| 32 Views
Pelecehan Seksual di Satuan Pendidikan, Bukti Rusaknya Sistem Kehidupan yang Diterapkan

Oleh : Lilis Tri Harsanti
Anggota Penulis Rindu Islam
Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan begitu memprihatinkan.Terkait hal ini, Kuasa hukum SMK Kalideres, Dennis Wibowo menyebut ada 40 siswi yang mengaku mengalami dugaan pelecehan oleh oknum guru berinisial O di sekolah tersebut. "Kronologi pada pernyataan para siswi, itu kayak semacam memegang pundak, lalu kemudian kayak salaman, terus kadang-kadang, pinggulnya kayak dielus gitu. Memang itu perbuatannya tidak terpuji, saya pun juga tidak sepakat," ujar Dennis saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat(7/3/2025)
Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan masih saja terjadi. Berulangnya peristiwa ini menunjukkan bukan sekadar kesalahan pada oknum semata namun akibat diterapkannya sistem demokrasi sekuler.
Guru yang seharusnya menjadi panutan dan memberikan teladan baik, namun justru melakukan pelecehan seksual kepada peserta didiknya. Hal ini tidak luput akibat dari tontonan media yang liberal, lingkungan pergaulan dan sistem pendidikan yang sekuler sehingga tidak bisa mewujudkan pribadi yang mulia.
Fakta ini semestinya cukup untuk membuktikan bahwa problem kekerasan seksual merupakan problem sistem yang harus dipecahkan secara sistemis pula. Bukan hanya soal tindakannya, tetapi harus menjawab “apa” dan “kenapa”-nya. Juga bukan soal pelaku atau korban saja, melainkan juga soal semua faktor pemicu dan solusi komprehensif yang dibutuhkan untuk menjawab akar persoalan.
Tidak dimungkiri, sistem kehidupan hari ini sudah sangat jauh dari nilai halal-haram. Mulai dari level individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. Bahkan negara berperan paling besar dalam menciptakan kehidupan rusak, mengingat posisinya sebagai sumber sekaligus penerap berbagai aturan kehidupan.
Negara yang tegak di atas asas sekuler kapitalistik neoliberal tentu akan menerapkan aturan-aturan yang senapas dengan asasnya, padahal aturan sekuler ini dipastikan akan menghasilkan corak hidup yang rusak dan merusak seperti yang kita lihat sekarang.
Pandangan individunya tentang kehidupan, lepas dari pertanggungjawaban transendental. Makna kebahagiaan melulu diukur dengan materi dan uang. Adapun standar perbuatan, tergantung bacaan soal kemanfaatan yang subjektif menurut orang per orang.
Berbeda dengan Islam. Pandangannya yang sahih tentang hakikat hidup, makna kebahagiaan hakiki, dan standar perbuatan. Hal ini membuat kehidupan berjalan selaras dengan tujuan penciptaan. Manusia diarahkan untuk hidup sesuai fitrahnya dengan berbagai aturan hidup yang menjamin kebahagiaan. Di dunia iya, di akhirat juga.
Sepanjang sejarah peradaban Islam tegak selama belasan abad, kasus kekerasan seksual tidak pernah menjadi fenomena seperti sekarang. Kalau pun terjadi, ini lantaran ada sisi kemanusiaan dari sistem Islam, itu pun mungkin satu dua kasus saja yang mampu diselesaikan dengan penuh keadilan dan kemuliaan.
Semua fitrah keimanan individu dalam sistem Islam benar-benar akan terjaga. Kondisi masyarakatnya akan kental dengan tradisi dakwah amar makruf nahi mungkar. Termasuk satuan pendidikan, benar-benar berfungsi sebagai pilar peradaban karena semua komponen yang ada—pendidik, kurikulum, dan metode pembelajaran—terintegrasi demi mencapai tujuan pendidikan Islam.
Adapun negara, konsisten menerapkan aturan Islam kaffah, termasuk sistem perihal media massa dan sanksi yang mencegah terjadinya berbagai penyimpangan sejak awal.
Sistem Islam benar-benar akan menutup celah kerusakan, termasuk peluang munculnya kasus kekerasan seksual di semua lini kehidupan. Takwa yang bersemayam dalam diri individu, kuatnya kontrol di tengah masyarakat, serta tegasnya negara dalam menerapkan seluruh hukum Islam—mulai dari sistem ekonomi, sosial/pergaulan, media massa, sanksi, pendidikan, dan sebagainya—, menjadi lapis-lapis pelindung bagi kehormatan dan kemuliaan generasi umat Islam. Hadirnya Islam dalam ranah kehidupan terbukti benar-benar menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Mindset yang benar akan mengarahkan manusia untuk memiliki visi hidup yang lurus dan universal. Manusia tidak akan mudah teralihkan pada hal-hal yang tidak penting dan serba instan. Setiap muslim akan fokus beramal untuk kebaikan umat, agama, dan peradaban. Satu sama lain berlomba-lomba dan bekerja sama mengukir kebaikan. Semua dilakukan dalam kerangka ibadah sebagai bekal pulang ke “kampung halaman”.
Sungguh, hanya sistem Islam yang benar-benar menjamin kebaikan, kebersihan, dan keberkahan. Jika bukan dengan Islam, bagaimana kita berharap semua problem yang menyusahkan, termasuk kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, akan terselesaikan?
Allah Swt. berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَجِيبُوا۟ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ ٱلْمَرْءِ وَقَلْبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al-Anfal: 24).