| 14 Views
Pendidikan Indonesia Semakin Miris, Kemana Peran Negara?

Oleh : Filiz Eladaria
Ponpes Khoiru Ummah Al-Hufadz
Data dari badan pusat statistik (BPS) tahun 2024 menunjukan bahwa rata-rata lama jangka pendidikan penduduk Indonesia pada usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Dengan kata lain sederajat dengan lulusan kelas 3 SMP (kelas 9). Hal ini kian menambah kemirisan pendidikan di Indonesia.
Temuan seperti inilah yang dijadikan cerminan bahwa pendidikan Indonesia masih didominasi oleh capaian jenjang menengah pertama. Ditambah lagi masih ada banyak penduduk yang belum atau tidak berminat untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa meski terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2023 lalu (9,13 tahun), namun tetap saja pencapaian seperti ini telah sedikit melampaui target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Dimana RPJMN menargetkan sebesar 9,18 tahun lama pendidikan.
Adapun rata-rata penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun telah menempuh pendidikan selama 9,22 tahun atau lulus kelas 9 SMP atau sederajat, ungkap Amalia dari kanal YouTube TVR parlemen, Jum'at, 2 April 2025 lalu.
Menurut data BPS dan juga Sakernas Agustus 2023, dari sekitar 209 juta penduduk usia 15 tahun ke atas mengalami :
• 4,29% belum/tidak pernah sekolah (±8,96 juta jiwa)
• 4,94% tidak tamat SD (+10,3 juta jiwa)
• 23,55% tamat SD atau sederajat (±41,6 juta jiwa)
• 34,12% tamat SMA atau sederajat (+71,3 juta jiwa)
Mayoritas para penduduk Indonesia hanya mampu menamatkan pendidikan dasar dan menengah pertama. Hanya sekitaran 0,2% penduduk pada usia 15 tahun ke atas yang telah memiliki ijazah perguruan tinggi. Disisi lain, lulusan SMA masih mendominasi di angka 34,12%. (Jakarta, beritasatu.com)
Para pelajar dituntut untuk mengejar pendidikan demi masa depan. Namun tak jarang pula pelajar yang berujung stress dan memilih untuk berputus asa. Mereka terlarut dalam hingar bingar dunia yang berujung pada meningkatnya kenakalan remaja. Hal ini tak lain disebabkan oleh kelalaian dalam hal pendidikan, baik oleh masyarakat, negara, maupun kaum pelajar itu sendiri.
Swastanisasi, biaya mahal, ketimpangan akses, dan juga kurikulum pasar, menjadikan pendidikan hanya mencetak tenaga kerja murah. Ditambah efisiensi anggaran seperti ini makin memperburuk kondisi pendidikan saat ini.
Dalam Islam, pendidikan adalah hak setiap warga. Mau itu kaya atau miskin, negara harus menyediakan secara gratis dan juga merata. Yaitu untuk membentuk umat yang berilmu dan juga bertakwa pada Allah. Selain itu pendidikan yang merata juga akan menciptakan umat yang berketerampilan tinggi dalam segala aspek.
Dalam Islam sendiri, dana yang boleh pendidikan diambil yaitu dana yang berasal dari Baitul mal, khususnya pos fa'i, kharaj, da kepemilikan umum. Negara terjun untuk campur tangan dalam dunia pendidikan tanpa adanya campur tangan swasta. Sehingga akan tercipta pendidikan yang mandiri dan terjaga dari kepentingan-kepentingan ekonomi segelintir orang.
WalLahu a'lam bi ash-showwab.