| 67 Views
Pendidikan vs Ekonomi: Kampus Kelola Tambang, Mana yang Diprioritaskan?

Oleh : Agustina
Dosen Filsafat
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, mengemukakan keraguan mengenai landasan yang digunakan oleh beberapa kampus yang mendukung usulan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi dalam perubahan keempat Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Fathul menyatakan bahwa ia kesulitan memahami paradigma yang digunakan oleh kampus-kampus tersebut yang justru merespons positif terhadap usulan ini dan menyatakan kesiapan untuk mengelola tambang, meskipun hal ini memerlukan investasi modal yang besar.
Dalam menganalisis argumen para pendukung, perlu kita ikuti logika mereka. Berdasarkan informasi yang diperoleh, investasi usaha pertambangan memerlukan biaya yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pertanyaan yang muncul adalah dari mana sumber dana yang akan digunakan oleh kampus untuk membiayai usaha pertambangan tersebut? Pengalihan dana pendidikan untuk kegiatan nonpendidikan akan memiliki implikasi yang signifikan, termasuk bidang perpajakan.
Tujuan Pendidikan Hilang Arah
Wacana kampus mengelola tambang memungkinkan, adanya otonomi kampus yang mendorong kampus untuk mencari pendapatan mandiri. Namun, kebijakan tersebut sebenarnya akan mengalihkan orientasi kampus dari fungsi pendidikan yang hakiki ke fungsi ekonom yang kapitalis. Gagal paham dengan tujuan pendidikan ini merupakan konsekuensi dari industrialisasi pendidikan yang mengubah peran kampus dari lembaga pendidikan menjadi lembaga ekonomi.
Cendikiawan Indonesia Mengevaluasi dampak positif, menurut kolage akademis biaya kuliah dapat diminimalkan jika perguruan tinggi dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pertambangan. Menurut Didin Muhafidin, pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi dapat menjadi sumber pendapatan alternatif, sehingga mengurangi ketergantungan pada biaya kuliah yang besar dari mahasiswa.
Dalam konteks ini, Didin menyatakan untuk mendukung wacana pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi, yang diusulkan untuk dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Namun, ia menekankan bahwa langkah ini harus dilakukan dengan syarat bahwa perguruan tinggi telah memiliki status badan hukum (BHP) dan unit usaha sendiri.
Selain itu, Didin juga menambahkan bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang juga akan mendukung aspek keberlanjutan lingkungan. Hal ini karena perguruan tinggi memiliki keahlian akademis terkait ekologi dan pengabdian masyarakat, sehingga dapat memastikan bahwa pengelolaan tambang dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Ia menilai langkah ini sangat positif, karena perguruan tinggi dapat memastikan bahwa pengelolaan tambang dilakukan dengan cara yang profesional, transparan, dan bertanggung jawab.
Perguruan Tinggi Terjebak Industri
Pemberian legalitas pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi dapat menimbulkan kekhawatiran yang signifikan. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan tidak seharusnya terlibat dalam aktivitas bisnis yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi dapat merusak kredibilitasnya sebagai lembaga intelektual dan mempertaruhkan keadilan bagi masyarakat dan lingkungan yang terdampak.
Konflik antara society dan korporasi sangat sering terjadi dalam aktivitas pertambangan. Jika perguruan tinggi terlibat dalam pengelolaan tambang, maka konflik kepentingan akan semakin hari makin kompleks. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi yang lebih mendalam mengenai dampak pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi.
Pengelolaan Sumber Daya Manfaatnya untuk Siapa?
Pengelolaan sumber daya alam, seperti tambang, yang merupakan harta milik rakyat, harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan transparansi. Namun, pemberian kuasa pengelolaan tambang kepada swasta, ormas, atau kampus dapat menyebabkan keuntungan yang diperoleh tidak tepat sasaran dan malah menguntungkan segelintir individu atau kelompok.
Fakta menunjukkan bahwa melalui mekanisme kontrak, banyak perusahaan asing yang menguasai kekayaan tambang di Indonesia, termasuk pada sektor pertambangan emas dan tembaga. Hal ini merupakan konsekuensi dari Undang-Undang Minerba yang baru, yang memungkinkan penguasaan asing atas sumber daya alam Indonesia.
Dalam perspektif agama, pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Pengelolaan yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidakadilan dan kemiskinan, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kebijakan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, pengelolaan sumber daya alam, termasuk tambang, harus dilakukan dengan prinsip manfaat untuk masyarakat luas. Hadits Nabi yang berhubungan dengan tambang garam menunjukkan bahwa sumber daya alam yang berlimpah harus dikelola oleh negara untuk manfaat masyarakat luas.
Sistem dunia telah merubah semuanya dengan membuat disfungsi negara dan ketidak adilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Pendidikan juga telah dikomersialkan, sehingga hanya mereka yang mampu yang dapat mengakses pendidikan. Dalam Islam ada solusi terbaik saat menetapkan aturan perihal paradigma pendidikan, pembiayaan pendidikan, dan pengelolaan sumber daya alam. Penerapan Islam yang murni dapat menghilangkan ketidak adilan dan kesenjangan yang terjadi di dunia.