| 19 Views

Pelukan Hangat untuk Penjagal Palestina

Oleh : Ummu Tazkia
Aktivis Dakwah Tamansari

Ada yang bikin perut mual, tapi sudah jadi pemandangan biasa. Kunjungan Trump di bulan Mei 2025 disambut para penguasa Arab seolah-olah dia adalah sahabat umat. Penguasa Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab menyambutnya dengan gegap gempita bahkan pesta diplomatik. Tapi umat tahu siapa dia.

Trump adalah sosok yang secara terbuka mendukung penjajahan Israel atas Palestina. Tangannya berlumuran darah kaum muslimin. Sejak Israel melanjutkan kembali kampanye militernya yang kian intensif pada 18 Maret, sedikitnya 3.901 warga Palestina tewas dan 11.088 lainnya terluka, sehingga jumlah keseluruhan warga Palestina yang tewas di Gaza sejak perang dimulai pada Oktober 2023 mencapai 54.056 orang, dengan total korban luka sebanyak 123.129 orang (Antara, 28 Mei 2025)

Ia juga menghentikan bantuan ratusan juta dolar kepada UNRWA, lembaga PBB yang membantu pengungsi Palestina. Selama agresi brutal ke Gaza, Trump konsisten membela Israel dan menyalahkan para korban. Lalu, para pemimpin Arab malah menyambutnya dengan pelukan dan kontrak dagang? Ini bukan sekadar naif, ini pengkhianatan. Sangat kejam dan menjijjkan.

Apa maksud Trump, hingga tanpa malu mampir ke negara-negara Teluk yang notabene penduduknya mayoritas Muslim? Kunjungannya ke Arab Saudi pada Mei 2025 bukan sekadar kunjungan kenegaraan, tetapi juga negosiasi mega-deal senjata senilai lebih dari 100 miliar dolar AS (Kompas.com, 27 Mei 2025). Katanya demi “keamanan regional,” padahal kenyataannya, senjata itu lebih sering dipakai untuk perang saudara di Yaman atau untuk menekan rakyat sendiri.

Belum lagi proyek-proyek ekonomi dan investasi. Trump datang membawa delegasi bisnis, bukan ulama atau pegiat perdamaian. Ia menawarkan penjualan senjata, kontrak infrastruktur, dan teknologi pengawasan (Detik.com, 3 Juni 2025). Dan negara-negara Arab itu, yang katanya penjaga dua tanah suci, malah memborong semua itu sambil menebar senyum.

Jadi jelas, ada udang, lobster, bahkan paus di balik batu. Trump datang bukan untuk membawa damai, tapi untuk berdagang, mendominasi, dan memperkuat posisi sekutu terdekatnya, Israel.

Padahal dalam Islam, kita diajarkan untuk tidak loyal kepada pihak yang memerangi umat. Allah berfirman dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 9 :
"Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim " Namun hari ini, larangan itu tampaknya disimpan rapi di laci diplomasi.

Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)

Maka ketika para pemimpin itu membungkuk pada penguasa zalim, siapa sebenarnya yang mereka ikuti?
Para pemimpin itu sibuk berbicara soal stabilitas, investasi, dan perdamaian regional. Tapi tidak ada perdamaian yang dibangun di atas mayat anak-anak Gaza. Tidak ada stabilitas yang bisa dicapai dengan menjual harga diri umat. Dan tidak ada keadilan jika tangan yang berlumuran darah malah diundang masuk istana. Umat Islam di seluruh dunia melihat semua ini. Dan mereka tidak buta.

Yang paling penting, umat Islam harus bersatu, sebagaimana perintah Rasulullah SAW dan teladan para khalifah terdahulu yang berhasil menyatukan kaum Muslimin. Hanya dengan persatuan dan solidaritas kuatlah Palestina bisa dibebaskan dari penjajahan.

Sejarah telah membuktikan, persatuan umat adalah kunci kemenangan. Maka kita harus memperjuangkan persatuan itu, dan menolak segala bentuk pengkhianatan.

Wallahu a'lam bishawab


Share this article via

4 Shares

0 Comment