| 270 Views

Pergaulan Makin Liberal di Sistem Liberal

Oleh : Yanyan Supiyanti, A.Md.
Pendidik Generasi

Sebuah video mesum yang diduga dilakukan mahasiswa di gedung kampus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya viral di media sosial. Video tersebut terekam dari balik kaca, dua pasangan diduga bertindak asusila di dalam gedung kampus. Kejadian itu tengah diproses investigasi oleh pihak kampus. (Jawa Pos, 17-5-2024).

Video asusila di kampus  yang diduga dilakukan oleh mahasiswa di atas, menunjukkan liberalisasi pergaulan makin nyata, apalagi terjadi di kampus keagamaan. Mereka tak peduli lagi akan tempat dan waktu dan tak peduli dengan sistem sanksi, karena pemikiran mereka sudah rusak.

Lemahnya sistem hukum negeri ini membuat tak adanya rasa takut ketika melakukan pelanggaran dan tak adanya rasa jera ketika diberikan hukuman.

Di sisi lain, menunjukkan adanya kegagalan pembentukan kepribadian dalam sistem pendidikan liberal, apalagi di kampus ada fakta integritas untuk menjaga kemuliaan dan martabat mahasiswa.

Kasus video asusila yang viral di media sosial itu, tidak lepas dari penerapan sistem sekuler kapitalisme, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manfaat sebagai tolok ukur terhadap segala sesuatu tanpa peduli halal dan haram. Aturan yang diberlakukan tidak baku, karena aturannya buatan manusia yang lemah dan terbatas.

Berbeda dengan Islam yang memiliki sistem pendidikan yang dibangun atas asas akidah Islam yang meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam, termasuk memahami tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Kemaksiatan tidak akan terjadi, termasuk di wilayah pendidikan, apalagi pendidikan keagamaan. Interaksi antara laki-laki dan perempuan diatur dalam sistem Islam. Adanya larangan berkhalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahram), larangan berikhtilat (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya alasan syar'i seperti dalam hal pendidikan antara guru dengan murid, dalam hal media antara dokter dengan pasien, dalam hal muamalah antara penjual dengan pembeli), serta larangan bertabaruj (berpenampilan yang bisa memalingkan orang lain).

Dalam Islam ada tiga pilar penjaga ketaatan pada aturan Allah di manapun berada. Pilar pertama, yakni ketakwaan individu. Setiap individu akan senantiasa melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Setiap perbuatan akan diminta pertanggungjawabannya kelak. Pilar kedua, yakni masyarakat yang peduli, senantiasa beramar makruf nahi mungkar. Jika ada pelanggaran, maka akan ada yang mengingatkan. Pilar ketiga, yakni negara yang akan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Negara akan menjaga ketakwaan individu warga negaranya agar senantiasa berada dalam syariatNya. Negara juga akan memberikan sanksi bagi para pelaku pelanggaran.

Sistem sanksi dalam Islam bersifat tegas dan menjerakan sehingga dapat mencegah pelanggaran hukum syara. Sanksi dalam Islam bersifat penebus (di akhirat tidak akan diberi sanksi lagi atas kejahatannya) dan memberi efek jera kepada pelakunya (yang akan membuat orang lain takut untuk melakukan yang sama).

Solusi tuntas untuk menyelesaikan persoalan ini, satu-satunya jalan adalah kembali pada Islam, yang datang dari Allah Swt. Sang Khalik Al-Mudabbir yang memiliki aturan baku sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa.

Pergaulan di dalam Islam begitu terjaga, sehingga jika ada yang melanggar maka akan ada konsekuensinya. Segala perbuatan senantiasa ada yang mengawasi. Penjagaan sempurna hanya ada dalam sistem Islam. Makin rindu berada dalam naungan Islam.

Wallahualam bissawab.


Share this article via

105 Shares

0 Comment