| 401 Views
Pangkas Anggaran Besar-besaran, Solusi Atau Ilusi?

Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim
Presiden Prabowo Subianto resmi mengeluarkan instruksi presiden terkait efisiensi anggaran belanja pada 22 Januari 2025 yang lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Presiden Prabowo meminta pengelolaan anggaran tahun ini lebih fokus untuk belanja yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat. Beberapa jenis pengeluaran atau pos anggaran kementerian dan lembaga yang dinilai tak efisien, akan dikurangi. Ia pun mencontohkan anggaran untuk kegiatan seremonial, acara halal bihalal, serah terima, dan lain-lain. Selain itu, rincian pengeluaran lain yang bakal kena dampaknya, menurut Sri Mulyani berupa rapat, seminar, kajian, analisis, pengadaan diklat, honor untuk kegiatan jasa profesi, percetakan, dan souvenir serta anggaran percetakan (tempo.co, 25/01/2025).
Termasuk anggaran perjalanan dinas. Pemangkasan pos anggaran ini, menurut Sri Mulyani, sudah berkali-kali disampaikan. Presiden telah menghitung, setidaknya pemangkasan pada perjalanan dinas bisa menghemat anggaran hingga 20 triliun rupiah. Ini kemudian bisa dialokasikan untuk perbaikan gedung-gedung sekolah. Pemangkasan anggaran ini dilakukan pemerintah sebagai bagian dari upaya meningkatkan efisiensi belanja negara baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemangkasan anggaran akan menyasar belanja yang dinilai kurang produktif atau bisa dilaksanakan dengan anggaran yang lebih kecil (pantau.com, 22/01/2025).
Adanya kebijakan pemangkasan anggaran ini bukankah semakin membuktikan bahwa selama ini telah terjadi pemborosan anggaran belanja negara? Atau adanya belanja yang tidak penting dan tidak prioritas. Model pengelolaan APBN seperti ini juga turut memberi peluang lalainya negara mengelola uang rakyat. Bahkan membuka celah penyalahgunaan anggaran, salah satunya yakni korupsi.
Beberapa ahli pun ada yang berpendapat bahwa pemangkasan anggaran ini diduga kuat hanya pencitraan atau kebijakan populis otoriter. Mengingat pengelolaan anggaran di bawah penerapan sistem ekonomi kapitalisme negeri ini, turut memberi sumbangsih lepas tanggung jawabnya negara atas segala urusan rakyat. Faktanya, meskipun ada pemangkasan anggaran, namun di atas prinsip kapitalisme, pemasukan negara tetap bertumpu pada pajak dan utang.
Demikian pula belanja negara, seringkali bukan ditujukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan segelintir orang. Faktanya lagi ialah, kebijakan pemangkasan anggaran negara ini tidak dibarengi dengan jaminan negara atas kesejahteraan rakyat seperti pendidikan dan kesehatan gratis, memberi gaji yang layak bagi para guru dan tenaga kesehatan, membuka lapangan kerja yang luas, hingga mengelola sumber daya alam berlimpah untuk kepentingan rakyat.
Lalu pada saat yang sama, negara malah menaikkan PPN, memangkas gaji dosen, membiarkan pendidikan dan kesehatan dikelola pihak swasta, dan menjadikannya semakin mahal dan sulit diakses rakyat, serta semakin menarik investor sebanyak-banyaknya untuk mengurus hajat hidup rakyat dengan tujuan bisnis.
Maka, sejatinya pemangkasan anggaran tidak mengubah apapun atas kehidupan rakyat yang sudah terbebani selama ini. Oleh karena itu, selama sistem ekonomi yang diterapkan masih kapitalisme di bawah sistem politik demokrasi, maka kebijakan pemangkasan anggaran hanya pantas dikatakan sebagai kebijakan populis otoriter. Sebab sistem ini adalah sistem cacat di mana negara dibiayai melalui pajak, sedangkan pengeluaran negara tidak disandarkan pada kemaslahatan rakyat.
Lantas adakah solusi untuk hal ini? Jawabannya tentu saja ada. Namun, pengelolaan uang negara yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat, hanya akan kita temukan dalam negara yang menerapkan sistem paripurna yakni sistem Islam. Di dalam sistem Islam, penguasa adalah pelayan (raa’in). Pengurusan keuangan negara hingga terwujudnya kemakmuran di tengah masyarakat adalah tugas penguasa tersebut. Dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN, pos pendapatan dan pengeluaran negara telah ditetapkan oleh syariat Islam, kepala negara atau khalifah bisa menyusun sendiri APBN negara tersebut melalui hak tabanni.
APBN yang telah disusun dan ditetapkan oleh khalifah, akan menjadi undang-undang yang harus dijalankan oleh seluruh aparatur pemerintaha. Pengelolaan APBN dilakukan oleh lembaga khusus tempat menerima dan mengeluarkan dana, yaitu Baitul Maal. Baitul Maal adalah bagian dari struktur sistem pemerintahan Islam yang menangani harta yang diterima negara, dan mengalokasikannya bagi kaum muslimin yang berhak menerimanya.
Baitul Maal akan mampu membuat perekonomian negara kuat dan stabil. Ada tiga alasan utama mengapa hal ini bias menjadi acuan. Yang pertama, sumber Baitul Maal banyak dan tidak tergantung sama sekali pada pajak dan utang. Kedua, pengaturan alokasi pengeluaran pun sudah jelas, karena setiap jenis pengeluaran memiliki alokasi sumber pendanaannya. Lalu yang ketiga, penyusunannya tidak dilakukan tahunan, melainkan dilakukan sepanjang waktu sesuai alokasi yang diatur syariat.
Pendapatan Baitul Maal negara terbagi menjadi tiga pos sesuai dengan jenis hartanya. Yang pertama, pos fai’ dan kharaj. Yang kedua, pos kepemilikan umum, dan yang ketiga pos zakat. Pada pos kepemilikan umum, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya pada pihak swasta apalagi asing. Hanya negara yang berhak mengelolanya, dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat sepenuhnya. Hal ini bisa dalam bentuk biaya kesehatan, biaya pendidikan, layanan transportasi, dan lain-lain.
Para pengelola keuangan dalam negara baik pejabat maupun pegawai adalah orang-orang yang bertakwa, amanah, dan takut menyentuh harta milik rakyat serta professional. ini merupakan buah dari sistem pendidikan Islam yang berbasis aqidah Islam. Adanya sistem sanksi yang tegas, juga menjadi pencegah pelanggaran atas harta negara. Maka, Islam sudah menetapkan fungsi pengawasan melekat pada diri kepala negara atau khalifah sejak baiat dilaksanakan. Islam juga menempatkan khalifah sebagai pihak pemutus setiap kebijakan dengan berpegang pada syariat Allah. Seperti inilah gambaran keuangan negara dengan sistem Islam yang bertumpu pada kemaslahatan rakyat, dan telah terbukti mampu menyejahterakan masyarakat.