| 314 Views
Pengelolaan Limbah Sampah Plastik Butuh Solusi Holistik

Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa pada tahun 2022 terdapat 69,2 juta ton timbunan sampah nasional. 35,48 % sampah yang dihasilkan masih belum terkelola. (Kompas.co.id).
Sementara tahun pada tahun 2023 Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik.
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan bahwa sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia, Rosa mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 yang diperingati 21 Februari.
Tema yang diangkat dalam Peringatan HPSN adalah “Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif.” Rosa mengatakan, tema tersebut sesuai dengan target pengurangan sampah plastik ke laut yaitu 70 persen pada 2025. Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Ia juga mengatakan bahwa tema itu diambil dengan harapan HPSN 2024 jadi momentum untuk memperkuat posisi Indonesia dalam International Legally Binding Instrument on Plastic Pollution, yaitu instrumen internasional dengan ketentuan mengikat untuk mengatasi isu polusi plastik. ( Katadata.co.id, 7/2/2024)
Masalah sampah sebenarnya bukan hanya masalah regional, namun masalah ini sudah menjadi masalah yang global. Karena dampak yang ditimbulkan dari masalah sampah tak hanya berefek pada manusia, bahkan hewan dan lingkungan pun juga merasakan dampaknya.
Sebagaimana penemuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science of the Total Environment berjudul "The plastic home of hermis crabs in the Antroposing". Marta Szulkin, seorang ahli ekologi perkotaan dari Universitas bersama rekan-rekannya, Zuzanna Jagiello dari Universitas Warsawa dan Łukasz Dylewski, dari Poznan University of Life Sciences, menemukan sebanyak 386 kelomang menggunakan cangkang buatan - terutama tutup botol plastik atau sepotong bohlam lampu. (Bbc.com, 11/2/2024)
Darurat Sampah
Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) sudah dilakukan setiap tahunnya, namun tidak memberikan solusi. Alih-alih memberikan solusi, yang ada banyak longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Seperti di Leuwigajah di Jawa Barat pada 2005. Sampah yang longsor telah menewaskan lebih dari 140 orang yang bekerja sebagai pemulung.
Tahun lalu, sekitar 30 TPA di sejumlah daerah di Indonesia terbakar. TPA sampah yang terbakar umumnya masih menggunakan cara penanganan sampah sederhana atau open dumping. Lantas, langkah apa yang harus diambil pemerintah guna menyolusi masalah sampah, termasuk sampah plastik? Apalagi Indonesia menduduki posisi kedua penghasil sampah plastik terbanyak di dunia setelah Cina.
Solusi Holistik
Tumpukan sampah adalah bukti lalainya negara dan rendahnya kesadaran rakyat akan bahaya sampah terutama sampah plastik. Sistem kapitalisme membuat cara berpikir manusia menjadi sempit, yakni hanya mengutamakan keuntungan dan kemudahan. Tidak memperhatikan kerusakan lingkungan dan memedulikan keselamatan manusia.
Disamping itu, lemahnya negara kapitalis menginovasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah sampah plastik. Hal ini terlihat dari adanya kerja sama yang dilakukan sejumlah pemerintah daerah dengan asing dalam pengelolaan sampah. Negara tidak menyediakan teknologi wadah yang ramah lingkungan, yang ada justru sebaliknya negara kapitalisme membuka lebar-lebar para pemilik modal atau pabrik-pabrik plastik untuk terus berproduksi
Sejatinya peran negara tidaklah demikian, negara harus hadir dalam menjalankan fungsinya mengurus urusan rakyat. Negara yang seperti ini hanya ada dalam sistem Islam dengan negaranya bernama Daulah Khilafah. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda;
"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab (pengurusan rakyatnya)" (HR. al-Bukhari)
Kepengurusan ini juga termasuk bagaimana negara wajib mengedukasi rakyat terhadap bahaya plastik, terutama bagi kesehatan dan lingkungan. Dalam Khilafah selalu berpatok pada batasan syariat, yakni tidak boleh membuat kerusakan di bumi dan memanfaatkan alam secukupnya. Jadi Inovasi dan pengembangan ilmu bukan kemudahan semata demi meraih keuntungan besar seperti prinsip kapitalisme. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman;
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya". (QS. Al-A'raf: 56)
Karena itu selain mengedukasi rakyatnya terhadap bahaya sampah, Khilafah akan mengembangkan riset terpadu untuk menemukan teknologi mutakhir baik dalam menyediakan kemasan alternatif yang ramah lingkungan maupun dalam menghasilkan teknologi pengolah sampah yang mumpuni.
Khilafah tidak akan membiarkan teknologi-teknologi yang dilahirkan ummat hanya sebatas hasil laboratorium semata, namun akan merealisasikan secara nyata dalam kehidupan. Tentu upaya ini membutuhkan biaya besar, namun bagi Khilafah hal ini bukan masalah besar karena Khilafah memiliki sumber dana dari pos kepemilikan negara Baitul mall. Dana pos ini akan dialokasikan Khilafah untuk membantu pendanaan inovasi penyediaan Bahan alternatif plastik. dengan begitu rakyat tetap dapat menikmati kemudahan teknologi plastik yang ramah lingkungan.
Wallahualam bissawab