| 131 Views

Peringatan Hari Anak Dunia, Apa Kabar Anak-Anak Palestina?

Oleh : Elma Pebiriani

Hari Rabu, tanggal 20 November 2024 sosmed serta seluruh media dipenuhi dengan berbagai ucapan seperti “Mari bergandengan tangan untuk menjadikan dunia ini tempat yang lebih aman bagi si kecil. Selamat Hari Anak Sedunia 2024” atau “ Anak-anak adalah bunga dari surga. Mari jadikan dunia ini tempat yang aman dan menyenangkan bagi anak-anak kita. Selamat hari Anak Sedunia 2024” serta ucapan-ucapan lainnya. Betul, tanggal 20 November merupakan peringatan Hari Anak Sedunia dan awalnya tanggal tersebut berkaitan dengan ketika Majelis Umum PBB mengadopsi Deklasi Hak-Hak Anak pada tahun 1959. Di mana pada tanggal yang sama tahun 1989, Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi Hak-Hak Anak. Konvensi ini merupakan kesepakatan internasional pertama yang secara komprehensif melindungi hak anak-anak dari berbagai aspek kehidupan, mulai dari hak untuk bertahan hidup, berkembang, hingga perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi. 

UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) menjadi organisasi yang menginisiasi peringatan Hari Anak Sedunia. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran tentang kesejahteraan anak, serta mendorong tindakan global untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak.

Lalu, apakah dengan ditetapkannya Hari Anak Sedunia membuat anak-anak merasakan kehidupan yang layak dan aman seperti tujuan dibentuknya hari tersebut?. Nyatanya tidak!. Hari Anak Sedunia nyatanya hanya selebrasi yang tidak memiliki arti apapun. Konflik dan rasa ego nasionalisme yang sangat tinggi membuat anak-anak diseluruh dunia merasakan pahit dan kejamnya kehidupan. Bagaimana tidak, konflik yang sedang merebak di seluruh penjuru dunia mencatat angka tertinggi dalam 30 tahun terakhir dan terdapat sekurangnya 100 konflik bersenjata di Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Eropa. Di antara banyaknya konflik perang, Palestina lah yang paling banyak disoroti oleh seluruh dunia karena jumlah korban anak-anak paling banyak.

Dalam kurun waktu setahun terakhir, korban anak-anak genosida di Gaza yang terbunuh akibat serangan brutal zionis mencapai 16.500 jiwa. Kepala Badan PBB untuk pengungsian Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini mengatakan bahwa lebih banyak anak dilaporkan terbunuh dalam perang Gaza dibandingkan dengan empat tahun konflik di seluruh dunia yang jumlahnya mencapai 12.193 jiwa. Angka tersebut sangat tidak sebanding dan ini sangat kejam dan keji, bahkan pembantaian ini secara terang-terangan dilakukan dan seluruh dunia pun mengetahuinya. Lalu bagaimana respon PBB dan UNICEF yang meagung-agungkan visi misi mereka yang katanya ingin melindungi hak dan keamanan anak-anak diseluruh dunia?. Apakah hanya mengadakan pertemuan-pertemuan dengan iming-iming perdamaian atau hanya mengeluarkan kecaman-kecaman yang sangat tidak ada gunanya?. Apakah itu sebuah solusi?. Nyatanya Palestina bertahun-tahun diserang dan digenosida secara brutal dan sadis tanpa adanya solusi yang berarti, padahal yang kita tahu bahwa anak merupakan penerus generasi beradaban, bagaimana mau meneruskan generasi kalau penerusnya saja banyak dimusnahkan?.

Bukan hanya nyawa saja yang terancam, tetapi mental, kesehatan, kelaparan serta tempat tinggal juga mereka tidak aman. Banyak anak-anak yang mentalnya terganggu akibat genosida tersebut, luka-luka yang mereka terima pun tidak bisa mereka obati karena rumah sakitpun ikut di bombardir sama seperti tempat tinggal mereka. Mereka tidak bisa makan dan minum dengan layak akibat pintu masuk ke daerah mereka diblokade oleh Negara tetangga serta zionis sehingga bantuan makanan serta obat-obatan tidak sampai kepada mereka. Dengan bukti yang nyata serta terang-terangan seperti ini, PBB maupun UNICEF jelaslah gagal dalam menjalankan tugas mereka. Dunia gagal dalam melindungi hak dan keamanan anak-anak dimuka bumi ini. Dimana Negara tetangga mereka? Dimana Negara-negara Islam? Dimana saudara seiman kita?. Kenapa mereka diam seribu bahasa melihat saudara-saudara kita dibantai habis-habisan?.

Didalam Islam, melindungi anak dan generasi sangatlah penting dan vital bagi keberlangsungan umat. Anak memiliki peran yang sangat penting bagi sebuah peradaban sehingga Negara harus memiliki generasi yang hebat, kuat serta cemerlang. Jika seorang anak yang lahir di dalam wilayah konflik, tentu memiliki generasi yang hebat pun akan pupus, layu sebelum mekar karena hal itu tentu akan mempengaruhi kualitas generasi, baik dari segi fisik maupun psikis. Oleh sebab itu, ketika kekuasaan islam berjaya, anak-anak sangat diperhatikan, terpenuhi dan terjamin kebutuhannya. Islam tidak akan membiarkan adanya bencana generasi terjadi. Dalam sistem islam, Negara akan memenuhi semua kebutuhan asasi anak, seperti makanan bergizi, tempat tinggal, pakaian layak, pendidikan, kesehatan serta keamanan.

Negara akan memastikan setiap kepala keluarga dapat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga mereka. Negara juga harus menyediakan pangan dengan harga yang terjangkau serta ketersediaan rumah dan tanah dengan akses mudah. Tidak seperti sekarang, banyaknya para pedagang yang bermain nakal dengan cara menimbun barang membuat harga kian meroket tajam sehingga membuat para orang tua merasa tercekik dengan mahalnya bahan pokok. Aspek kesehatan, pendidikan serta keamanan sudah pasti dijamin oleh Negara serta gratis tanpa memikirkan lagi bagaimana pembayaran sekolah ataupun untuk berobat. Coba lihat situasi sekarang, biaya pendidikan sangat luar biasa mahal dan itu sangat membebankan orang tua serta anak. Jangankan untuk pendidikan, untuk biaya sehari-hari saja sulit apalagi dibebankan dengan biaya yang lain.

Sejarah membuktikan selama sistem islam diterapkan hampir 2/3 dunia banyak generasi-generasi muda mengukir beradaban. Usamah bin Zaid diumurnya yang ke 17 tahun menjadi panglima perang menghadapi serbuan tentara Romawi yang di dalam pasukannya ada para sahabat senior seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Abdullah bin Abbas diumurnya yang ke 12 tahun paling paham ilmu tafsir. Zaid bin Tsabit Telah aktif menulis pada usia 13 tahun, dan terpilih menjadi tim penulis wahyu pada usia 21 tahun. Muhammad Al-Fatih, diangkat menjadi Sultan Ustmani pada usia 14 tahun dan beliau berhasil membebaskan Konstantinopel pada usia 21 tahun. Harun ar-Rasyid merupakan Khalifah Abbasiyah yang paling masyhur. Pada usia 15 tahun ia menjadi pemimpin pasukan perang Abasiy yang merupakan tentara terkuat di muka bumi kala itu dan pada usia 20 tahun diangkat menjadi khalifah. Ibnu Batutah pada usianya yang ke 20 tahun telah menjadi penjelajah dunia yang paling terkenal dalam sejarah, serta masih banyak lagi anak-anak muda yang berhasil mengukirkan nama mereka dengan hebatnya.
 
Semua hal itu tidak akan terjadi kembali jika bukan sistem islam yang diterapkan. Di zaman sekuler-kapitalis ini tentu mencetak generasi emas sangatlah susah karena sistem tersebut jauh dari ajaran islam, bahkan memisahkan agama dalam kehidupan, agama hanya cukup ditempatkan dalam beribadah saja yang padahal kita semua tahu bahwa aturan islam itu mencakup semuanya, dari bangun tidur sampai tidur lagi itu semua ada aturannya, tidak bisa kita bertindak sembarangan. Standar kehidupan dan kebahagiaan pun sangat berbeda, standar kita bukan mengejar materi lagi tetapi mengejar ridho Allah.

Oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus bisa mengenali siapa musuh kita sebenarnya. Umat juga harus memahami bahwa harapan perubahan besar harus diletakkan pada islam, bukan PBB, UNICEF maupun sistem sekuler-kapitalis. 

Wallahu’alam.

Sumber:
[1]https://muslimahnews.net/2024/10/09/32507/
[2]https://www.detik.com/jatim/berita/d-7636298/sejarah-hari-anak-sedunia-yang-diperingati-20-november


Share this article via

48 Shares

0 Comment