia Maju”.

KemenPPPA bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta mengadakan Festival Ekspresi Anak di Ancol Jakarta dengan tema,”Anak Cerdas, Berinternet Sehat”. Hari Anak Nasional pertama kali dicetuskan pada Kongres Wanita Indonesia (Kowani) pada tahun 1951. Namun perayaannya dilakukan pada tahun 1952. Penetapan setiap tanggal 21 Juli berdasarkan Keputusan Presiden nomor 44/1984. Tanggal 23 Juli dipilih berkaitan dengan tanggal pengesahan UU tentang Kesejahteraan Anak pada tanggal 23 Juli 1979 (nasional.Kompas.com,18/7/2024).

Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Najar mengatakan dengan hari anak nasional 2024, anak harus dipenuhi hak-haknya dan dilindungi jika mereka menghadapi persoalan. Tahun ini pemerintah lebih banyak mendengar suara anak, karena sepertiga penduduk Indonesia berusia anak. Pandangan anak harusdi dengar,dipahamidan berusaha dipenuhi melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah (RRI.co.id, 24/6/2024).

Peringatan seremonial dari tahun ke tahun dilakukan namun tidak ada perubahan, terlebih persoalan anak dari hari ke hari terus bertambah. Banyak catatan persoalan anak, mulai dari terlibat judi online,anak berhadapan dengan hukum, juga korban kekerasan. Angka stunting yang lambat penurunannya. Padahal pemerintah sudah jor- joran menggelontorkan dana, agar anak Indonesia terbebas dari stunting.

Kepedulian pemerintah terhadap anak memang terus dilakukan. Kabupaten /kota dan provinsi layak anak terus bertambah. Desa ramah perempuan dan peduli anak, sekolah ramah anak, masjid ramah anak terus dibangun. Termasuk adanya undang-undang perlindungan anak. Namun faktanya persoalan anak makin parah. Bukan terlindungi ataupun sejahtera bahkan ancaman semakin besar dan dekat. Baik dari orang-orang terdekat mereka ataupun dari dunia maya. Keluarga tidak lagi menjadi pelindung, rumah bukan lagi tempat yang aman. Negara gagal menghasilkan regulasi yang mampu melindungi anak. 

Kegagalan ini adalah buah sekularisme dan sistem kapitalisme yang diterapkan. Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan. Menjadikan peran dan fungsi keluarga bergeser. Terlebih fungsi religius. Rusaknya akal dan matinya nurani hingga anak tidak lagi dipandang sebagai amanah allah yang harus dijaga fitrahnya.
Sejatinya keluarga adalah tempat yang aman bagi kehidupan anak tetapi justru peluang terampasnya hak anak semakin besar. Sistem pendidikan yang diterapkan justru di komersialisasi dan dikapitalisasi.

Dalam Islam keberadaan anak adalah sangat penting, sebab anak adalah generasi penerus peradaban. Negara lah yang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak di berbagai aspek. Negara di berperan mewujudkan fungsi keluarga secara optimal dalam mendidik anak. Ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anak. Negara juga memastikan pelaksanaan pendidikan yang berbasis aqidah islam. Guna menghasilkan generasi unggul perakitan Islam. Pendidikan dalam Islam jauh dari format komersial seperti dalam sistem kapitalisme bahkan gratis dan berkualitas. 

Dalam sistem ekonomi islam menjamin kesejahteraan ekonomi tiap individu rakyat anak-anak dan dewasa. Dengan standar kecukupan kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan. Tersedianya lapangan pekerjaan yang luas, negara juga menjamin usaha dan ekonomi yang kondusif sehingga rakyat tidak khawatir dengan adanya penipuan. Sistem Islam juga menerapkan sanksi yang tegas yang bersifat memberikan efek jera pada pelaku. Mencegah agar orang lain untuk tidak melakukan tindakan pidana serupa. 

Demikianlah kepengurusan Islam terhadap rakyat. Memiliki lingkungan pemikiran yang sehat dan kondusif bagi terciptanya anak dan generasi pemimpin berhadapan yang mulia. Untuk itu sudah saatnya kembali kepada sistem Islam yang mampu memberikan solusi tuntas bagi persoalan kehidupan.
Wallahu a'lam bishawab.


Share this article via

98 Shares

0 Comment