| 75 Views
Perampasan Tanah Hak Rakyat Kembali Terulang Masyarakat Menderita Ulah Para Kapital

Oleh: Dewi Yuliani
Baru - baru ini media sosial dan masyarakat telah dikejutkan oleh ulah para kapital yang dimana mereka telah merampas tanah rakyat dengan mengatas namakan tanah sengketa yang diberi SHM Contohnya saja berita di Bekasi yang sedang viral saat ini.
Berita dikutib dari Jakarta - Cluster Setia Mekar Residence 2 merupakan perumahan yang berada di Tambun Selatan, Bekasi. Beberapa rumah di perumahan ini terancam digusur oleh juru sita Pengadilan Negeri Cikarang berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tertanggal 25 Maret 1997.
Lahan seluas 3.290 meter persegi tersebut diputuskan sebagai aset milik penggugat yakni Hj. Mimi Jamilah. Itu artinya warga yang tinggal di sana atau pengembang perumahan tersebut dianggap bukan pemilik yang sah.
Total terdapat 27 bidang tanah yang terancam tergusur, terdiri dari 19 unit rumah dan 8 unit ruko. Namun, 9 rumah di antaranya masih dalam proses pembangunan. Sementara 10 unit rumah dan 8 ruko yang terjual telah memegang sertifikat hak milik (SHM).
Dugaan Keterlibatan Mafia Tanah, Perumahan di Bekasi Digusur Meski Punya SHM. Penggusuran yang terjadi di Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, pekan lalu, memunculkan dugaan kuat akan adanya praktik mafia tanah di balik sengketa lahan tersebut. Meski pemilik bangunan sudah memegang Sertifikat Hak Milik (SHM), eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Cikarang tetap berjalan, menimbulkan tanda tanya besar mengenai keabsahan transaksi dan legalitas tanah yang diperdagangkan.
Peristiwa ini mengundang perhatian publik dan semakin memperlihatkan kompleksitas masalah tanah di Indonesia, yang kerap kali disusupi oleh manipulasi hukum dan peran oknum yang tak bertanggung jawab.Konflik ini bermula pada tahun 1967, saat Djudju Saribanon Dolly menjual tanah seluas 3,6 hektare kepada Abdul Hamid. Abdul Hamid kemudian menunjuk Bambang Heryanto untuk menjual tanah tersebut kepada pihak lain. Karena, menurut keterangan dari Bambang Heryanto, Abdul Hamid pada saat itu membeli tanah bukan untuk dimiliki tapi dijual kembali.
Bertahun-tahun kemudian, Bambang Heryanto menawarkan tanah tadi kepada Kayat. Menurut Bambang Heryanto ada bukti transaksi antaranya Kayat dan Abdul Hamid. Ketika hendak pelunasan, Kayat meminta untuk bertemu dengan pemilik asli sertifikat yaitu Djudju Saribanon Dolly. Setelah keduanya bertemu, dibuatkan akte jual beli antara Djudju Saribanon Dolly dengan Kayat pada tahun 1982.
Namun, setelah terjadi serangkaian transaksi yang melibatkan beberapa pihak, termasuk pengembang Cluster Setia Mekar Residence 2 yang membeli SHM nomor 705 pada 2019, tanah ini dinyatakan clear and clean oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pengembang kemudian memecah tanah tersebut menjadi 27 bidang dan menjualnya kepada warga.
Pada 2024, tiba-tiba muncul keputusan Pengadilan Negeri Cikarang yang memutuskan untuk mengeksekusi tanah tersebut berdasarkan klaim bahwa lahan tersebut milik Hj. Mimi Jamilah, anak Abdul Hamid. Hal ini menimbulkan ketegangan antara pihak yang mengklaim hak atas tanah dan para penghuni yang sudah menempati rumah mereka.
Sementara itu, warga yang tinggal di perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2 merasa terjebak dalam ketidakpastian hukum. Beberapa pemilik rumah masih dalam tahap pembayaran uang muka (DP), namun kini harus menghadapi ancaman penggusuran. Tak sedikit dari mereka yang hanya bisa menyaksikan rumah-rumah mereka hancur dilibas alat berat.
Ombudsman RI juga memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menyatakan keprihatinannya terhadap kasus ini. Menurut Yeka, dalam kasus ini sama saja dengan negara sudah tidak mengakui produk legal yang dikeluarkan negara. Sebab warga yang tingal di cluster tersebut mempunyai Sertifikat Hak Milik atau SHM dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam menghadapi kasus ini, masyarakat dan pihak terkait harus lebih berhati-hati dalam transaksi properti. Ali Tranganda menekankan pentingnya memastikan legalitas sertifikat tanah sebelum melakukan transaksi, serta memastikan adanya bukti sah atas pembayaran melalui notaris.
Akta pembayarannya ini harusnya notarial, harus dibuat dihadapan notaris atau disaksikan notaris. Jadi, itu mempunyai kekuatan hukum. Nanti kalau tidak ada bukti yang sah, bisa menjadi masalah juga di kemudian hari terang Ali.Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa masalah sengketa tanah yang melibatkan berbagai pihak harus segera ditangani oleh pemerintah. Agar rakyat merasa aman dengan kepemilikan tanah mereka, sistem hukum terkait properti perlu diperbaiki dan dijalankan dengan lebih transparan.
Ke depan, perhatian serius dari pemerintahan Presiden Prabowo dan kementerian terkait diperlukan untuk mengatasi masalah ini, memastikan hak-hak warga terlindungi, dan mencegah terulangnya peristiwa serupa. Kasus mafia tanah ini harus menjadi perhatian, termasuk bagi pemerintahan Prabowo.
Ini sudah jelas menandakan bahwa sistem kapitalis saat ini mengalami kebobrokan dan kerusakan yang nyata bahwa kapitalisme yang sudah berhasil menyengsarakan rakyat dari beberapa aspek kehidupan dengan cara bekerja sama dengan para korporat untuk merampas hak rakyat yang sudah jelas itu bukan punya penguasa. Demokrasi dengan praktik politik oligarki, menjadi kendaraan sempurna untuk membangun politik ruang pro pemodal, sekaligus menjadi sistem gagal dan terburuk dalam mewujudkan kemaslahatan umum bagi rakyat.
umat harus membuang demokrasi yang memuculkan politik oligarki. Umat harus mengambil politik Islam yang mewujudkan politik ruang sesuai syariat, yakni negara islam mengimplementasikan ruang sebagai tempat aktivitas ekonomi, pemenuhan kebutuhan dasar (sarana dan prasarana dasar) dan konservasi untuk keselamatan umat manusia.
Kini saatnya kita sebagai para pengemban dakwah harus menyadarkan rakyat bahwa problem saat ini tidak akan bisa terselesaikan Tampa adanya negara Islam . Dan hanya para aktivis dakwah yang terus amar mahruf nahi mungkar atau parpol Islam yang dimaksud bukan parpol nasionalis yang berkedok islami, melainkan partai politik yang sesuai perintah Allah Taala dalam QS Ali Imran 104, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Wallahu'alam bishawab