| 25 Views

Perayaan Hari Guru Hanya Seremonial Semata

Oleh : Siti Wilda Malik 
Asal Bogor

25 November yang lalu berbagai status di media sosial salah satunya WhatsApp berisikan selamat hari guru dengan berbagai twidbond yang ada. Pada hari itu guru "diistimewakan" dengan kejutan surat cinta dari murid, berbagai buket dari wali murid bahkan ada yang menyiapkan satu kardus khusus untuk guru wali kelasnya yang berisikan macam-macam pemberian dari siswa ada sembako dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

Hari itu guru disibukkan untuk berfoto dengan banyak murid dan wali murid. Namun, kesenangan mereka hanya sesaat. Ya hanya di momentum hari guru itu saja. Hari berikutnya guru harus menghadapi siswa berbagai karakter dan wali murid yang berbagai macam wataknya. Sungguh guru di sistem kapitalisme hari ini dibuat lelah, lelah dengan membuat administrasi yang ada seperti membuat modul ajar kurikulum merdeka, proyek P5, studi tour dan perpisahan murid nantinya. 

Belum lagi orang tua siswa yang menuntut guru untuk sempurna padahal setiap guru ada kurangnya. Ditambah kesejahteraan guru yang dari dulu hingga sekarang sulit diwujudkan. Padahal jika guru happy maka siswa pun happy belajar. Maka tak ada jalan lain selain meluruskan niat mengajar karena Allah semata karena jika mengharap gaji tak sebanding dengan pengorbanan waktu yang diberikan guru kepada siswanya.

Andaikan gaji guru 2 juta per bulannya. Pasti gaji guru hanya lewat begitu saja. Andaikan seorang guru punya pasangan hidup yang bekerja pula dengan mendapatkan honor yang sama maka total pendapatan mereka per bulan 4 juta. Cukupkah 4 juta per bulan menafkahi keluarga mereka? Jika memiliki satu putra saja maka harus ada biaya ongkos setiap harinya untuk anak bersekolah. Kemungkinan dengan rincian seperti berikut:
Pendapatan ayah= Rp 2.000.000,00
Pendapatan ibu= Rp 2.000.000,00
Pemasukan 1 bulan= Rp 4.000.000,00
Pengeluaran:
Bekal anak sekolah= Rp 300.000,00
Jajan anak= Rp 300.000,00
Bensin ayah= Rp 300.000,00
Pengeluaran masak= Rp 1.500.000,00
Transportasi mengajar= Rp 200.000,00
Kebutuhan rumah tangga= Rp 100.000,00
Beras, galon, gas= Rp 160.000,00
Listrik, air= Rp 150.000,00
Kuota= Rp 240.000,00
Les calistung= Rp 200.000,00
Les mengaji= Rp 60.000,00
Les berenang= Rp 250.000,00
Pengeluaran 1 bulan= Rp 3.760.000,00
Sisa Rp 240.000,00 untuk biaya tak terduga seperti kado ulang tahun atau sunatan sodara dan teman anak, undangan pernikahan, keluarga ada yang sakit, takziah tetangga, dan sebagainya .

Maka jika kita cermati sampai saat ini guru belum disejahterakan oleh negara. Belum lagi sistem pendidikan sekulerisme yang membuat anak tidak beradab kepada guru, sebentar-sebentar melaporkan gurunya ke orang tua dan guru harus ditegur oleh pihak sekolah karena kinerjanya yang dinilai kurang optimal. Wajar saja banyak peserta didik yang tidak menjadikan profesi guru di masa depannya karena profesi ini tidak menjanjikan.

Lain halnya guru dalam sistem Islam yang dahulu disebut dengan sistem khilafah. Setiap guru disejahterakan oleh kepala negaranya. Honor guru ngaji saja sebesar Rp 30juta per bulan di zamannya saydina Umar bin Khattab. Guru yang mampu menghasilkan buku bacaan dihadiahi emas seberat buku yang ditulisnya. Belum lagi peserta didik yang sopan dan santun kepada gurunya karena cerminan negara Islam mendidik anak yang sholih dan sholihah mulai dari keluarga dan lingkungan sekitar. Maka banyak SDM-SDM yang unggul di masa depannya karena memperoleh keberkahan ilmu dari sang guru. 

Sungguh rindu penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah. Karena meskipun tidak ada momentum perayaan hari guru tapi kesejahteraan dan kebahagiaan guru saat mengajar diwujudkan oleh negara setiap harinya. We need khilafah ya Allah. Semoga sebentar lagi akan tegak. Allohumma aamiin.

 


Share this article via

45 Shares

0 Comment